Tadinya saya berusaha "berpikir positif" : mungkin mereka gajinya kecil atau punya masalah keuangan, sehingga "no smile", "no thanks".
Tapi melihat sikap mereka yang begitu manis dan ramah pada turis bule, walau hanya makan di resto dan bukan tamu hotel, saya merasa "diperlakukan tidak adil". Saya bayar sama dengan turis bule, mengapa diperlakukan beda? Di-jutek-in. Saya tegas langsung menyampaikan komplain pada petugas hotel. Tidak ada kata "maaf"... "no sorry".
Seharusnya saya hanya tinggal 1 malam di hotel itu. Bad service... bad attitude. Pantas saja selama 5 hari menginap di sana tak ada wisdom lain yang menginap, cuma turis bule. Owner hotel seharusnya mendidik perilaku karyawan frontlinernya untuk lebih menghargai tamu : tak pandang ia turis asing atau turis domestik. Berlaku baik pada semua orang, apalagi sesama "nyame" (saudara) bangsa Indonesia itu adalah filosofi budaya luhur Bali.
Memang kasus yang saya alami ini dilakukan oleh beberapa "oknum". Saya berharap oknum semacam ini tak semakin banyak... yang bisa mengulangi fenomena "sebelum pandemi".
Pandemi seharusnya menjadi bahan introspeksi bagi semua orang... juga bagi pelaku parawisata di Bali, termasuk perlakuan  pada "wisatawan domestik"... yang tak minta "karpet merah" atau diperlakukan istimewa, tapi yang "sepantasnya"...
Saya yakin Bali dapat lebih baik lagi.
*Pandji Kiansantang @ Bali, 12 September 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI