Mohon tunggu...
Pandji Kiansantang
Pandji Kiansantang Mohon Tunggu... Penulis - "Bahagia Membahagiakan Sesama"

Menulis itu Membahagiakan

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Semoga Kalah... Introspeksi Fans Klub

26 Mei 2022   13:46 Diperbarui: 27 Mei 2022   11:48 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dampak negatif ketiga,  adanya sikap negatif, bahkan "toxic" dari fans klub. Selain mengharapkan klubnya (bahkan sampai berdoa untuk itu), hampir semua dari mereka punya "harapan negatif" yang tersembunyi... berharap agar tim rival kalah. Fans klub adalah "haters" klub rival. Harapan "Semoga kalah"... 

Muncul harapan "Asal Bukan ...." yang mengacu pada klub rival. Contohnya,  Fans Liverpool berharap klub kebanggaanya itu boleh saja sekali-kali kalah, Asal Bukan dari Everton (rival derby),  MU (musuh bebuyutan) atau ManCity (rival utama perburuan gelar EPL). Hal yang sama berlaku bagi fans Real Madrid, bisa saja gagal juara La Liga, Asal bukan : Barcelona (musuh abadi) atau Atletico Madrid (rival sekota).

Belum lama ini  ada berita dengan berakhirnya Seri A Italia, fans Sampdoria turun ke jalan untuk melakukan perayaan... bukan karena klubnya juara tapi karena rival utamanya Genoa FC terdegradasi ke Seri B. Bayangkan selebrasi massal atas nasib buruk rival derby (sekota). Ini menunjukkan kuatnya haters terhadap klub rival.

Ini mungkin bisa dipahami karena pada suatu kompetisi seperti Liga Primer Inggris dan Seri A Italia, penentuan juara ditentukan dari kemenangan klub favorit dan kekalahan klub rival utama dari klub-klub lain. Berharap agar klubnya lancar jaya dan klub rival terpeleset. Berdoa untuk "kesialan" tim lawan. 

Seringkali harapan itu meleset dan klub rival utama justru menang dan jadi juara. Apa yang dirasakan mereka : kecewa dan bete. Puncak kekecewaan adalah jika klub favoritnya dikalahkan klub rivalnya. Seperti yang dialami Liverpool yang gagal juara EPL musim ini karena kalah 1 point dari ManCity. Lebih menyakitkan Inter Milan yang di babak akhir ditelikung rival sekotanya AC Milan. Fans Milan Biru harus berduka digagalkan oleh seteru mereka :  Milan Merah.

Ingin melihat kegagalan tim lain kelihatannya sepele, hanya dalam pertandingan sepakbola. Yang tidak disadari sikap ini berimbas pada tingkat paradigma (pola pikir) yang negatif. 

Disingkat SMOS yaitu "Senang Melihat Orang lain (klub lain) Susah" dan "Susah Melihat Orang lain (klub lain) Senang". Ini adalah wujud sikap hasad (dengki). Lebih luas lagi sikap "Win-Lose" ini membuat konflik dalam hubungan antar manusia. Mengarah pada "Zero-sum game" : situasi di mana keuntungan yang dimenangkan oleh salah satu pihak atas kekalahan pihak lain. 

Jelas dampak negatif dari sikap mental fans klub ini harus disadari dan dikoreksi. Memang sulit, tapi untuk kebaikan diri kita sendiri.. harus bermental "siap menang" dan "siap kalah". Perlu legowo jika klub kita kalah karena memang bermain buruk. Lebih bisa "menerima kenyataan" hasil buruk pertandingan. Sedapat mungkin tidak membiarkannya menghancurkan mood dan menyerap habis energi kita (energy sucker). Berprinsip "That just a game. Not my life".

 *Pandji Kiansantang, Jakarta, 26 Mei  2022, seorang fans Liverpool, 3 hari menjelang "super big match" Final Liga Champions UEFA antara Liverpool vs Real Madrid, 29 Mei 2022 di Paris 

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Dok. pribadi
Dok. pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun