Mohon tunggu...
Pandji Kiansantang
Pandji Kiansantang Mohon Tunggu... Penulis - "Bahagia Membahagiakan Sesama"

Menulis itu Membahagiakan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Meniadakan "Post Power Syndrome"

28 Agustus 2021   02:55 Diperbarui: 28 Agustus 2021   03:00 1023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu ketika berkarir selama 21 tahun di sebuah perusahaan besar, saya bagai "orang penting" (VIP). Dikenal oleh seribuan karyawan, dari Direksi sampai Satpam. 

Berjalan di lingkungan perusahaan pasti ditegur sapa. "Siapa yang tidak kenal dengan Pak Pandji" ? begitulah yang dikatakan banyak orang di perusahaan.

Sampai 3 tahun lalu, saya memutuskan untuk resign dan "Hijrah" ke Bali sejak 2 bulan lalu. Saya sudah siap secara mental untuk itu. Sebagai Corporate Culture & CSR Manager yang sering mengajar di perusahaan, saya selalu bilang ke karyawan bahwa hidup ini bagai "rollercoaster"... ada waktunya kita "di atas" dan ada waktunya kita "di bawah". 

Masa kejayaan itu dipergilirkan di antara manusia. Makanya ketika lagi menjabat, jangan jumawa dan sombong. Harus rendah hati (low profile) dan banyak membantu orang-orang yang "di bawah" karena bagaimanapun kita bisa berada "di atas" itu karena bantuan dan dukungan dari bawahan kita.

"From Somebody to NObody". Kini di Bali, saya "bukan siapa-siapa"... hanya dikenal sebagai seorang "Turis dari Jakarta". Buat saya, tidak dikenal justru membuat gerak lebih leluasa dan hidup lebih nyaman. Merdeka beraktivitas dan berekspresi... menjadi "Manusia Merdeka"...

"From Hero to Zero"... belajar "menihil-kan diri". Mengosongkan cawan ilmu di diri sehingga dapat mengisi berbagai ilmu baru dalam kehidupan. Ketika "Murid" siap, maka "Guru" ada dimana-mana... Babak baru petualangan hidup yang mengasyikkan dimulai!

Apakah saya mengalami "Post Power Syndrome"?... apaan tuh? Yang ada pada saya setelah tidak menjabat adalah "Post Power Happiness"!

Benarlah kata pejuang H. Agus Salim "Memimpin adalah Menderita". Begitu besar Amanah dan Tanggungjawab, serta begitu besar harapan pasa diri kita dari orang-orang yang kita pimpin. Overwork, overthinking tidak terhindarkan. 

Apalagi jika kita berorientasi pada bawahan, selalu memikirkan bagaimana memajukan dan membahagiakan mereka (sangat beda jika berorientasi pada kekuasaan dan jabatan... lebih menjadi "Boss" daripada "Pemimpin").

Jabatan dan Kekuasaan itu Amanah (kepercayaan) temporer, "titipan" sementara. Jangan sampai kecanduan sehingga "haus kekuasaan" dan "gila jabatan"... jika itu yang terjadi, ketika sudah tidak lagi menjabat dan pensiun, akan menderita "post power syndrome"...  merasa tidak lagi dihormati dan dihargai, merasa "kecil" karena tidak dianggap lagi "penting".

Harta dan Tahta menimbulkan "Kemelekatan"... yang membuat banyak pejabat di pemerintahan maupun swasta, tak bisa hidup tanpanya. Dianggap sebagai tolok ukur kesuksesan, standar "orang sukses".

Padahal "mengidentikkan diri" dengan Harta dan Tahta adalah suatu kesalahan besar, karena keduanya adalah fana. 

Ketika Tahta dan Harta sirna, maka merasa diri kehilangan "segalanya"... hidup menjadi hampa, merasa bagai "mati" sebelum kematian sesungguhnya... ibarat butiran debu yang diterpa angin kehidupan... Dust in the Wind.

ilustrasi pribadi
ilustrasi pribadi

*Pandji Kiansantang, H71 Bali, 28 Agustus 2021 @ Ubud

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun