Mohon tunggu...
Pandji Kiansantang
Pandji Kiansantang Mohon Tunggu... Penulis - "Bahagia Membahagiakan Sesama"

Menulis itu Membahagiakan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Belajar Menjadi "Pejuang Silaturahmi"

31 Mei 2021   07:53 Diperbarui: 31 Mei 2021   07:56 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waduh Mandiri Mobile-ku bermasalah. Jadi tak bisa beli tiket. Pilihannya, sambil nonton final Liga Champions, packing seadanya dengan ransel. Saya bilang ke istriku, pagi2 jam 6, kita langsung ke counter Cititrans untuk beli tiket on the spot. Alhamdulillah, setelah Subuh jam 5 dan siaran sepakbola tuntas, ketika cek lagi availability tiket travel shuttle bus, ada kabar gembira. Tiket yang jam 06.00 tinggal 1 seat, jadi tak dipesan karena kami pergi berdua. Ternyata yang Cititrans jam 06.00 masih available dan cara pembayaran Transfer dengan BCA sudah bisa (hore.. dia "sudah bangun" ), maka kita bisa mengamankan 2 tiket ke Bandung... leganya. 

Grasak grusuk.. mandi dan menyelesaikan packing.. dan tak lupa "pamitan" dengan kucing2 tersayang (Yes, we are Cat-lovers couple ). Pesan Taxy Bluebird yang tiba jam 06.10. Tiba di counter Cititrans di Bulevar Barat Kelapa  Gading pada jam... 06.28... 2 menit jelang keberangkatan. Nyaris... 

Beruntungnya ternyata kita hanya berdua penumpang shuttle bus dengan kapasitas 7 orang. Nyaman.. serasa "private" shuttle bus.  Jam 06.30 berangkat, mobil yang disopiri Pak Usep melancar mulus ke Bandung pada Minggu pagi itu... hanya 1 jam 50 menit... Itu REKOR tercepat saya seumur hidup pergi Jakarta - Bandung  

Dokpri
Dokpri
Naik tol elevated dan lancar jaya. Tiba di tujuan di Cititrans Dipati Ukur, Bandung dekat kampus Unpad... pada jam 08.22... lebih cepat 40 menit dari jadwal kedatangan. Alhamdulillah, bukan hanya kita TIDAK tertinggal upacara pemakaman jam 10.00, tapi bisa makan pagi dulu di Bandung dan bisa menunggu kedatangan rombongan pembawa jenazah Kak Aeh di TPU Sirnaraga. Memungkinkan saya membuat Dokumentasi Video prosesi pemakaman. Dan sepulang dari pemakaman, menginap di rumah adik almarhum, Kak Themmy Fatimah di Antapani. Nuhun Kak Themmy  

Dokpri
Dokpri
Merunut jalannya peristiwa... Jika pada malam minggu, saya tidak "memaksa diri" untuk begadang demi nonton final Liga Champions jam 2 dinihari, kemungkinan besar, saya baru melihat pesan WA tentang wafatnya Kang Aeh dan jadwal pemakamannya, pada jam 5 pagi ketika bangun Subuh... dan bisa jadi itu sudah telat untuk packing dan memesan tiket... 

Mengapa saya "ngotot" pergi ke Bandung (oh ya, ini adalah perjalanan PERTAMA kita ke LUAR Jabodetabek sejak Pandemi tahun lalu) dan menghadiri pemakaman Kang Aeh ? Mengapa tak hanya mengirimkan Doa dan berbelasungkawa dari Jakarta? Toh suasana pandemi yang membatasi mobilitas membuat orang "maklum" jika kita tidak berpergian....

 Jawabnya adalah itu adalah peristiwa sekali seumur hidup. Momen kita bisa berkumpul bersama ("menyambung silaturahmi") dengan keluarga besar (Baraya) ...dalam suasana DUKA CITA (selain menghadiri pernikahan dalam suasana SUKA CITA ) 

Kita harus "memaksakan diri" memberikan penghormatan terakhir pada almarhum. Kami sudah setahun tidak pertama ketemu Kang Aeh (terakhir ngobrol bareng dan berfoto bersama keluarga Pandji pada perkawinan putrinya Kak Armyn Julizarmansyah pada 5 Januari 2020 (sebelum pandemi) di Hotel Malaka, Jl. Halimun, Bandung.

Dokpri
Dokpri
 Lagi pula "mengantar jenazah" adalah KEWAJIBAN seorang muslim terhadap muslim lainnya. Menyaksikan secara langsung jenazah almarhum diturunkan ke liang lahat, Mendoakan almarhum di pusaranya dan membesarkan hati keluarga yang ditinggalkan (dan diminta pihak keluarga untuk menyampaikan "taushiah" pada acara pemakaman serta menghadiri Tahlilan hari pertama pada malam harinya di rumah Astrid)... itu adalah momen-momen BERHARGA yang mengiringi kenangan baikku pada  Kang Aeh.

 Apalagi menyempatkan diri berziarah ke makam orangtua Kang Aeh : Wa' Wienani Achmad dan Wa' Achmad yang makam berdekatan dengan makam Kang Aeh... sungguh menggugah kenangan betapa sayangnya Papaku, alm. H. Pandji Denny (1930-1996) kepada kakak wanita satu-satunya Wa' Wiwien... 

Dokpri
Dokpri
Kuhanya berharap semoga Papa dan Mama (yang dalam keluarga besar terkenal sebagai "Pejuang Silaturahmi") "tersenyum" melihat putra bungsunya, si bontot Kenny... akhirnya... dapat mengikuti jejaknya menyambung silaturahmi keluarga besar... Berkat Teladan dari Orangtua... Yang kulakukan ini adalah BUKTI betapa Papa dan Mama telah mendidik kami, anak-anaknya, dengan BENAR Alfatihah untuk Papa dan Mama 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun