Mohon tunggu...
P Joko Purwanto
P Joko Purwanto Mohon Tunggu... Guru - Teacher

Becoming added value for individual and institute, deeply having awareness of personal branding, being healthy in learning and growth, internal, external perspective in order to reach my vision in life, and increasingly becoming enthusiastic (passion), empathy, creative, innovative, and highly-motivated.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Makna Yubileum 2025 dalam Kehidupan Umat Katolik

20 Desember 2024   23:19 Diperbarui: 20 Desember 2024   23:19 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Pope Francis announces 2025 Jubilee Year theme: ‘Holy Year of Hope’/https://www.voaindonesia.com)

Yubileum adalah waktu rahmat yang istimewa, sebuah undangan ilahi bagi umat beriman untuk memperbarui hubungan dengan Allah, sesama, dan seluruh ciptaan. Dalam tradisi Gereja Katolik, Yubileum tidak sekadar perayaan rutin, melainkan sebuah kesempatan teologis yang mendalam untuk merenungkan kasih Allah yang tanpa batas dan mengalami transformasi batin melalui pertobatan dan rekonsiliasi.

Setiap elemen Yubileum—ziarah, doa, liturgi, pengakuan iman, indulgensi, hingga pembukaan Pintu Suci—mengandung simbolisme spiritual yang mengarah pada pemulihan dan penyucian hidup. Dalam terang iman, umat Katolik diajak untuk memasuki dimensi rohani yang lebih dalam, meneladani Kristus Sang Gembala Baik, dan memperbarui komitmen untuk hidup kudus sesuai panggilan sebagai anggota Tubuh Kristus.

Dengan memahami Yubileum sebagai anugerah ilahi, umat beriman diajak melampaui ritualitas dan menyelami maknanya yang transformatif, yaitu meneguhkan keyakinan bahwa Allah selalu setia menyertai perjalanan kita menuju keselamatan. Ini adalah momen untuk merayakan belas kasih-Nya yang melimpah, merangkul pengampunan, dan membagikan damai yang kita terima kepada dunia.

Apa itu Yubileum?

Yubileum adalah sebutan bagi tahun yang istimewa, yang namanya berasal dari alat musik tiup, yobel (tanduk domba jantan), yang digunakan untuk menandai pembukaannya. Dalam tradisi Yahudi, yobel dipakai untuk memaklumkan Hari Pendamaian (Yom Kippur), sebuah hari raya yang dirayakan setiap tahun. Namun, ketika hari raya ini menjadi awal dari Tahun Yubileum, maknanya menjadi lebih mendalam.

Dalam Kitab Suci, konsep Tahun Yubileum pertama kali dijelaskan dalam Kitab Imamat (Im 25:8-13). Setiap 50 tahun, setelah tujuh kali siklus tujuh tahun (49 tahun), umat Israel dipanggil untuk merayakan Tahun Yubileum. Meskipun pelaksanaannya tidak mudah, Yubileum ini dimaksudkan sebagai momen untuk memperbarui hubungan yang benar dengan Allah, sesama, dan seluruh ciptaan. Perayaan ini mencakup penghapusan utang, pengembalian tanah yang dirampas, dan membiarkan ladang beristirahat sebagai tanda pengakuan akan kedaulatan Allah atas segala sesuatu.

Dalam Injil Lukas, Yesus merujuk pada nubuat nabi Yesaya untuk menjelaskan misi-Nya: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (Luk 4:18-19; bdk. Yes 61:1-2). Yesus menghidupi misi ini melalui tindakan kasih-Nya sehari-hari, yang membawa pembebasan dan perubahan hati.

Dalam tradisi Gereja Katolik, Yubileum pertama kali dicanangkan oleh Paus Bonifasius VIII pada tahun 1300 dan dikenal sebagai Tahun Suci, karena menjadi waktu di mana kekudusan Allah mengubah hidup umat-Nya. Frekuensi Tahun Suci telah mengalami perubahan: awalnya dirayakan setiap 100 tahun, lalu pada 1343 Paus Klemens VI menguranginya menjadi 50 tahun, dan akhirnya pada 1470 Paus Paulus II menetapkan perayaan setiap 25 tahun. Selain Tahun Suci biasa, ada juga Yubileum Luar Biasa, seperti pada tahun 1933 saat Paus Pius XI memperingati 1900 tahun penebusan, dan pada tahun 2015 ketika Paus Fransiskus memproklamasikan Tahun Kerahiman.

Cara merayakan Tahun Yubileum juga berkembang dari waktu ke waktu. Awalnya, umat diundang melakukan ziarah ke Basilika Santo Petrus dan Santo Paulus di Roma. Kemudian, tanda-tanda lain seperti Pintu Suci ditambahkan. Bagi yang berpartisipasi dalam Tahun Suci dengan sikap tobat dan iman, Gereja memberikan indulgensi penuh sebagai tanda kasih karunia Allah yang melimpah.

Ciri-Ciri Yubileum

1. Ziarah

Yubileum mengundang kita untuk memulai sebuah perjalanan, melintasi batas-batas, baik fisik maupun spiritual. Perjalanan ini bukan sekadar perpindahan tempat, tetapi juga sebuah transformasi diri. Oleh karena itu, persiapan menjadi bagian penting dari ziarah ini—merencanakan rute, mengenal tujuan, dan mempersiapkan hati untuk memulai langkah. Dalam arti ini, ziarah Yubileum dimulai bahkan sebelum perjalanan fisik terjadi, yakni saat keputusan untuk melangkah pertama kali diambil.

Kata "ziarah" berasal dari bahasa Latin per ager yang berarti "melintasi ladang," atau per eger yang berarti "melintasi batas." Keduanya menggambarkan esensi perjalanan ziarah: sebuah komitmen untuk keluar dari zona nyaman menuju pengalaman baru yang memperkaya iman.

Kitab Suci memberikan banyak gambaran tentang perjalanan iman. Abraham, misalnya, dipanggil Allah untuk meninggalkan tanah kelahirannya: "Pergilah dari negerimu, dari sanak saudaramu, dan dari rumah bapamu" (Kejadian 12:1). Perjalanan ini membawa Abraham ke Tanah Perjanjian, dan ia dikenang sebagai "seorang Aram pengembara" (Ulangan 26:5). Demikian pula, pelayanan Yesus dapat dipandang sebagai perjalanan dari Galilea menuju Yerusalem: "Ketika hampir tiba waktunya Ia diangkat ke surga, Ia memantapkan hati-Nya untuk pergi ke Yerusalem" (Lukas 9:51). Sebagai murid Kristus, kita dipanggil untuk mengikuti jejak-Nya, memulai perjalanan iman bersama-Nya.

Ziarah adalah pengalaman yang berlangsung secara bertahap, melibatkan berbagai rute, tempat, dan momen berharga. Dalam perjalanan ini, kita menemukan kesempatan untuk belajar, merenung, dan bertumbuh melalui katekese, ritus suci, dan liturgi. Para pendamping perjalanan sering kali memberikan wawasan baru yang memperkaya pemahaman kita. Kontemplasi atas ciptaan juga menjadi bagian dari ziarah ini, membantu kita menyadari bahwa merawat ciptaan adalah bentuk iman dan ketaatan kepada kehendak Allah (Paus Fransiskus, Surat untuk Yubileum 2025).

Ziarah juga merupakan pengalaman pertobatan, suatu proses transformasi diri menuju kekudusan Allah. Dalam perjalanan ini, kita belajar memahami perjuangan mereka yang, karena berbagai alasan, harus meninggalkan tanah kelahiran mereka demi mencari kehidupan yang lebih baik bagi diri mereka dan keluarga. Dengan demikian, ziarah bukan hanya perjalanan pribadi, tetapi juga kesempatan untuk merasakan solidaritas dan belas kasih terhadap sesama.

2. Pintu Suci

Pintu Suci memiliki makna simbolis yang mendalam, menjadi tanda paling kuat dalam perayaan Yubileum. Melalui pintu ini, para peziarah menjalani momen istimewa yang menggambarkan inti dari perjalanan rohani mereka. Pembukaan Pintu Suci oleh Paus menandai dimulainya Tahun Suci secara resmi. Awalnya, hanya ada satu Pintu Suci di Basilika Santo Yohanes Lateran, katedral Uskup Roma. Namun, untuk memberikan kesempatan kepada lebih banyak umat beriman, Pintu Suci kemudian juga dibuka di basilika-basilika utama Roma lainnya, bahkan di katedral dan co-katedral di seluruh dunia.

Melangkah melewati ambang Pintu Suci adalah tindakan iman yang menggambarkan ajakan Kristus seperti tertulis dalam Injil Yohanes: "Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan diselamatkan dan ia akan masuk dan keluar serta menemukan padang rumput" (Yohanes 10:9). Tindakan ini mencerminkan keputusan untuk mengikuti Yesus dan membiarkan diri dibimbing oleh-Nya sebagai Gembala Baik. Pintu Suci adalah simbol transisi menuju tempat yang kudus—sebuah pengingat bahwa gereja bukan hanya ruang suci, tetapi juga simbol persekutuan umat beriman dengan Kristus.

Gereja adalah tempat perjumpaan, dialog, rekonsiliasi, dan damai. Di sana, umat Allah dipersatukan dalam iman, saling menyapa dalam cinta kasih, dan merasakan kehadiran Tuhan yang hidup. Memasuki gereja melalui Pintu Suci adalah ajakan untuk merenungkan panggilan kita sebagai bagian dari komunitas iman yang setia.

Di Roma, pengalaman ini memiliki makna yang lebih mendalam karena hubungan istimewa antara Kota Abadi ini dengan Santo Petrus dan Santo Paulus, dua rasul yang mendirikan komunitas Kristen pertama di sana. Makam keduanya, yang terletak di Roma, menjadi saksi iman mereka hingga kemartiran, serta menjadi sumber inspirasi rohani yang terus mengalir hingga saat ini. Bersama dengan katakomba, situs-situs suci ini mengundang setiap peziarah untuk merenungkan teladan hidup mereka yang telah membangun Gereja Universal.

3. Rekonsiliasi

Tahun Yubileum adalah lambang rekonsiliasi, sebuah “waktu yang berkenan” (bdk. 2 Korintus 6:2) untuk pertobatan. Melalui perayaan ini, umat beriman diundang untuk menempatkan Allah sebagai pusat kehidupan, bertumbuh dalam iman, dan mengakui keutamaan-Nya atas segala sesuatu. Seruan Kitab Suci untuk memulihkan keadilan sosial dan menghormati bumi berakar pada kenyataan teologis: jika Allah adalah pencipta semesta, maka Ia harus menjadi prioritas utama di atas segala kepentingan duniawi. Allah sendiri yang menjadikan tahun ini kudus, dengan menganugerahkan kekudusan-Nya kepada umat-Nya.

Seperti yang ditegaskan oleh Paus Fransiskus dalam bulla Tahun Suci Luar Biasa 2015, “Kerahiman tidak bertentangan dengan keadilan, melainkan mencerminkan cara Allah mendekati orang berdosa, memberikan kesempatan baru untuk mengenali dirinya, bertobat, dan percaya. [...] Keadilan Allah adalah kerahiman-Nya yang diberikan kepada semua orang sebagai anugerah yang mengalir dari wafat dan kebangkitan Yesus Kristus. Maka, salib Kristus adalah penghakiman Allah atas kita semua dan atas dunia, karena melaluinya Ia menawarkan kepastian cinta dan kehidupan baru” (Misericordiae Vultus, 21).

Secara praktis, rekonsiliasi terwujud melalui penerimaan sakramen tobat. Tahun Yubileum menjadi kesempatan istimewa untuk menegaskan kembali nilai pengakuan dosa dan merasakan secara mendalam sabda pengampunan Allah yang pribadi. Beberapa gereja Yubileum bahkan dibuka sepanjang waktu untuk memfasilitasi penerimaan sakramen ini. Umat diajak mempersiapkan diri dengan bimbingan rohani, sehingga pengakuan dosa menjadi pengalaman pembaruan yang sejati.

Melalui rekonsiliasi, umat beriman diajak untuk berdamai, bukan hanya dengan Allah, tetapi juga dengan diri sendiri, sesama, dan seluruh ciptaan. Hal ini menjadi wujud nyata dari kasih Allah yang membebaskan dan memperbarui kehidupan setiap orang yang kembali kepada-Nya.

4. Doa

Doa adalah jembatan yang menghubungkan hati manusia dengan kehadiran dan kasih Allah. Di dalam inti setiap doa terdapat kerinduan untuk membuka diri terhadap Allah, menerima cinta-Nya, dan kembali kepada-Nya. Roh Kudus, yang adalah Roh Putra Allah, menggerakkan komunitas Kristen untuk berdoa, memampukan setiap pribadi untuk mendekat kepada Bapa. Yesus sendiri telah mengajarkan doa yang sempurna, Doa Bapa Kami, yang dijelaskan secara mendalam dalam Katekismus Gereja Katolik (bdk. KGK 2759-2865).

Tradisi Gereja juga memberikan doa-doa lain, seperti Salam Maria, yang menuntun umat beriman menemukan kata-kata untuk menyapa Allah. Seperti dinyatakan dalam Katekismus: “Melalui Tradisi yang hidup, Roh Kudus dalam Gereja mengajar anak-anak Allah untuk berdoa” (KGK 2661).

Dalam perjalanan ziarah Yubileum, doa menjadi teman setia yang membawa peziarah mendekat kepada Allah. Mazmur menggambarkan dengan indah, “Berbahagialah orang yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah” (Mazmur 84:6). Sepanjang perjalanan, tersedia berbagai kesempatan untuk beristirahat dan memperbarui jiwa, terutama di tempat-tempat suci seperti kapel, gereja, atau situs rohani lainnya. Di lokasi-lokasi ini, peziarah tidak hanya menemukan kedamaian, tetapi juga kesadaran bahwa banyak orang kudus telah melintasi jalan yang sama, meninggalkan jejak iman yang menginspirasi.

Dengan demikian, doa dalam ziarah bukan hanya aktivitas pribadi, tetapi juga pengalaman kebersamaan dengan umat beriman sepanjang zaman. Jalan menuju Roma, misalnya, telah dilalui oleh banyak santo dan santa yang menjadi teladan hidup iman. Doa mengingatkan kita bahwa dalam perjalanan iman, kita tidak pernah berjalan sendirian, tetapi senantiasa ditemani oleh Allah yang setia dan oleh persekutuan para kudus.

5. Liturgi

Liturgi adalah doa publik Gereja, suatu perayaan iman yang menjadi puncak dari seluruh kegiatan Gereja dan, pada saat yang sama, sumber kekuatan hidupnya. Konsili Vatikan II menegaskan hal ini dengan menyatakan bahwa liturgi adalah “puncak yang menjadi tujuan seluruh kegiatan Gereja; sekaligus sumber dari mana seluruh kekuatannya mengalir” (Sacrosanctum Concilium, 10). Inti dari liturgi Kristen adalah Misa, perayaan Ekaristi, di mana Tubuh dan Darah Kristus sungguh diterima. Dalam perayaan ini, Kristus yang bangkit hadir sebagai peziarah yang berjalan bersama umat-Nya, seperti ketika Ia mendampingi murid-murid-Nya dalam perjalanan ke Emaus, membuka rahasia Bapa, hingga mereka berseru, “Tinggallah bersama kami, sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam” (Lukas 24:29).

Salah satu ritus liturgi khas Tahun Yubileum adalah pembukaan Pintu Suci. Hingga abad ke-20, pembukaan ini diawali dengan Paus yang secara simbolis memulai penghancuran tembok yang menutup Pintu Suci pada tahun-tahun non-Yubileum. Setelah itu, para pekerja melanjutkan membongkar seluruh tembok hingga pintu dapat dibuka. Namun, sejak tahun 1950, prosesi ini berubah. Tembok kini dihapus sebelumnya, dan dalam liturgi yang megah, Paus mendorong pintu tersebut dari luar, menjadi peziarah pertama yang melintasinya.

Liturgi-liturgi seperti pembukaan Pintu Suci dan berbagai perayaan lain dalam Tahun Yubileum menegaskan bahwa ziarah Yubileum bukan sekadar tindakan pribadi, tetapi merupakan lambang perjalanan seluruh umat Allah menuju Kerajaan Surga. Dalam liturgi, umat beriman berkumpul sebagai satu tubuh, merayakan dan memperbaharui iman mereka bersama-sama. Liturgi bukan hanya perayaan sakral, tetapi juga undangan untuk berjalan bersama Kristus, Sang Peziarah Agung, menuju kehidupan yang kekal.

6. Pengakuan Iman

Pengakuan iman, yang juga dikenal sebagai "Simbol Iman," merupakan tanda identitas bagi mereka yang telah dibaptis. Dalam pengakuan iman, umat beriman mengungkapkan inti pokok keyakinan mereka, merangkum kebenaran utama yang diterima dan dihidupi sejak hari pembaptisan hingga sepanjang hidup, dalam kesatuan dengan seluruh komunitas Kristen.

Ada berbagai bentuk pengakuan iman yang mencerminkan kekayaan pengalaman perjumpaan dengan Yesus Kristus. Namun, secara tradisional, dua pengakuan iman memiliki tempat istimewa dalam Gereja. Pertama, pengakuan iman baptis dari Gereja Roma, dan kedua, Kredo Nikea-Konstantinopel, yang dirumuskan pada Konsili Nikea tahun 325 dan disempurnakan dalam Konsili Konstantinopel tahun 381.

Dalam Surat kepada Jemaat di Roma, Santo Paulus menulis, “Jika kamu mengaku dengan mulutmu bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Sebab dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan” (Roma 10:9-10). Ayat ini menegaskan bahwa menyatakan misteri iman bukan hanya soal kata-kata, melainkan memerlukan pertobatan mendalam yang mencakup pemahaman baru tentang Allah, diri sendiri, dan dunia.

Mengucapkan Kredo dengan iman adalah sebuah tindakan masuk ke dalam persekutuan dengan Allah Tritunggal – Bapa, Putra, dan Roh Kudus – sekaligus dengan Gereja, yang telah mewariskan iman tersebut kepada kita. Sebagaimana dinyatakan dalam Katekismus Gereja Katolik, “Mengucapkan Kredo dengan iman berarti masuk ke dalam persekutuan dengan Allah Tritunggal dan seluruh Gereja yang mentransmisikan iman kepada kita, di tengah-tengahnya kita percaya” (KGK 197).

Pengakuan iman dalam konteks Yubileum menjadi pengingat bahwa iman yang kita wartakan adalah panggilan untuk hidup dalam kesatuan dan komitmen kepada Allah serta sesama. Hal ini menjadi landasan bagi perjalanan rohani yang terus membawa kita semakin dekat kepada Allah dan Kerajaan-Nya.

7. Indulgensi

Indulgensi Yubileum merupakan wujud nyata dari belas kasih Allah, yang melampaui batas-batas keadilan manusia dan mentransformasikannya. Harta rahmat ini masuk ke dalam sejarah manusia melalui kesaksian Yesus dan para kudus. Dengan hidup dalam persekutuan bersama mereka, harapan kita akan pengampunan dosa diperkuat hingga menjadi kepastian yang kokoh. Indulgensi Yubileum memberikan kebebasan bagi hati kita dari beban dosa, karena pengampunan atas kerugian yang disebabkan oleh dosa kita diberikan secara cuma-cuma dan melimpah.

Dalam praktiknya, pengalaman akan belas kasih Allah ini diwujudkan melalui tindakan-tindakan rohani yang ditunjukkan oleh Paus. Bagi mereka yang tidak dapat melakukan ziarah Yubileum karena sakit atau keadaan lain, mereka tetap diundang untuk ambil bagian dalam gerakan rohani yang menyertai tahun Yubileum. Hal ini dapat dilakukan dengan mempersembahkan penderitaan hidup sehari-hari mereka dan berpartisipasi dalam perayaan Ekaristi.

Indulgensi menjadi sarana yang mengingatkan kita bahwa rahmat Allah selalu hadir, siap menyembuhkan luka-luka batin, dan memulihkan relasi kita dengan-Nya serta dengan sesama. Dalam semangat Yubileum, indulgensi adalah panggilan bagi kita untuk menerima belas kasih Allah dengan hati terbuka dan membagikannya melalui kehidupan yang penuh kasih dan pengampunan.

Sebagai umat Katolik, Tahun Yubileum 2025 adalah panggilan untuk menjadikan iman sebagai aksi nyata dalam hidup sehari-hari. Momen istimewa ini mengundang kita tidak hanya untuk merayakan belas kasih Allah, tetapi juga untuk hidup dalam semangat pertobatan, rekonsiliasi, dan pelayanan. Dengan memperbaharui iman, kita diajak untuk menjadi saksi Kristus yang hidup, menaburkan benih Injil dalam keluarga, masyarakat, dan dunia, serta memupuk komitmen terhadap keadilan, perdamaian, dan kelestarian ciptaan.

Konsekuensi iman selama Yubileum bukan hanya serangkaian ritual atau perayaan rohani, tetapi lebih dari itu, menjadi undangan bagi kita untuk menjalani kehidupan yang mencerminkan kasih Allah yang tanpa syarat. Setiap tindakan kasih, pengampunan, dan kerendahan hati adalah bagian dari partisipasi kita dalam misi Gereja untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia ini.

Dalam semangat ziarah, doa, dan perayaan liturgi selama Tahun Yubileum, marilah kita menjadi pembawa harapan bagi sesama, terutama bagi mereka yang menderita, tertindas, atau tersisih. Dengan demikian, kita tidak hanya merayakan Yubileum, tetapi juga menghidupi panggilan Gereja sebagai umat Allah yang kudus dan setia.

Marilah kita berdoa.

Doa Yubileum

Bapa di surga,

semoga iman yang Kau berikan kepada kami

melalui Putra-Mu, Yesus Kristus, saudara kami,

dan api cinta kasih yang dinyalakan

di hati kami oleh Roh Kudus,

membangkitkan kembali pengharapan mulia

akan kedatangan Kerajaan-Mu.

Semoga rahmat-Mu mengubah kami

menjadi penabur benih Injil yang tak kenal lelah.

Kiranya benih itu mengubah dari dalam,

baik umat manusia maupun seluruh kosmos,

dalam harapan yang pasti

akan langit baru dan bumi baru,

ketika kuasa-kuasa jahat dikalahkan

dan kemuliaan-Mu bersinar selamanya.

Semoga rahmat Yubileum

membangkitkan dalam diri kami, para Peziarah Harapan,

kerinduan akan harta surgawi.

Semoga rahmat yang sama itu menyebarkan

sukacita dan damai Penebus kami

ke seluruh bumi.

Bagi-Mu, Allah kami, yang diberkati selama-lamanya,

segala kemuliaan dan pujian, kini dan selamanya.

Amin.

(Paus Frasiskus)

Reference

Pontifical Council for the Promotion of the New Evangelization. (n.d.). Signs of the Jubilee. Jubilee 2025. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun