Mohon tunggu...
P Joko Purwanto
P Joko Purwanto Mohon Tunggu... Guru - Teacher

Becoming added value for individual and institute, deeply having awareness of personal branding, being healthy in learning and growth, internal, external perspective in order to reach my vision in life, and increasingly becoming enthusiastic (passion), empathy, creative, innovative, and highly-motivated.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

10 Kunci Krusial Kepemimpinan Instruksional dalam Mengimplementasikan PBL

13 November 2023   23:30 Diperbarui: 13 November 2023   23:50 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://edtech4beginners.com/2016/08/04/what-is-project-based-learning/)

Pendahuluan: Membangun Fondasi Implementasi Problem-Based Learning (PBL)

Sejalan dengan berlakukanya Kurikulum Merdeka, pendidikan di Indonesia terus berkembang seiring dengan perubahan dinamis dalam tuntutan dan tantangan masyarakat. Dalam konteks ini, Problem-Based Learning (PBL) telah muncul sebagai pendekatan yang inovatif dan relevan untuk mempersiapkan siswa menghadapi dunia yang kompleks. Pentingnya memastikan keberhasilan implementasi PBL tidak hanya bergantung pada konsep dan metodologi semata, tetapi juga pada dukungan dan kesesuaian dengan visi serta tujuan utama institusi.

Dalam tulisan singkata ini, kita akan mengeksplorasi 10 (sepuluh) prinsip kepemimpinan institusional yang mendasari langkah-langkah strategis untuk membangun fondasi yang kokoh bagi implementasi PBL. Dari kesesuaian visi hingga perbaikan berkelanjutan, setiap prinsip memiliki peran khusus dalam menciptakan lingkungan belajar yang dinamis, relevan, dan berpusat pada siswa.

Mari kita memahami bagaimana pemimpin institusi dapat memandu perubahan dengan mengintegrasikan PBL dalam perencanaan strategis, memberikan pelatihan yang komprehensif untuk staf pengajar, mengalokasikan sumber daya dengan cerdas, dan melibatkan komunitas serta mitra industri. Fleksibilitas dan adaptabilitas juga menjadi kunci, memastikan bahwa institusi dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan PBL berdasarkan umpan balik dan tren pendidikan terkini.

Pentingnya menilai dan mengevaluasi keefektifan implementasi PBL tidak boleh diabaikan, dan budaya perbaikan berkelanjutan menjadi fondasi untuk meningkatkan strategi-strategi tersebut. Dengan menguraikan sepuluh prinsip ini, kita akan menjelajahi bagaimana pemimpin institusi dapat membentuk pendekatan holistik terhadap PBL, memastikan bahwa setiap langkah yang diambil benar-benar mencerminkan visi, memberikan dampak nyata pada mahasiswa, dan melibatkan semua pemangku kepentingan dengan cara yang berkelanjutan.

1. Kesesuaian Visi: Memastikan Kepemimpinan Institusi Sejalan dengan Implementasi Problem-Based Learning (PBL) 

Penting bagi pemimpin institusi pendidikan untuk memahami secara mendalam dan memastikan bahwa langkah-langkah menuju implementasi Problem-Based Learning (PBL) sesuai dengan visi dan tujuan inti institusi. Ini melibatkan penekanan pada kohesivitas antara visi kepemimpinan dan strategi implementasi PBL. Sebagai contoh, jika visi institusi menekankan persiapan siswa untuk tantangan dunia nyata, pemimpin harus memastikan bahwa PBL diintegrasikan secara konsisten untuk memajukan keterampilan pemecahan masalah dan kerjasama tim.

Misalkan sebuah sebuah sekolah memiliki visi untuk menciptakan lulusan yang tidak hanya memiliki pengetahuan akademis tetapi juga mampu menghadapi kompleksitas dunia kerja. Dalam konteks ini, pemimpin institusi perlu memastikan bahwa rencana implementasi PBL memprioritaskan skenario yang mencerminkan situasi dunia nyata dan memungkinkan siswa untuk mengembangkan keterampilan analitis dan kolaboratif. Dengan demikian, pemimpin institusi memastikan bahwa setiap langkah yang diambil dalam menerapkan PBL selaras dengan visi mereka untuk menciptakan pengalaman pendidikan yang sesuai dengan tuntutan zaman.

2.  Perencanaan Strategis: Menyertakan PBL dalam Perencanaan Strategis Institusi, Mempertimbangkan Tujuan Jangka Panjang, Alokasi Sumber Daya, dan Pengembangan Staf Pengajar.

Integrasi Problem-Based Learning (PBL) dalam perencanaan strategis institusi adalah langkah krusial yang membutuhkan pemahaman mendalam tentang bagaimana PBL dapat mendukung pencapaian tujuan jangka panjang. Ini melibatkan pemikiran sistematis tentang bagaimana PBL akan memengaruhi sumber daya, perkembangan staf pengajar, dan pencapaian tujuan institusi. 

Misalkan sebuah sekolah menengah atas memiliki tujuan jangka panjang untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah dan kreativitas siswa. Dalam perencanaan strategis, institusi tersebut memutuskan untuk menyertakan PBL sebagai metode inti pengajaran di semua mapel di sekolah. Alokasi sumber daya, termasuk pengadaan kasus PBL yang relevan dan teknologi pendukung, diintegrasikan ke dalam perencanaan anggaran tahunan. Selain itu, institusi mengadakan program pengembangan staf pengajar yang fokus pada strategi pengajaran PBL. Dengan cara ini, PBL terintegrasi secara menyeluruh dalam perencanaan jangka panjang, mendukung visi institusi untuk menciptakan lulusan yang siap menghadapi kompleksitas dunia nyata.

3. Pelatihan Staf Pengajar: Memberikan Pelatihan dan Dukungan Komprehensif untuk Integrasi Metodologi PBL dalam Praktik Mengajar.

Pelatihan staf pengajar dalam konteks Problem-Based Learning (PBL) memerlukan pendekatan komprehensif yang mencakup pemahaman konsep PBL, pengembangan materi ajar yang sesuai, dan penerapan strategi pengajaran yang mempromosikan pemikiran kritis. Ini melibatkan workshop, mentoring, dan sumber daya berkelanjutan untuk memastikan bahwa staf pengajar dapat mengintegrasikan PBL dengan efektif dan secara berkelanjutan. Pendekatan ini tidak hanya mencakup aspek teknis PBL tetapi juga mengajarkan cara menciptakan lingkungan kelas yang mendukung kolaborasi dan eksplorasi pemecahan masalah.

Misalnya, sebuah sekolah menengah mengadakan program pelatihan intensif bagi guru-gurunya untuk menerapkan PBL dalam pengajaran sehari-hari. Pelatihan mencakup studi kasus dari sekolah-sekolah lain yang telah berhasil mengadopsi PBL, sesi praktik langsung di kelas, dan bimbingan pribadi dari fasilitator berpengalaman. Selain itu, lembaga tersebut menyediakan platform daring yang berisi sumber daya pendukung, contoh rencana pelajaran PBL, dan forum diskusi antar guru untuk berbagi pengalaman dan strategi. Dengan pendekatan ini, lembaga mengamati peningkatan signifikan dalam kemampuan staf pengajar untuk mengintegrasikan PBL dengan efektif dalam berbagai mata pelajaran.

4. Alokasi Sumber Daya: Mengalokasikan Sumber Daya yang Cukup untuk Mendukung Implementasi PBL di Berbagai Disiplin Ilmu.

Alokasi sumber daya yang memadai adalah kunci keberhasilan implementasi Problem-Based Learning (PBL) di berbagai disiplin ilmu. Ini melibatkan pengalokasian dana untuk teknologi terkini, perbaikan fasilitas, dan penambahan personel yang mendukung inisiatif PBL. Selain itu, pemikiran strategis diperlukan dalam menentukan prioritas alokasi sumber daya untuk memastikan bahwa kebutuhan PBL diakomodasi secara merata dan efektif di seluruh institusi.

Sebuah sekolah menengah atas memutuskan untuk mengalokasikan sumber daya yang signifikan untuk mendukung implementasi PBL. Mereka menginvestasikan dalam teknologi pembelajaran interaktif, seperti simulasi dan platform kolaboratif daring. Sebagian dana juga dialokasikan untuk renovasi ruang kelas yang mendukung diskusi kelompok dan pemecahan masalah berbasis tim. Selain itu, universitas menambahkan staf pendukung khusus yang bertanggung jawab untuk mendukung pengembangan dan integrasi kurikulum PBL di semua mapel. Dengan langkah-langkah ini, institusi dapat menciptakan lingkungan yang mendukung dan memfasilitasi keberhasilan PBL di berbagai disiplin ilmu.

5. Penilaian dan Evaluasi: Pengembangan Mekanisme yang Kuat untuk Mengukur dan Menilai Keefektifan Implementasi PBM, Memastikan Perbaikan Berkelanjutan dan Kesesuaian dengan Standar Institusi.

Penting untuk memiliki mekanisme penilaian dan evaluasi yang cermat untuk mengukur keberhasilan implementasi Problem-Based Learning (PBL). Ini melibatkan pembuatan indikator yang jelas, seperti pencapaian tujuan pembelajaran, perkembangan keterampilan analitis, dan partisipasi mahasiswa. Evaluasi periodik harus dilakukan dengan ketat untuk mendapatkan umpan balik langsung dari staf pengajar dan mahasiswa. Mekanisme ini tidak hanya bertujuan untuk mengidentifikasi kelemahan, tetapi juga untuk merancang strategi perbaikan berkelanjutan yang mendukung evolusi PBL sesuai dengan standar institusi.

Sebuah sekolah menengah atas mengembangkan sistem evaluasi holistik untuk mengukur keefektifan PBL. Mereka menggunakan kombinasi evaluasi formatif dan sumatif yang melibatkan proyek kelompok, presentasi, dan penilaian individu. Selain itu, mereka menerapkan survei khusus yang mengumpulkan pandangan dari staf pengajar dan siswa tentang keberlanjutan PBL. Hasil evaluasi ini diintegrasikan ke dalam proses perbaikan berkelanjutan, di mana staf pengajar diberikan peluang untuk pelatihan tambahan dan penyesuaian kurikulum berdasarkan temuan evaluasi. Pendekatan ini memastikan bahwa implementasi PBL selalu diperbarui sesuai dengan kebutuhan dan standar institusi.

6. Pendekatan Berpusat pada Siswa: Prioritaskan Pengalaman Belajar Siswa melalui Lingkungan yang Mendorong Pemikiran Kritis, Kolaborasi, dan Keterampilan Pemecahan Masalah melalui PBL.

Pendekatan berpusat pada siswa dalam konteks Problem-Based Learning (PBL) menciptakan fondasi untuk pengalaman belajar yang menarik dan relevan. Fokus utama adalah menggali potensi kreatif dan analitis siswa dengan mendorong pemikiran kritis melalui solusi masalah. Lingkungan yang mendukung kolaborasi dan komunikasi efektif ditanamkan, memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan interpersonal dan pemecahan masalah secara tim.

Sebuah sekolah menengah atas menerapkan pendekatan berpusat pada siswa dengan mengintegrasikan PBL dalam Pembelajaran P5 mereka. Siswa diberikan tanggung jawab untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah dunia nyata dalam tim. Mereka memiliki akses ke mentor industri dan berpartisipasi dalam presentasi proyek di depan dewan penilai eksternal. Selain itu, sekolah melalui strukturalnya memfasilitasi forum diskusi antar siswa untuk merangsang pemikiran reflektif dan berbagi pengalaman. Dengan pendekatan ini, institusi memberikan pengalaman belajar yang lebih mendalam, meningkatkan keterlibatan siswa, dan mengembangkan keterampilan esensial untuk kehidupan profesional mereka.

7. Kolaborasi Interdisipliner: Mendorong Kolaborasi Antar Mapel untuk Pendekatan Pemecahan Masalah yang Holistik dan Interdisipliner.

Mendorong kolaborasi antar mapel atau disiplin ilmu lainnya membuka pintu untuk pendekatan pemecahan masalah yang holistik di dalam institusi. Ini melibatkan pembentukan tim lintas-disiplin, memungkinkan berbagai keahlian untuk bersatu dalam merumuskan solusi untuk tantangan kompleks. Dengan memotivasi staf pengajar dan siswa untuk bekerja bersama lintas batas disiplin, institusi menciptakan lingkungan yang mendukung inovasi dan pemikiran kreatif.

Sebuah sekolah menengah atas mengimplementasikan program kolaborasi interdisipliner dengan menyatukan para guru dari berbagai disiplin ilmu. Tim yang terdiri dari berbagai macam guru mapel tersebut bekerja bersama untuk menyelesaikan masalah sosial kompleks. Siswa diundang untuk bergabung dalam proyek-proyek ini sebagai bagian dari kurikulum mereka, menghadirkan pengalaman langsung dalam berkolaborasi lintas disiplin. Hasilnya adalah proyek-proyek inovatif yang menghasilkan solusi yang lebih komprehensif dan aplikatif. Dengan pendekatan ini, lembaga tersebut memberdayakan siswa dan staf pengajar untuk berkontribusi pada pemecahan masalah dengan cara yang mencerminkan kompleksitas dunia nyata.

8. Keterlibatan Komunitas: Membangun Hubungan dengan Masyarakat Lokal atau Mitra Industri untuk Meningkatkan Relevansi dan Aplikasi Dunia Nyata dari Skenario PBL. 

Membangun hubungan yang erat dengan masyarakat lokal atau mitra industri adalah langkah strategis dalam meningkatkan relevansi dan aplikasi dunia nyata dari skenario Problem-Based Learning (PBL). Ini melibatkan kolaborasi aktif dengan pihak luar institusi, seperti perusahaan, organisasi nirlaba, atau lembaga pemerintah, untuk memastikan bahwa proyek PBL mencerminkan tantangan nyata yang dihadapi oleh masyarakat atau industri setempat. Keterlibatan komunitas menghadirkan konteks nyata yang memperkaya pengalaman belajar siswa.

Sebuah sekolah menengah atas bekerja sama dengan industri lokal untuk mengembangkan skenario PBL yang terintegrasi dengan kebutuhan industri. Siswa diberikan proyek-proyek nyata yang diterapkan di lapangan, seperti mengembangkan solusi inovatif untuk masalah lingkungan (seperti halnya yang terjadi di Pembelajaran P5 - Tema Gaya Hidup Berkelanjutan) atau desain produk baru sesuai dengan permintaan pasar (Pembelajaran P5 - Tema Kewirausahaan). Mitra industri terlibat dalam mentoring siswa, memberikan umpan balik, dan bahkan menyediakan kesempatan magang. Melalui keterlibatan komunitas ini, sekolah menengah atas menciptakan jalur pembelajaran yang langsung terhubung dengan kebutuhan masyarakat dan industri setempat, memberikan nilai tambah yang signifikan pada pengalaman belajar siswa.

9. Fleksibilitas dan Adaptabilitas: Membangun Fleksibilitas dalam Struktur Institusi untuk Beradaptasi dengan Sifat Berkembangnya PBL, Menyesuaikan Perubahan Berdasarkan Umpan Balik, Penelitian, dan Tren Pendidikan yang Muncul.

Institusi yang sukses dalam implementasi Problem-Based Learning (PBL) perlu memiliki struktur yang fleksibel dan dapat beradaptasi. Ini melibatkan pengembangan kebijakan dan prosedur yang memungkinkan institusi untuk merespons perubahan dalam pendekatan PBL berdasarkan umpan balik pengguna, temuan penelitian terkini, dan evolusi tren pendidikan. Dengan meningkatkan fleksibilitas, institusi dapat memaksimalkan keberhasilan PBL tanpa terikat pada model atau strategi tertentu.

Sebuah sekolah menengah atas mengadopsi pendekatan fleksibel terhadap implementasi PBL dengan membentuk komite evaluasi berkala. Komite ini terdiri dari staf pengajar, administrator, dan perwakilan orang tua siswa yang secara rutin mengevaluasi efektivitas PBL. Berdasarkan temuan komite, institusi dapat membuat penyesuaian cepat dalam kurikulum, metode pengajaran, atau sumber daya yang dialokasikan. Selain itu, institusi ini memfasilitasi diskusi dan workshop berkala untuk staf pengajar agar dapat terus mengembangkan keterampilan mereka sejalan dengan perkembangan terbaru dalam PBL. Dengan pendekatan ini, institusi dapat mengikuti perubahan dinamis dalam dunia pendidikan dan memastikan PBL tetap relevan dan efektif.

10. Perbaikan Berkelanjutan: Menekankan Budaya Perbaikan Berkelanjutan, Pemimpin Institusi Secara Rutin Menilai dan Menyempurnakan Strategi Implementasi PBL untuk Memenuhi Kebutuhan dan Standar Pendidikan yang Berkembang.

Budaya perbaikan berkelanjutan dalam konteks Problem-Based Learning (PBL) membutuhkan keterlibatan aktif pemimpin institusi dan seluruh komunitas pendidikan. Ini melibatkan siklus terus-menerus dari penilaian, refleksi, dan tindakan perbaikan. Pemimpin institusi harus mempromosikan norma-norma yang mendorong inisiatif dan eksperimen, serta memfasilitasi komunikasi terbuka untuk mendengar umpan balik dari staf pengajar, siswa, dan pihak terkait.

Sebuah sekolah menengah atas menerapkan program perbaikan berkelanjutan yang melibatkan seluruh komunitas akademik. Setiap semester, mereka menyelenggarakan sesi evaluasi berbasis akademis, di mana staf pengajar berbagi pengalaman dan hasil dari penerapan PBL dalam kelas mereka. Pemimpin institusi menggunakan umpan balik ini untuk menentukan area peningkatan, termasuk pelatihan tambahan, penyempurnaan kurikulum, atau perubahan dalam pendekatan pengajaran. Selain itu, mereka mendorong partisipasi dalam konferensi pendidikan dan penelitian untuk memastikan bahwa institusi selalu mengikuti tren terbaru dalam PBL. Dengan cara ini, sekolah menciptakan budaya yang responsif dan dinamis, memastikan keberlanjutan dan peningkatan terus-menerus dalam implementasi PBL.

Kesimpulan: Menyatukan Fondasi, Mewujudkan Transformasi Pendidikan

Dalam mengejar visi pendidikan yang inovatif dan relevan, implementasi Problem-Based Learning (PBL) tidak hanya menjadi tugas, tetapi juga perjalanan menuju transformasi pendidikan. Dari kesesuaian visi hingga perbaikan berkelanjutan, 10 (sepuluh) prinsip kepemimpinan institusional telah membimbing langkah-langkah strategis untuk menciptakan fondasi yang kokoh bagi PBL.

Melalui perencanaan strategis yang terintegrasi, pemberian pelatihan komprehensif kepada staf pengajar, dan alokasi sumber daya yang cerdas, institusi membangun landasan untuk memberikan pengalaman belajar yang mendalam. Penilaian dan evaluasi yang kuat memberikan umpan balik berharga, memastikan perbaikan berkelanjutan yang sesuai dengan standar institusi.

Dengan mendekatkan pendekatan berpusat pada siswa dan mendorong kolaborasi interdisipliner, institusi membuka pintu menuju pengembangan pemikiran kritis, kolaborasi, dan keterampilan pemecahan masalah yang mendalam. Keterlibatan komunitas dan fleksibilitas dalam struktur institusi memperkuat relevansi PBL dengan dunia nyata.

Budaya perbaikan berkelanjutan menjadi pendorong utama untuk menjaga momentum transformasi. Pemimpin institusi yang berkomitmen secara rutin mengevaluasi dan menyempurnakan strategi implementasi PBL, memastikan bahwa pendidikan tetap responsif terhadap kebutuhan dan standar pendidikan yang terus berkembang.

Sebagai penutup, kita mengingat kata-kata Seneca, filsuf Romawi, "Non scholae sed vitae discimus," yang dapat diterjemahkan sebagai "Kita belajar bukan untuk sekolah, tetapi untuk hidup." Transformasi melalui PBL bukan hanya tentang pendidikan di kelas, tetapi juga mempersiapkan siswa untuk hidup, berkembang, dan berinovasi dalam dunia yang terus berubah. Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, kita membentuk masa depan pendidikan yang lebih baik dan lebih relevan.

Catatan tambahan:

Tabel Pengukuran Kesuksesan Implementasi Problem-Based Learning (PBL):

No  Tolok Ukur                   Deskripsi Pengukuran                                                                                                  Skala Pengukuran

1Kesesuaian VisiSejauh mana pemimpin institusi sejalan dengan implementasi PBL dengan visi dan tujuan utama institusi.(4) Sangat Sesuai - (3) Sesuai - (2) Kurang Sesuai - (1) Tidak Sesuai2Perencanaan StrategisSejauh mana PBL terintegrasi dalam perencanaan strategis institusi, mempertimbangkan tujuan jangka panjang dan alokasi sumber daya.(4) Sangat Terintegrasi - (3) Terintegrasi - (2) Kurang Terintegrasi - (1) Tidak Terintegrasi3Pelatihan Staf PengajarSejauh mana staf pengajar menerima pelatihan dan dukungan komprehensif untuk mengintegrasikan PBL ke dalam praktik mengajar.(4) Sangat Dukung - (3) Dukung - (2) Kurang Dukung - (1) Tidak Dukung4Alokasi Sumber DayaSejauh mana sumber daya, termasuk teknologi, fasilitas, dan personel, dialokasikan untuk mendukung implementasi PBL di berbagai disiplin ilmu.(4) Sangat Terkhususkan - (3) Terkhususkan - (2) Kurang Terkhususkan - (1) Tidak Terkhususkan5Penilaian dan EvaluasiSejauh mana mekanisme penilaian dan evaluasi telah dikembangkan untuk mengukur keefektifan implementasi PBL, memastikan perbaikan berkelanjutan dan kesesuaian dengan standar institusi.(4) Sangat Kuat - (3) Kuat - (2) Kurang Kuat - (1) Tidak Kuat6Pendekatan Berpusat pada SiswaSejauh mana lingkungan belajar berpusat pada siswa, mendorong pemikiran kritis, kolaborasi, dan keterampilan pemecahan masalah melalui PBL.(4) Sangat Berpusat pada Siswa - (3) Berpusat pada Siswa - (2) Kurang Berpusat pada Siswa - (1) Tidak Berpusat pada Siswa7Kolaborasi InterdisiplinerSejauh mana kolaborasi antar bidang studi atau disiplin ilmu yang berbeda didorong untuk memfasilitasi pendekatan pemecahan masalah yang holistik dan interdisipliner.(4) Sangat Didorong - (3) Didorong - (2) Kurang Didorong - (1) Tidak Didorong8Keterlibatan KomunitasSejauh mana hubungan dengan masyarakat lokal atau mitra industri dibangun untuk meningkatkan relevansi dan aplikasi dunia nyata dari skenario PBL.(4) Sangat Terlibat - (3) Terlibat - (2) Kurang Terlibat - (1) Tidak Terlibat9Fleksibilitas dan AdaptabilitasSejauh mana fleksibilitas telah dibangun dalam struktur institusi untuk beradaptasi dengan sifat berkembangnya PBL.(4) Sangat Fleksibel - (3) Fleksibel - (2) Kurang Fleksibel - (1) Tidak Fleksibel10Perbaikan BerkelanjutanSejauh mana budaya perbaikan berkelanjutan ditekankan, di mana pemimpin institusi secara rutin menilai dan menyempurnakan strategi implementasi PBL.(4) Sangat Ditekankan - (3) Ditekankan -(2) Kurang Ditekankan - (1) Tidak Ditekankan

Tabel ini menyediakan kerangka pengukuran yang rigid dan terukur untuk menilai tingkat kesuksesan implementasi Problem-Based Learning (PBL) dalam konteks sepuluh tolok ukur krusial. Skala pengukuran yang jelas memungkinkan institusi untuk secara objektif mengevaluasi kemajuan dan membuat perbaikan yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan yang maksimal.

Rentang Penilaian dan Tindakan Korektif:

  1. Rentang 1 - Skor 31 hingga 40 (Sangat Baik):

    • Tip-tip Korektif:
      • Pertahankan dan perkuat praktik-praktik yang sudah baik.
      • Identifikasi elemen keberhasilan untuk dibagikan sebagai model bagi sekolah lainnya.
      • Tetap terbuka terhadap umpan balik untuk terus meningkatkan keunggulan.
  2. Rentang 2 - Skor 21 hingga 30 (Baik):

    • Tip-tip Korektif:
      • Identifikasi area di mana kekuatan dapat lebih dioptimalkan.
      • Perkuat pelatihan staf pengajar dan dorong pengembangan lebih lanjut.
      • Lakukan analisis menyeluruh untuk meningkatkan keberlanjutan dan relevansi PBL.
  3. Rentang 3 - Skor 10 hingga 20 (Perlu Perbaikan):

    • Tip-tip Korektif:
      • Lakukan audit mendalam terhadap implementasi PBL di seluruh mapel.
      • Rancang rencana perbaikan yang jelas dengan target pencapaian yang terukur.
      • Identifikasi faktor-faktor yang menghambat keberhasilan dan rencanakan tindakan perbaikan.

Setiap rentang memiliki saran korektif khusus untuk membimbing institusi dalam meningkatkan dan memperbaiki implementasi Problem-Based Learning (PBL). Dengan memahami hasil penilaian, institusi dapat mengidentifikasi langkah-langkah konkret untuk mencapai tingkat keberhasilan yang diinginkan.

Selamat berefleksi.

Salam kreativitas dan inovasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun