Hukum islam masuk ke negara Indonesia yang menurut sebagian masyarakat telah berlangsung sejak Abad VI atau VII atau VIII M. Sementara itu, hukum barat baru diperkenalkan oleh VOC pada masa awal abad XVII M.
Menurut Ayang (ahli hukum), Hukum islam baru diterapkan dan digunakan ketika kerajaan Islam berdiri pada abad 13 (tiga belas) dengan munculnya kesultanan muda Samudera Pasai di Aceh.
Sebelumnya kita semua mengetahui bahwa rakyat Indonesia menganut hukum adat yang berisi berbagai macam sistem dan sifat yang sangat banyak hal ini karena pengaruh agama Hindu dan Buddha sebagai agama pertama yang pesat tersebar dilingkungan mayarakat pada saat itu, juga yang diduga sangat kuat terhadap masyarakat dalam pembangunan hukum nasional Indonesia.
Hukum Islam juga menjadi dasar yang paling dominan dalam membentuk tingkah laku manusia pada masa itu sampai sekarang, oleh sebab itu hukum Islam menjadi unsur paling mutlak sebagai pembangunan hukum nasional di Indonesia.
Namun dalam pernyataan Bung Karno pada pidato tanggal 1 Juni 1945 (Sidang BPUPKI) dapat diambil kesimpulan bahwa bukan hanya orang Islam yang bisa memperjuangkan hukum agamanya, akan tetapi pemeluk-pemeluk agama lain seperti Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan lain-lain. Karena nilai hukum agama serta budaya masuk kedalam Indonesia melalui proses demokratis.
Pembentukan hukum nasional di Indonesia dijalankan oleh Lembaga Legislatif (DPR, DPD, dan MPR) dengan memilih nilai-nilai dari hukum-hukum lain dari berbagai agama budaya dan keyakinan yang ada, dan yang disepakati sebagai pandangan yang sama oleh para wakil dan pemimpin negara yang kemudian diberlakukan sebagai hukum negara.
Produk hukum yang dibuat oleh Lembaga Legislatif, sebagai berikut :
- Pertama : Hukum Publik Unifikasi, yaitu dimana pemberlakuan hukum ini yaitu memberlakukan hukum yang sama terhadap seluruh warga negara tanpa terkecuali dan tanpa membedakan apapun (seperti agama, ras, suku, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat). Namun bisa diberlakukan perkecualian dengan asas “lex specialis derogat legi generali” (hukum khusus mengesampingkan hukum umum) Pasal 103 KUHP.
- Kedua : Hukum Privat (perdata pada umumnya), yakni mengatur berbagai hubungan dengan diberlakukannya hukum agama, kepercayaan dan adat masing-masing komunitas golongan penduduk-penduduk. Hukum perdata Islam dan adat juga diberlakukan sejak masa kolonial Belanda (1848), dan dapat diketahui kita sudah mempunyai peradilan agama.
Hukum (pidana) terdiri dari hukum administrasi negara, hukum pidana. Adapun dalam prakteknya di lapangan perdata misalnya, hukum perkawinan, hukum waris, dan sebagainya.
Ada juga hukum agama yang dituangkan untuk memfasilitasi dan memproteksi bagi orang-orang yang ingin melakukan penerapan dalam kehidupannya tanpa adanya paksaan atau mewajibkan, misalnya UU Zakat.
Nilai hukum agama yang bisa menjadi sumber-sumber hukum maksudnya adalah bahwa bahan dalam pembuatan hukum (sumber hukum materiil) tetapi tidak otomatis menjadi peraturan perundang-undangan (sumber hukum formal) atau hukum yang berdiri sendiri.
Ajaran Islam memang menjadi sumber hukum tetapi bukan satu-satunya, karena ajaran agama dan keyakinan lain yang hidup di Indonesia juga menjadi sumber-sumber hukum. Nilai hukum agama juga bisa masuk kedalam hukum nasional jika disepakati oleh Lembaga Legislatif (DPR, DPD, dan MPR)
Hukum (perdata) bisa berlaku tanpa harus dijadikan hukum formal (sumber hukum dimana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum), untuk hukum islam dapat dijadikan hukum publik, karena nilai subtantifnya tetap bisa dimasukan, yaitu tujuan syariahnya meliputi kemaslahatan umum dan tegaknya keadilan.
Nama anggota kelompok penulis:
Mahasiwi Fakultas Hukum, Program Studi Ilmu Hukum Universitas Palangka Raya 2021 Kelas A
- Angi Kristiana (213020601086)
- Putri Piscilia (213020601084)
- Piyuna (203020601087)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H