Mohon tunggu...
Saepiudin Syarif
Saepiudin Syarif Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Puncak Macet 17 Jam, Kenapa Masih Jadi Favorit Liburan Warga Jabodetabek?

4 Maret 2022   11:16 Diperbarui: 4 Maret 2022   11:20 3232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kawasan Puncak yang hijau, indah, dengan udara yang menyegarkan | Foto: AllIndonesiaTourism.com


Warga Jabodetabek yang menghabiskan long weekend pada tanggal 27-28 Februari kemarin terjebak macet hingga 17 jam di perjalanan menuju kawasan Puncak, Bogor Jawa Barat. Hal ini sempat viral di media. Bayangkan 17 jam, kalau naik pesawat sudah sampai di Paris di Eropa sana.

Sudah menjadi pemandangan biasa kawasan Puncak diserbu warga Jabodetabek saat musim liburan. Pada hari-hari biasa pun kawasan yang terkenal karena udara yang dingin dan wisata kebun teh sudah macet. Selain karena aktivitas warga lokal yang cukup ramai dari mulai Ciawi hingga Cianjur, wisatawan lokal harian alias tanpa menginap pun cukup banyak.

Hal ini disebabkan banyak kafe dan restoran yang bertebaran sepanjang Ciawi sampai Cianjur yang bisa dijadikan tempat nongkrong alias kumpul bersama teman-teman sepulang sekolah, kampus, atau saat jam istirahat makan siang. Untuk petugas kepolisian dan dinas jalan raya sudah biasa berjaga dan memberlakukan buka tutup jalan.

Mulai tahun 80-an kawasan Puncak menjadi favorit segelintir kalangan berduit Jakarta untuk melepas lelah. Mereka membangun villa sebagai rumah peristirahatan. Berlanjut  tidak hanya perorangan tapi juga perusahaan dan lembaga negara dan swasta pun memiliki villa atau wisma di kawasan tersebut sebagai tempat rapat.

Dulu selain Puncak Pass tempat wisata yang ramai adalah Kebun Raya di Cibodas. Antusiasme warga untuk berlibur pun makin  meningkat, villa pun tumbur subur dibarengi hotel, penginapan berbagai kelas, restoran, tempat belanja, tempat wisata yang beraneka ragam. Apalagi kemudian dibangun Taman Safari Indonesia, makin ramailah wisatawan yang datang seiring dengan makin banyak pula tempat wisata yang dibangun dengan beragam tema dari petualangan, permainan, kuliner, keluarga,  dengan poin plus udara segar dan keindahan alam Puncak.

Puncak pun menjadi kawasan wisata yang menawarkan banyak atraksi dan tempat berlibur untuk berbagai kalangan dari yang murah meriah, bukan hanya punya wisata kebun teh dan wisata alam peninggalan masa lalu seperti air terjun dan telaga tapi seiring dengan pembangunan kafe dan restoran kekinian dan wahana hiburan beraneka rupa dan tema.

Ditambah lagi pendatang pun makin banyak untuk menetap di kawasan Puncak baik sebagai tempat usaha maupun pindah untuk tinggal permanen karena udaranya yang masih segar.

Padatnya kawasan Puncak disadari banyak pihak termasuk keluhan warga lokal yang sering ikut menjadi korban kemacetan saat menjalani aktivitas sehari-hari. Salah satunya sopir angkutan kota alias angkot yang mengeluarkan biaya bahan bakar lebih banyak bila harus terjebak kemacetan. Di sisi lain penumpang makin sepi karena warga setempat kebanyakan lebih memilih mengambil kredit sepeda motor sebagai alat transportasi utamanya.

Sebagai pengembangan maka dibuatlah Jalur Puncak 2, yang mengambil rute dari Sentul, Citereup, hingga nanti bercabang ada bisa tembus ke jalan dekat Taman Safari Indonesia atau rute yang tembus ke Cianjur. Tapi sayangnya jalur ini masih sepi, jalanan kurang mulus, tidak ramah pada kendaraan berbodi rendah, tidak ada penerangan jalan dan rawan kejahatan saat malam tiba. Walhasil Jalur Puncak 2 kurang dilirik oleh para warga yang ingin berlibur di kawasan Puncak.

Hal yang kurang lebih sama jika saat libur besar atau long weekend di kawasan Pantai Anyer di Banten. Begitu keluar tol Cilegon, sering kali jalanan menuju Anyer, Carita, hingga Ujung Genteng pun macet parah. Apalagi lebar jalan pun terbatas ditambah aktivitas warga lokal pun yang ramai. Alih-alih liburan mau menghilangkan stres yang ada malah stres duluan di jalan.

Tetapi semenjak tsunami di Anyer ditambah pandemi selama dua tahun belakangan, wisatawan Jabodetabek agak berkurang. Sedangkan Puncak dan Lembang mulai kembali menggeliat meski pandemi belum berakhir.

Sementara di sisi lain kawasan seperti Kepulauan Seribu masih kurang maksimal mendapat perhatian warga untuk berlibur. Padahal Pulau Seribu punya banyak pulau dan pantai yang cukup indah untuk dinikmati sebagai tempat liburan yang tidak seberapa jauh dari Jakarta sebenarnya. Malahan karena menggunakan kapal atau boat untuk menyeberang tidak akan terkena macet.

Malahan sekarang yang sedang menjadi favorit adalah kawasan PIK 2 alias Pantai Indah Kapuk sebagai tempat kekinian di Jakarta  Itu pun belum bisa bermain air di lautnya hanya di sekitar pantai yang penuh dengan bangunan dan tempat wisata kuliner bergaya modern. Banyak pengunjung yang santai untuk kongkow-kongkow di kawasan hasil reklamasi alias buatan ini sekalian update di media sosial berlatar pemandangan yang instagramable.

Kawasan Lembang Bandung yang dingin pun masih jadi buruan warga Jabodetabek untuk berlibur. Bila sedang musim liburan, untuk ke Lembang pun mulai dari keluar tol Pasteur sudah macet dan antri berjam-jam.

Lalu apakah warga Jabodetabek lebih menyukai wisata pegunungan daripada wisata pantai dan laut?

Padahal Indonesia adalah negara kepulauan dengan garis pantai terluas di dunia. Jawaban sederhana karena banyak orang Indonesia tidak terlalu suka udara panas. Meskipun Indonesia adalah negara tropis di mana matahari ada sepanjang tahun tapi banyak yang cenderung menghindari matahari karena takut kulitnya menjadi hitam, terutama bagi kaum perempuan.

Ditambah lagi kurang ada budaya jalan kaki. Angkutan umum mudah didapat. Angkutan pribadi pun demikian. Jarak hanya ratusan meter saja, mayoritas memilih naik angkot, ojek, atau bawa kendaraan sendiri. Orang lebih suka nongkrong di mal yang berpendingin dibanding di taman-taman umum.

Entah hubungannya valid atau tidak tapi fenomena ini terjadi di kalangan kerabat  ketika memilih liburan di pantai atau di gunung. Sebenarnya semua pun suka liburan di pantai tapi jika waktu terbatas dan hanya bisa memilih satu, berwisata di gunung selalu lebih banyak dipilih dibanding berwisata di pantai.

Jika kalah dalam voting, pilihannya liburan sendiri atau dengan teman yang juga suka dengan liburan di pantai. Bagaimana di lingkungan keluarga kalian?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun