Mohon tunggu...
Saepiudin Syarif
Saepiudin Syarif Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Investasi Bodong, Mau Untung Malah Buntung

18 Februari 2022   10:26 Diperbarui: 23 Februari 2022   16:15 1136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ceu Ipah bisa dibilang adalah ibu-ibu gaul dan penggerak kaum ibu di salah satu kampung di pinggiran Bogor. Dia aktif mengumpulkan warga khususnya untuk kegiatan ibu-ibu berupa senam, pengajian, dan arisan. 

Awalnya semua baik-baik saja. Bagaimana jika ibu-ibu berkumpul pasti heboh. Bapak-bapak pun tak keberatan dengan kegiatan para istri, selama urusan rumah dan anak beres, silakan saja untuk ngumpul sesama ibu-ibu untuk kegiatan positif. 

Apalagi Ceu Ipah pun termasuk orang ramah dan heureuy alias humoris suka bercanda, membuat suasana ngumpul jadi seru.

Hingga suatu hari Ceu Ipah mengajak para ibu untuk arisan lain lagi dan bisa buat investasi namanya tabungan emas. Setoran tiap bulan Rp. 500.000 tapi nanti di akhir tahun akan dapat 12 gram emas, di mana saat itu harga di pasaran sudah mencapai Rp. 750.000. 

Bayangkan dengan setoran Rp. 6.000.000 yang dicicil tiap bulan tapi bisa dapat 12 gram emas senilai Rp. 9.000.000 di akhir tahun alias untung 50 persen.

"Jualan" Ceu Ipah laku bahkan ada yang mengambil beberapa paket untuk satu nama. Ceu Ipah bisa meyakinkan bahwa partner-nya mengambil emas langsung ke penambang sehingga harga bisa miring.

Bahkan, dengan foto-foto penambangan emas, emas batangan yang bertumpuk, dan rumah mewah sang partner.

Belakangan ketahuan bahwa Ceu Ipah tertipu oleh partner bisnisnya itu. Tiap bulan ia menyetor uang dari ibu-ibu ke partner bisnisnya itu tapi saat akhir tahun partner menghilang. 

Rumahnya di daerah elit Bogor ternyata hanya mengontrak. Semua nomor telepon tidak bisa dihubungi. Partner-nya hilang tanpa jejak. Giliran Ceu Ipah yang ketiban pulung harus mengganti semua uang ibu-ibu yang ikut investasi tabungan emas padanya.

Ceu Ipah ketakutan karena akan dilaporkan ke polisi oleh para ibu-ibu dan suami-suaminya yang akhirnya tahu belakangan. Belum lagi hubungan dengan suami dan saudaranya pun memanas. Intinya Ceu Ipah harus mengembalikan yang ibu-ibu karena dia sebagai koordinatornya.

Lain lagi dengan Surya, dia tertarik bermain saham di sebuah aplikasi investasi yang sedang ramai. 

Di sela pekerjaannya sebagai karyawan, dia sibuk mengecek ponselnya tiap pagi, siang, dan malam hari.  Ia mengamati pergerakan harga saham dan komoditas, kapan jual kapan beli, dia pelajari dan praktikan. 

Pernah untung jutaan rupiah tapi berkali-kali rugi ratusan ribu tak membuatnya kapok untuk "berinvestasi". Hingga suatu hari ia kembali cuan jutaan rupiah, ia tergoda untuk memakai tabungannya untuk membeli banyak saham. 

Padahal ibunya sudah mewanti-wanti agar tabungan jangan diganggu gugat karena untuk rencana menikahnya nanti. 

Akan tetapi adrenalin Surya makin tertantang setiap rugi kecil dia balas dengan beli banyak dengan harapan akan menutup kerugian kecil tadi. 

Hingga tak sadar uang tabungannya terkuras dan investasinya tak menghasilkan apa-apa. Belakangan investasi tersebut masuk ke dalam perjudian dan dilarang oleh pemerintah.

Dua contoh tadi menggambarkan keinginan menjadi kaya itu cukup besar di kalangan masyarakat kita. Tapi cara menjadi kaya alias prosesnya itu yang kadang mau dipersingkat oleh sebagian orang. 

Saat ada tawaran atau kesempatan menjadi kaya atau mendapat untung langsung disambar tanpa melakukan verifikasi atau mencari informasi lebih lanjut terlebih dahulu.

Selain itu yang tertipu pun dari berbagai kalangan, termasuk Surya yang bisa dibilang makan bangku sekolahan. Dengan canggihnya modus operandi para penipu maka dari itu perlunya pengetahuan dan literasi keuangan termasuk tentang investasi bagi masyarakat luas.

Pemerintah melalui lembaga seperti OJK alias Otoritas Jasa Keuangan mempunyai tanggung jawab mengedukasi masyarakat tentang seluk beluk yang berkaitan dengan keuangan di mana salah satunya adalah dana investasi masyarakat. 

Dikutip dari laman daring kontan.co.id menurut Satgas Waspada Investasi OJK kerugian masyarakat akibat investasi bodong berjumlah Rp. 117,4 triliun selama 10 tahun terakhir. Sebuah angka yang sangat besar. 

Dana masyarakat yang seharusnya bermanfaat bila digunakan untuk kegiatan produktif malah menguap hilang karena ditilap orang-orang tidak bertanggung jawab. 

Pemerintah (OJK) mempunyai kewenangan untuk mengurus undang-undang, peraturan, dan prosedur sambil terus mengedukasi masyarakat bekerja sama dengan berbagai pihak agar kesadaran masyarakat untuk berhati-hati dalam berinvestasi pun meningkat.

OJK harus sigap begitu ada lembaga keuangan yang mencurigakan dalam melakukan operasinya. Selain juga peka dan responsif dengan fenomena di lapangan. Sebagai contoh Binomo sudah beroperasi cukup lama. Bahkan brand-nya cukup terkenal karena di-endorse oleh banyak influencer di media sosial. 

Banyak keluhan dan kecurigaan sebagian masyarakat bahwa brand tersebut termasuk ke dalam money game alias perjudian yang jelas terlarang. Akan tetapi baru dinyatakan ilegal baru-baru ini oleh pemerintah.

Hal ini menunjukkan bahwa banyak perusahaan penipu yang pintar memanfaatkan celah-celah hukum agar bisa mendapatkan izin beroperasi. Pemerintah sebagai pemegang kebijakan harusnya harus lebih cerdik daripada oknum-oknum pengusaha penipu seperti ini.

Ditambah lagi pada kenyataannya literasi keuangan yang masih rendah di masyarakat dimanfaatkan oleh oknum penipu ini. 

Masyarakat sering tergoda dan gelap mata saat ada tawaran investasi yang tanpa risiko, timbal balik yang tinggi, dan waktu yang singkat. Padahal tawaran seperti itu yang mestinya dicurigai.

Ingin kaya dan menjadi kaya adalah wajar. Biar bagaimana pun biasanya kaya itu identik dengan sejahtera. Bila hidup kita sejahtera maka hidup kita pun tenang dan bahagia. Itu gambaran idealnya kita sebagai manusia.

Masalahnya manusia juga tempatnya godaan, baik godaan dari luar maupun dari dalam diri sendiri. Godaan kaya adalah salah satunya. Tidak ada yang salah menjadi kaya. 

Apalagi jika kaya membuat hidup kita lebih bermanfaat bagi orang lain. Tapi berinvestasi di tempat bodong bisa dipastikan bukan untung yang didapat malahan akan buntung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun