Apalagi ada prediksi yang mengatakan Indonesia mempunyai bonus demografi di tahun-tahun mendatang di mana populasi angkatan muda (produktif) lebih tinggi sehingga membawa daya saing bangsa yang lebih baik. Ini yang akan mendongkrak Indonesia bisa menjadi negara maju kelak.
Dibandingkan dengan negara maju saat ini di mana pertumbuhan populasi malah menurun akibat banyak yang tak ingin punya anak, sehingga makin sedikit jumlah generasi yang meneruskan negaranya.
Menjadi tantangan bagi Indonesia sendiri di mana peluang dan potensi tersebut tidak akan berjalan sempurna jika "ancaman" internal berupa stunting dan obesitas tidak segera dituntaskan.
Pemerintah melalui lembaga dan jajarannya harus sigap selain mengedukasi juga membuat program hidup sehat dengan asupan gizi seimbang yang bisa dijadikan pedoman masyarakat.Â
Menjaga asupan gizi seimbang dengan konsumsi yang murah (terjangkau), mudah di dapat, akan tetapi tetap bisa mengikuti perkembangan zaman.
Sebenarnya nenek moyang kita sudah mewariskan kearifan lokal mengenai bahan pangan, cara mengolah pangan, dan pola makan akan tetapi faktanya banyak yang sudah tak mempraktikkan secara rutin dan benar.Â
Selain alasan banyak yang lebih memilih segala sesuatu yang lebih praktis selain faktor ketersediaan alias sudah sulit didapat untuk beberapa jenis makanan.
Kearifan lokal yang diajarkan pendahulu kita mulai dari makan dengan variasi makanan, sebagai contoh selain nasi (beras), dulu sumber karbohidrat bisa didapat dari singkong, ubi, jagung, nasi jagung, yang dikonsumsi bergantian.Â
Sedangkan saat ini beras masih yang utama tapi variasinya adalah karbohidrat olahan seperti mie instan, roti, pasta, atau sumber karbohidrat olahan lain.
Bahkan anak-anak kita sejak bayi lebih mengenal susu formula dan bubur bayi pabrikan daripada air susu ibu dan bubur buah atau sayur hasil buatan sendiri.
Jika dulu menu bakar-bakaran, kukus-kukusan, dan rebus-rebusan lebih dipilih sekarang makanan goreng-gorengan yang paling banyak dikonsumsi.Â