Mohon tunggu...
Saepiudin Syarif
Saepiudin Syarif Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

IKN Nusantara Harus Mencerminkan Bhinneka Tunggal Ika

22 Januari 2022   10:35 Diperbarui: 26 Januari 2022   10:30 958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi istana dan pusat pemerintahan di ibu kota baru Nusantara| Foto: kompas.com

Keputusan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur sudah ketuk palu bahkan sudah ditindaklanjuti dengan rencana mutasi ratusan ribu Aparatur Sipil Negara alias ANS dan perubahan nama ibu kota menjadi Nusantara.

Biaya sebesar 501 trilyun rupiah dana sudah direncanakan sebagai dana pembangunan IKN Nusantara, begitu ibu kota negara disebut. Pembangunan secara bertahap menggunakan beragam model pembiayaan, baik APBN, BUMN dan BUMD, serta investor asing dan swasta nasional. Digadang-gadang IKN Nusantara akan menjadi kota baru yang representatif. 

Sebuah mimpi besar pemerintahan Presiden Joko Widodo yang mulai dikerjakan selangkah demi selangkah. Meskipun pro kontra sudah terjadi sejak wacana ini dikemukakan pemerintah hingga UU-nya resmi diketuk palu DPR tanggal 18 Januari kemarin. 

Wacana pemindahan ibu kota bukan hal baru, pada pemerintahan-pemerintahan sebelumnya pun wacana ini sempat mengemuka dan sudah banyak kajian yang dilakukan. 

Akan tetapi baru di pemerintahan Jokowi kajian tersebut ditindaklanjuti dengan kajian baru dan bahkan pembuatan cetak biru yang hasilnya bisa kita lihat di media seperti sekarang ini.

Lagi-lagi pro dan kontra tetap terjadi. Wajar di tengah iklim demokrasi seperti ini. Apalagi ini akan menjadi pembangunan massal dan besar-besaran bagi bangsa ini. 

Kekhawatiran dari beberapa pihak mengemuka dari masalah pendanaan yang akan memberatkan APBN juga ketakutan akan menjadi proyek mangkrak karena besarnya biaya, cakupan pekerjaan, dan kesiapan semua stakeholders yang masih menimbulkan pertanyaan.

Kawasan Penajam Paser Utara akan "disulap" menjadi ibu kota negara dan pusat pemerintahan Republik Indonesia. Sedang Jakarta tetap sebagai pusat perekonomian dan bisnis seperti saat ini. 

Istana negara, gedung-gedung kantor kementerian, perumahan ASN, dan tentunya fasilitas-fasilitas pendukungnya seperti sekolah, rumah sakit, pasar dan pusat perbelanjaan, tempat rekreasi, wisata, dan hiburan, akan dibangun baru. Kawasan awal yang sebagian besar berupa hutan ini akan berubah secara bertahap menjadi sebuah kota baru.

Iya, kota baru. Sepengetahuan penulis, ini akan menjadi kota baru pertama yang dibuat pemerintah (negara) secara masif sejak Indonesia merdeka.

Sebelumnya pemerintah hanya mengembangkan kota-kota yang sudah eksis sejak zaman kolonialisme bahkan kota dari peradaban masa lalu.

Apa berarti tidak pernah ada pembangunan kota baru di Indonesia?

Tentu saja ada, tapi seperti ditulis sebelumnya, negara hanya mengembangkan kota yang pernah ada. Jakarta adalah pengembangan dari Sunda Kelapa dan Batavia, Palembang adalah pengembangan dari kota peninggalan kejayaan Sriwijaya, Bandung, Jogjakarta, Makassar, dan lainnya sebenarnya sudah eksis sejak lama. 

Sedangkan kota-kota baru lebih banyak dibangun oleh perusahan pengembang swasta yang mendapat "privileges" dengan peraturan yang memungkinkan hal tersebut.

Maka dari itu saat booming industri properti dari zaman orde baru sangat berpengaruh terhadap penambahan kawasan kota. Diawali dengan pengembang swasta yang berhasil membuat "kota baru" di dalam wilayah Jakarta seperti Pondok Indah, Bintaro Jaya, Kelapa Gading, lalu makin meluas seperti Lippo, BSD, PIK, Meikarta, Citra Raya, dari pengembang-pengembang raksasa seperti Ciputra, Sinarmas, Agung Podomoro, Summarecon, Agung Sedayu, dan lain sebagainya. 

Kesuksesan ini ditiru dan dikembangkan di kota-kota lain di seluruh tanah air. Pemain bisnis properti pun makin banyak. Meskipun jika dilihat secara luasan wilayah kota-kota baru tersebut tidak terlalu besar dan letaknya pun menempel ke kawasan yang sudah jadi alias kawasan "buatan" negara. 

IKN Nusantara akan menjadi cerita lain. Meskipun wilayahnya mengambil sekitar 256.142 hektar daratan dan 68.168 hektar perairan laut Panajam Paser Utara tetapi yang digunakan sebagai IKN Nusantara 56.180 hektar daratan dan 199.962 hektar sebagai pengembangan. Selain itu hanya sebagian kecil dari lahan tersebut yang sudah dihuni penduduk, sebagian besar menggunakan lahan kosong berupa hutan. 

Bila dilihat ini akan menjadi pekerjaan raksasa bagi negara ini. Sesuatu yang belum pernah dikerjakan sebelumnya. Pembangunan tiap tahun tentu ada dari Sabang sampai Merauke tapi terbagi-bagi sesuai dengan wilayahnya masing-masing dan dikerjakan oleh masing-masing pemerintah daerah. Sedangkan pekerjaan membangun kota dari nol yang akan ditempati minimal ratusan ribu ANS dan keluarganya sepertinya baru kali ini.

Untuk itu IKN Nusantara akan dipimpin oleh kepala otorita yang langsung bertanggung jawab pada presiden. Ini menandakan bahwa IKN Nusantara adalah daerah otonomi khusus, yang tidak akan ada pemilihan kepala daerah dan juga tidak ada DPRD-nya. 

Menyinggung masalah daerah otorita, pada zaman orde baru Indonesia punya Batam yang digadang-gadang akan menjadi kota baru yang akan menyaingi Singapura. 

Sayangnya mimpi itu tidak (belum) terwujud mengingat selain pergantian kekuasaan dan status otorita pun dicabut. Kegagalan tersebut harusnya sedikit banyak menjadi pelajaran bagi para pemegang kebijakan.

Sebagai masyarakat awam, hanya bisa berharap bahwa kebijakan yang sudah berlandaskan UU tersebut dijalankan dengan seksama dan penuh kehati-hatian oleh semua pihak. Sebab hal itu menyangkut penggunaan uang negara yang sangat besar jumlahnya dan cakupan kerja yang tidak mudah.

Tidak hanya perlu orang pintar tapi juga orang-orang yang berintegritas tinggi, jujur, dan amanah dalam mengerjakan proyek yang tentunya menggiurkan tersebut. Selain semoga kebijakan ini membuat pemikiran "Jawa sentris" pun pelan-pelan memudar. 

Presiden Jokowi menginginkan pemerataan pembangunan di berbagai daerah sebab Indonesia bukan hanya Jawa. Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika. 

Bhinneka Tunggal Ika harus tercermin di IKN Nusantara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun