Kuliah di luar negeri banyak menjadi mimpi orang Indonesia termasuk saya tapi ternyata rejekinya hanya bisa kuliah di negeri sendiri.
Salah satu alasannya selain mencari ilmu dengan jurusan yang saya minati, saya juga tertarik mencari tahu seluk-beluk membuka bisnis di negeri orang.
Saya penasaran kenapa produk atau merek Indonesia susah dicari di negara lain. Kalau pun bisa perlu jalan berliku untuk bisa sampai di negara orang, sudah begitu barangnya pun hanya populer di kalangan diaspora Indonesia saja.
Itu pemikiran lima belas tahun lalu. Sekarang walaupun ada peningkatan tapi situasi umumnya belum jauh beranjak. Bila dihitung hanya satu dua merek saja yang asal Indonesia yang digemari di luar negeri. Salah satunya merek mie instan saja yang pangsa pasarnya sudah skala global.
Sedang yang lain masih sporadis di tempat-tempat tertentu dan negara tertentu saja. Jika pun tersedia beragam macamnya yaitu tadi hanya populer di komunitas diaspora Indonesia saja.
Dari jumlah pun diaspora Indoensia masih lebih kecil dibanding diaspora asal Cina, India, Bangladesh, Pakistan, Thailand, Vietnam, dan bahkan Filipina, yang sama-sama dari Asia Tenggara yang jumlah penduduknya pun lebih sedikit.
Peran diaspora cukup memberi pengaruh terhadap posisi sebuah negara di percaturan global baik dari segi ekonomi, sosial budaya, dan juga politik.
Berbicara peran tersebut makanan bisa menjadi akses masuk Indonesia bisa berkiprah lebih besar lagi. Tak bisa dibantah jika masakan Indonesia punya cita rasa yang lezat dan beraneka ragam.
Hal ini tentu terkait dengan letak geografis dan topografis masing-masing daerah. Hampir tiap daerah mempunyai makanan khas yang otentik meski di antaranya punya kemiripan satu dengan yang lain.
Salah satunya adalah soto. Makanan berkuah berbahan utama protein yang kaya akan rempah ini sangat akrab dengan masyarakat Indonesia. Tiap daerah pun punya versinya sendiri-sendiri.