Mohon tunggu...
Saepiudin Syarif
Saepiudin Syarif Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Masyarakat Tak Labil Ikut Menjaga Makroprudensial Stabil

28 Mei 2020   09:25 Diperbarui: 28 Mei 2020   09:25 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Sekretaris Kabinet, Erzap, Nikei Asia Review

Kebudayaan manusia berkembang seiring dengan perkembangan teknologi yang diciptakannya sendiri. Berdasarkan ilmu pengetahuan yang merupakan buah dari diberinya manusia akal pikiran untuk selalu bertanya, mencari, dan menemukan segala sesuatu yang bisa digunakan untuk mempermudah menjalankan kehidupannya. 

Salah satu bentuk kemudahan yang diinginkan manusia adalah yang berhubungan dengan uang. Kebutuhan itu membuat adanya bank. Lambat laun bank tidak hanya untuk menyimpan uang dan meminjam saja. Sistem bank terus berkembang hingga bukan hanya transaksi berkaitan dengan uang saja tapi semua benda bernilai ekonomi bisa ditransaksikan di bank. Bentuk bank pun terus berevolusi. 

Selain menginginkan kemudahan dalam hidupnya manusia juga menciptakan "kerumitan" agar kemudahan itu bisa tercipta. Proses penemuan suatu ilmu yang bisa dipraktikkan atau diterapkan apalagi kemudian sifatnya menjadi massal tidak ada yang mudah. Berapa kali percobaan yang harus dilakukan Thomas Alva Edison untuk menemukan bola lampu? Belum lagi aturan main yang selanjutnya harus dibuat saat penemuan baru itu diaplikasikan dan urusan bisnis saat suatu penemuan diproduksi atau dikonsumsi massal. 

Begitu pun dengan sistem keuangan yang terus berevolusi baik secara produk, cara, maupun lembaganya. Setiap negera mempunyai peraturan sendiri-sendiri tentang jumlah dan macam lembaga keuangan yang bisa beroperasi. Tetapi tiap negara hanya punya satu bank sentral sebagai perwakilan pemerintah pemegang otoritas lembaga keuangan tertinggi. Di Indonesia kita punya Bank Indonesia. 

Cikal bakal Bank Indonesia bermula dari De Javasche Bank masa Hindia-Belanda yang didirikan tahun 1828 yang tugasnya mencetak dan mengedarkan uang. Setelah Indonesia merdeka, diubahlah De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada tahun 1953 dengan menjalani tiga fungsi utama yaitu sistem perbankan, moneter, dan sistem pembayaran. Perubahan terus terjadi sesuai dengan kondisi zaman dan situasi ekonomi tanah air. Hingga di tahun 1999, Bank Indonesia berevolusi menjadi lembaga independen yang mengemban tugas tambahan untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. 

Bank Indonesia sebagai bank sentral mempunyai peran yang sangat vital dalam kaitannya dengan sistem perekonomian Indonesia sebab bisa dikatakan tidak ada satu pun bisnis saat ini yang tidak menggunakan sistem perbankan. 

Sistem perbankan memberikan keamanan dan kemudahan bagi para penggunanya. Inovasi dari perbankan komersial bisa terjadi setiap saat. Apalagi di era digital seperti sekarang ini. Bank Indonesia sebagai bank sentral harus bisa mengakomodasi hal-hal tersebut. Sebagai pengejawantahan dari tugas utama Bank Indonesia menjaga stabilitas makroprudensial.

Kebijakan makroprudensial adalah segala usaha yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan terus mengedukasi masyarakat dan seluruh stake holder sistem perbankan atau lembaga keuangan agar tetap up to date akan isu yang berkembang. 

Masyarakat sebagai konsumen dari produk sistem perbankan adalah penggeraknya. Masyarakat bisa dalam artian individu maupun korporasi. Tantangannya adalah masyarakat Indonesia yang dinamis dengan latar belakang yang sangat beragam baik dari tingkat pendidikan hingga sosial ekonomi yang membuat pemahaman sistem keuangan belum merata. 

Informasi yang jelas dan mudah dipahami masyarakat akan meningkatkan literasi keuangan masyakarat yang merupakan salah satu faktor agar stabilitas makroprudensial tetap terjaga stabil. Bayangkan jika masyakarat mudah terprovokasi atau termakan hoax akan berita-berita yang berkaitan dengan produk-produk keuangan, rush bisa saja terjadi. Hal ini tentu akan merugikan dan mengganggu stabilitas makroprudensial.

Terlebih di situasi sekarang ini di mana dunia sedang dalam bencana pandemi Covid-19. Dunia usaha meredup, sebagian sudah ada yang gulung tikar, pengangguran akibat PHK pun meningkat. Perputaran uang melemah. Jika stabilitas makroprudensial tidak dijaga potensi pencairan dana dan investasi masyarakat di perbankan bisa saja terjadi. Begitu juga dengan kredit konsumen seperti kredit perumahan dan kendaraan yang perlu dilakukan upaya antisipasi agar tidak menjadi kredit macet yang akan mengganggu stabilitas makroprudensial.  

Masyarakat sebagai konsumen harus cerdas dan bijaksana sedang perbankan harus terus mengedukasi dan memberi keyakinan bahwa semua aman dan terkendali. Menjadi konsumen yang cerdas dan bijaksana harus menjadi pilihan utama sebab kecerobohan sedikit saja tapi dilakukan oleh jumlah yang masif akan membawa dampak negatif bagi semua. Pencairan tabungan atau deposito secara besar-besaran membuat kepanikan. Panik saat memegang uang pelariannya bisa dengan berbelanja tanpa perhitungan. Konsumsi yang tinggi bisa mengerek harga barang naik dan menyebabkan inflasi. Hal ini menjadi rentetan kejadian yang kontra produktif jika keputusan dilakukan dengan tidak hati-hati dan tidak bijaksana.

Oleh karena itu sebisa mungkin masyarakat melek akan literasi keuangan minimal untuk hal fundamental seperti inflasi dan nilai tukar rupiah yang akan berpengaruh kepada semua pihak dan lapisan. Jangan melakukan panic buying sebab berbelanja dalam keadaan panik membuat hilang akal sehingga membeli barang dengan jumlah yang besar hanya untuk jaga-jaga dan bukan berdasarkan kebutuhan. Yang ada penimbunan barang bisa terjadi dan ini akan mengganggu distribusi dan harga. Selain itu perlu kesadaran tinggi dan jiwa nasionalisme yang besar untuk selalu bijak menggunakan rupiah dibanding dolar atau mata uang asing lainnya di sebagian besar transaksi kita. 

Bank Indonesia mempunyai tugas yang berat di sektor ini. Terlebih nilai tukar rupiah yang sangat dipengaruhi oleh beragam faktor. Isu politik, keamanan, sosial, baik lokal maupun global dapat memberikan sentimen secara cepat. Untuk itu diperlukan tindakan dan antisipasi yang cepat pula di setiap kondisi. 

Peran serta semua pihak menjadi penting dan berpengaruh satu sama lain agar stabilitas makroprudensial selalu terjaga baik. Sebab pada akhirnya semua bermuara pada kesejahteraan dan kemakmuran rakyat seperti yang diamanatkan Undang-Undang. Masyarakat yang makmur sejahtera adalah dambaan sebuah negara sebagaimana dicita-citakan para founding fathers bangsa kita dulu.

Makmur dan sejahtera membuka kesempatan untuk rakyat mendapat akses pendidikan, kesehatan, dan layanan lainnya dengan lebih mudah. Jika akses pendidikan dan kesehatan merata dan mudah dijangkau oleh semua kalangan, masa depan bangsa lebih terjamin di tangan generasi penerus yang terdidik dan sehat. Indonesia menjadi negara maju dan terlibat dalam kepemimpinan dunia tidak lagi hanya sebagai impian belaka. 

Saat ini tidak ada negara yang tidak berhubungan atau tidak terpengaruh dari kebijakan negara lain. Suka tidak suka faktanya negara maju, negara adi kuasa, memberi pengaruh besar pada arah perekonomian dunia. Lagi-lagi kestabilan makroprudensial suatu negara akan berpengaruh menjaga stabilitas keuangan dalam negeri selain sebagai alat negosiasi akan perannya di dunia internasional. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun