Mohon tunggu...
Pius Rengka
Pius Rengka Mohon Tunggu... Pemulung Kata -

Artikel kebudayaan, politik, sosial, budaya, sastra dan olahraga. Facebook:piusrengka. Surel:piusrengka@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Mencermati Ulang Perihal Golput

17 Maret 2019   23:35 Diperbarui: 18 Maret 2019   03:20 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, opsi positif, ketika seseorang merasa mempunyai alasan cukup untuk tidak turut memilih (Ibid).

Menurut Ignas Kleden (Ibid), opsi manapun  yang menjadi dasar pertimbangan, pilihan untuk tidak memilih tidaklah menguntungkan dilihat dari perlunya perubahan politik. Dengan tidak turut memilih dalam pemilu, seseorang sudah mengabaikan kesempatan (melalui pemberian suaranya) untuk menciptakan perubahan politik, khususnya menciptakan sirkulasi elite, melalui rekruitmen elite politik baru dalam pemilu.

Tentu saja, demikian Ignas Kleden,  masih ada keraguan apakah suara yang diberikan dalam pemilu  sanggup menciptakan perubahan politik, mengingat  calon yang ada barangkali  tidak cukup memenuhi  harapan. 

Peluang untuk perubahan dan pembaharuan politik bisa besar atau kecil, tetapi kesempatan untuk melakukannya adalah sesuatu yang layak untuk dicoba dimanfaatkan. Sebab dalam akibatnya (meskipun bukan dalam niatnya), tidak memilih berarti memilih untuk tidak mengadakan perubahan apa pun dalam politik Indonesia.

Dengan pandangan terakhir ini, terlihat sangat jelas pentingnya partisipasi politik dalam pemilu (cq pilih presiden) yang merupakan salah satu perwujudan dari partisipasi politik dalam demokrasi. Karena demokrasi juga menuntut besar dan luasnya partisipasi  serta alasan paling minimal dari partisipasi politik itu.

Catatan akhir untuk tulisan ini, saya menyarankan untuk tetap memberi suara pada Pemilu nanti dengan harapan berikut ini.

Pertama, untuk pemilihan para wakil rakyat (DPR RI) perlu ikut diperhatikan hasil survei yang dilakukan beberapa  lembaga survei, mengingat tidak semua partai politik akan memenuhi syarat parliament threshold. 

Demi tuntutan itu, saya kira tidak semua calon DPR RI memiliki kualifikasi handal sebagaimana dituntut oleh demokrasi yang kuat yaitu calon yang berintelektual tinggi dan berintegritas yang terandalkan. Cara melihatnya, yaitu dengan mencari dan menemukan track recordnya. Kita tentu tidak sedang mencari orang-orang bodoh dan bermoral buruk duduk di DPR RI.

Kedua, memilih partai tengah atau kiri tengah atau kanan tengah mengingat opsi kita agar Indonesia masih menjadi sebuah negara kesatuan Republik Indonesia. Partai-partai tengah, atau kiri tengah atau kanan tengah, berorientasi pada berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara. Sehingga partai-partai yang sekiranya berniat dan berminat menggantikan dasar negara sebaiknya dihindari tanpa harus disertai kebencian. Kita hanya menghindari peluang perubahan dasar negara ini.

Ketiga, untuk DPRD (kabupaten, kota dan propinsi), mencari dan memilih calon yang berukuran sama dengan calon DPR RI, yaitu berintelektual tinggi dan berintegritas yang handal. Tentu saja, jika saya menyebut intelektual tinggi tidak paralel dengan calon bergelar tinggi.

Keempat, untuk calon presiden dan wakil presiden, sebaiknya mempertimbangkan dengan sungguh apa yang dikemukan Prof. Anthony Downs di atas yaitu bahwa memilih calon presiden yang sekiranya sanggup memecahkan masalah yang dihadapi para pemilih. Sekian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun