Mohon tunggu...
Pius Rengka
Pius Rengka Mohon Tunggu... Pemulung Kata -

Artikel kebudayaan, politik, sosial, budaya, sastra dan olahraga. Facebook:piusrengka. Surel:piusrengka@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Proposal Kebersihan Kota Kupang Cermin Pembelajaran

24 Januari 2019   11:59 Diperbarui: 24 Januari 2019   12:08 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Time is Money:

Berbeda dengan kultur manusia dari negeri industri. Mereka memandang waktu pasti selalu habis. Dari merekalah kalimat time is money itu. Waktu adalah uang. Bagi mereka, waktu selalu habis, dan tak pernah akan datang kembali. 

Waktu berlalu tetaplah berlalu, waktu yang akan datang adalah waktu lain sama sekali. Waktu itu berjalan linear, berjalan lurus sehingga selalu habis dan pergi, meski memang akan ada waktu baru datang lagi, dan waktu yang datang lagi itu untuk urusan baru lagi, bukan mengurus hal yang lama sebagaimana waktu lalu.

Maka, bagi mereka rapat tepat waktu itu biasa. Disiplin waktu, dan tindakan persis sesuai rencana itu keharusan. Semua jenis  kerja pake target, pake rencana. Tak ada kerja tanpa rencana, apalagi tak ada manajemen by accident. Sehingga target  itu wajib. Mereka akan sangat malu bila gemar terlambat dan bekerja tanpa rencana. Juga bagi mereka aturan main tidak boleh main-main diterapkan dan dilaksanakan. Contohnya, budaya kerja Kaizen di Jepang.

Kultur manajemen Kaizen, mengandalkan kerja berencana dan disiplin dalam perencanaan serta time shedule yang ketat yang diikuti dengan costly yang terukur. Akibatnya, semua komponen dalam satu organisasi bergerak bersama dan sama-sama dalam satu formasi dalam skema meraih keuntungan atau laba. Kultur Kaizen ini juga menular dalam pengelolaan birokrasi pemerintahan. Sehingga, jika ditemukan ada anggota organisasi yang bekerja di luar sistem itu, maka bukan organisasi itulah yang mengontrolnya, melainkan pelaku itu sendiri mengontrol dirinya sendiri, bahkan ada di antaranya menempuh jalan harakiri demi menutup malu.

Mereka, di negara-negara sudah sangat maju,  butuh polisi bukan untuk jalan-jalan di jalan raya atau di mana-mana, tetapi polisi dibutuhkan untuk menindak tegas pelanggar hukum. Tetapi polisi di negara maju, jarang tampak seliweran seperti lalat di jalan raya, karena mereka tahu warga negaranya tahu aturan hukum, tertib, dan tepat. Teknologi pun membantu mereka.

Rapat-rapat di negara maju, pasti tepat waktu. Karena itu tingkat kepastian sangat tinggi. Begitu pun kelakuan mereka terhadap urusan sampah dan antri entah di pelabuhan atau di bandara. Bagi mereka, bersih itu tampilan eksternal dari kelakuan diri, kultur individu dan perdaban sebauh bangsa. Halnya persis sama dengan antri. Antri artinya ada kepastian, sedangkan di negeri kita antri artinya tak jelas kepastian.

 Maka yang dilihat ialah kota-kota mereka bersih, kepastian waktu jelas, dan peradaban berkota sangat kuat. Jepang adalah satu contoh negara industri maju yang dikenal bersih, rapi dan tepat waktu. Singapura juga begitu. Tetapi, anehnya, banyak orang Indonesia yang pergi ke dua negara itu serta merta menjadi tertib, bersih dan disiplin. Begitu balik Indonesia, kembali menjadi tidak disiplin, kurang bersih dan terkesan tanpa adab.

Cilakanya, banyak politisi kita, pemerintah kita gemar ke Jepang juga ke Singapura, tetapi hanya untuk menonton kota bukan untuk meniru tradisi  bersih di sana.

Lalu, apa solusi? Di Kota Kupang, khususnya, harus dimulai dari lingkungan RT, agar sesama orang kampung bertukar pikiran tentang cara menjadi manusia kota sekaligus cara mengatasi sampah, sambil pemerintah menyiapkan tempat sampah di semua titik yang diduga aksesibel. Itu dulu. Nanti saya tulis hal lain lagi tentang kota.

Kecuali itu, tindakan tegas wajib dilakukan terhadap mereka yang melanggar ketentuan-ketentuan itu. Saya kira, apa yang kini dilakukan Gubernur NTT, Victor Laiskodat di lingkungan kantor Gubernur NTT, patut ditiru. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun