Mohon tunggu...
Pius Rengka
Pius Rengka Mohon Tunggu... Pemulung Kata -

Artikel kebudayaan, politik, sosial, budaya, sastra dan olahraga. Facebook:piusrengka. Surel:piusrengka@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Catatan Akhir Tahun Politik NTT, Menanti Eksekusi Tegas Victor Laiskodat dan Josef Naesoi

3 Januari 2019   16:02 Diperbarui: 3 Januari 2019   16:31 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalangan aktivis yang tergabung dalam aliansi Zero Human Trafficking (ZTN) menyambut gembira tekad Gubernur NTT ini.  ZTN adalah aliansi NGO nasional maupun internasional yang bervisi agar dalam kurun waktu lima tahun ke depan NTT harus menjadi propinsi zero human trafficking. Mimpi ini sepertinya bertemu dengan impian Gubernur NTT Victor Laiskodat dan Josef Naesoi.

Rakyat NTT, tentu saja, menganggap serial ucapan, pidato, kritik sosial politik  dan nasihat jujur Gubernur Victor sudah tuntas, jelas dan terang. Karena itu, tahun 2018 dianggap khalayak sebagai tahun panggung diskursus, panggung pidato, tahun janji politik, dan tahun membawa harapan.

Tahun 2018 juga dianggap sebagai tahun konsolidasi kekuatan politik pembangunan Gubernur Victor dan Josef Naesoi. Mengapa? Karena  selama tiga bulan belakangan paska pelantikan, Gubernur Victor dan Josef Naesoi melakukan serial kunjungan ke berbagai lapisan sosial  dan struktur kekuasaan pemerintahan. Keduanya menggalang kekuatan politik dengan para bupati, camat dan kepala desa seluruh NTT. Tujuannya sangat terang, agar seluruh lapisan kekuatan birokrasi pemerintahan berada dalam satu front dengan mimpi Victor Jos.

Birokrasi pemerintahan berada dalam satu gerakan yang sama, mimpi yang sama, kelakuan yang sama dan puncaknya pada pembebasan rakyat NTT dari kemiskinan, kemelaratan, ketidakadilan, kebodohan, penyakitan dan tentu saja akhirnya rakyat NTT boleh menikmati harga dirinya sendiri.  Rakyat NTT boleh punya harga diri, punya kehormatan diri. Maka gerakan pidato dan konsolidasi politik Gubernur NTT, tak lain dari membangun state capacity and mobilization of public support.

Dalam teori-teori tentang State Model of Public Policy, apa yang dilakukan Gubernur Victor dan Josef Naesoi merupakan pantulan dari ajaran yang menyebutkan pemimpin dan masyarakat itu tak boleh hanya sibuk dengan wacana, tetapi wacana yang cerdas itu diubah menjadi agenda setting.

Dalam teori disebut, agenda setting is how do issues reaching  public and policy agendas. Itulah sebetulnya yang sekarang sedang dinanti-nantikan oleh khalayak ramai. Itulah pula, yang diharapkan rakyat NTT agar pemimpin baru membawa perubahan baru.

Pertanyaannya ialah perubahan itu dimulai dari mana pada unit sosial politik di NTT? Apakah perubahan itu akan juga sensitif dengan kepentingan politik paling minimal dari seluruh kepentingan politik rakyat NTT?

Menurut saya, jika asumsinya demokrasi politik dibangun mulai dari sistem politik demokratik agar tercapai masyarakat yang demokratik, maka pertama yang harus dilakukan ialah  membenahi diri birokrasi yang tersedia agar birokrasi (birokrat) sanggup menjalankan fungsi pelayanannya secara maksimal.

Mengikuti pemikiran Immanuel Kant atau para Kantian, semakin demokratis sistem politik yang dibangun akan semakin baiklah sistem politik itu sendiri. Artinya, sistem politik itu sendiri dibangun agar sistem politik itu mengevaluasi dirinya sendiri. Pada akibatnya, muncullah para  aktor birokrat yang profesional, liat dan pegas untuk menjalankan roda pemerintahan.

Terkait dengan itulah gagasan Max Weber yang membayangkan birokrasi yang legal rational patut dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh ketika selama ini disinyalir birokrasi di NTT dibangun di atas fundasi politik jual beli posisi eksekutif yang dilakukan sempalan preman rente.

Dalam bayangan Weber, birokrasi yang kuat dan liat itu haruslah profesional, tetapi juga insentif harus cukup (meski istilah ini sangat relatif), disiplin. Sehingga prinsip meritokrasi tak hanya sebagai teks politik, melainkan sebagai praktek politik etis yang demokratis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun