Mohon tunggu...
Pitri Lestari
Pitri Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Sometimes, your best is not good enough

Selanjutnya

Tutup

Roman Artikel Utama

Sebab Rumah akan Tetap Menjadi Rumah

14 Oktober 2023   20:31 Diperbarui: 19 Oktober 2023   00:15 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Benar kata mereka bahwa akhir pekan adalah hari yang paling menyenangkan. Sebab pada saat itu, kita tidak perlu berkutat dengan segudang dokumen, bisa tidur sepuasnya tanpa takut terlambat, dan tentu saja bisa menikmati secangkir teh ataupun kopi tanpa terburu-buru.

Namun ternyata kedamaian yang sesungguhnya tidak pernah terjadi.

Baru saja aku selesai lari pagi, di teras rumah terlihat seseorang dengan wajah kesal. Tanpa lama-lama dia langsung mengeluarkan rentetan kata tanpa jeda.

"Kenapa tidak diangkat? Lari pagi tanpa membawa handphone? Bukankah aku sudah sering mengingatkan untuk membawanya? Bagaimana kalau terjadi apa-apa saat di luar? Bagaimana kalau ..." Kata-katanya terhenti dan ..

"Apa ada orang yang lari hanya memakai sepatu sebelah?" Tanyanya heran.

Keroncongan perutku lebih cepat dari jawaban yang hendak diberikan.

"Sudah sarapan? Belum kan? Ayo sarapan dulu nanti aku beri tahu jawabannya."

Dia mengikuti masuk tanpa ada pertanyaan tambahan.

Setelah menu sarapan siap, aku langsung menyantapnya tanpa ragu-ragu, sementara dia menatap tajam, menunggu penjelasan.

"Heem dari mana aku harus memulainya." Gumamku

"Ada masalah?" Dia membuka kembali percakapan.

"Tidak, semuanya baik-baik saja. Tentang handphone. Dayanya habis jadi kali ini memang sengaja aku tinggal bukan lupa. Lalu, sepatu? Tadi di jalan ada pencuri, kebetulan dia lewat ke arahku. Kamu tahu kan aku sangat jago melempar? Jadi sepatu itu digunakan untuk menangkapnya."

"Berhasil?" Katanya dengan ekspresi yang sulit ditebak.

"Tentu.. Tepat mengenai target. Tapi sepertinya kurang keras, jadi sepatunya ikut dicuri." Jelasku.

"Cepat habiskan sarapannya." Dia tersenyum

"Tidak percaya? Apa terdengar seperti mengada-ngada?"

"Kamu lebih baik dalam membaca ekspresi daripada mengartikan kata-katanya bukan?"

Jawaban yang sangat ambigu, tapi wajahnya terlihat sudah jauh lebih bersahabat dari sebelumnya.

"Kenapa telpon? Bukannya karyawan juga berhak menikmati akhir pekan?" Tanyaku.

Dia tidak menjawab, tetapi memberikan sebuah amplop.

"Apa?"

"Lihat dulu nanti juga tahu."

"Tiket? Santiago Bernabu ? Setelah melihatnya aku tetap tidak tahu"

"Real Madrid, bukankah kamu sangat ingin menontonnya langsung? Jadi minggu depan ayo kita ke sana,"  

Jawabannya membuatku terdiam.

"Tidak mau?" sambungnya.

"Minggu depan bukannya ada rapat penting? Aku juga harus menuntaskan pekerjaanku."

"Kamu belum mengambil jatah cuti untuk bulan ini, bahkan bulan-bulan sebelumnya pun tidak pernah digunakan. Apalagi deadline untuk proyek itu masih cukup lama. Jadi jangan terlalu buru-buru." Jelasnya.

"Lalu, bagaimana dengan rapat penting?"

"Bisa dilakukan secara online. Aku kan CEO-nya, wkwkwk." Jawabnya santai.

"Ah, kenapa aku sangat kesal mendengarnya."

"Jadi mau atau tidak?" Tanyanya lagi.

"Heem. Aku memang sangat ingin menontonnya, tapi bagaimana jika setelah itu ada banyak rumor yang bertebaran?"

"Rumor? Hubungan kita? Lagi pula kenapa kamu sangat ingin menyembunyikannya?"

"Yang aku tahu jika berhubungan dengan rekan satu kantor, apalagi dengan CEO-nya, akan menjadi masalah besar. Jika masalah datang, biasanya pihak perempuan yang akan lebih banyak mengalami kerugian."

"Aku mengerti jika dia di masa lalu mu masih belum terlupakan. Aku juga tidak bisa menjamin akan terjadi hal-hal baik saja. Dan juga, aku tidak bisa berjanji bahwa aku tidak akan menjadi seperti dirinya. Tetapi, aku benar-benar ingin menjadi seseorang yang selalu ada buat kamu dan bisa diandalkan." Jelasnya dengan tulus.

Dia menghampiriku yang hampir menangis.

"Jika tidak maupun tidak apa-apa, aku masih bisa menukarnya atau mungkin pergi sendiri dan memberikan tiket yang satunya pada orang tidak dikenal. Apakah kamu akan merasa baik-baik saja jika begitu?" tanyanya, dengan nada humor.

"Aku rasa lebih baik segera mengurus proses cuti bukan?" jawabku

Dia tersenyum dengan mata yang berbinar penuh kehangatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun