Di awal kemunculan Tuan laksana fajar di ufuk timur
Dengan berbekal segenggam beras untuk ditaburkan
Kini  Tuan mulai mengelus kepala Kami
Lalu kemudian bersyair merdu coba obati nestapa ini
Perlahan asa Kamipun berjingkrak
Dan mulai  tergerak pula untuk menginvestasikan sutra Kami
Tibalah hari penobatan berlangsung
Kami berjejejer mematung pandangi wajah Tuan yang berseri
Tanpa adanya komando Kamipun bersorak riang akan hal itu
Selang beberapa waktu terbitlah fatwa yang dirasa telah Tuan kaji
Maksud menyejahterakan namun kenyataan membuat resah
Bom waktu yang semula diam perlahan Tuan gulirkan ke arah Kami
Kami coba mengambil  jatah untuk bersua
Namun Tuan enggan bergeming
Tuan lebih memilih tutup gerbang
Dan menghadiahkan bala tentara ke arah Kami
Labirin yang semula kondusif kini berbalik agresif
Kami sama sekali tidak meminta istana
Cukuplah bagi Kami hanya untuk makan saja
Kami hanya ingin didengarkan
Tuan tak perlu repot melepas telinga
Sebab Kamipun tidak akan bersimpati
Agenda Kami bukan bermaksud pemakzulan
Kami hanya minta untuk dilibatkan dalam kuasa ini
Penutup dari Kami untuk Tuan
"Jika Tuan hanya berfokus membangun mimbar megah tanpa pondasi kuat
Suatu hari Tuan sendiri yang akan ditimpanya"
Sumedang, 29/09/2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H