Kamera media pun tak lagi menyorot proyek ini.Â
Sekarang sudah tahun 2021, apakah hasilnya sudah terlihat? Ya... Sudah terlihat. Beberapa foto terlampir bisa menceritakan dengan baik bagaimana hasil pembangunannya. Saya sengaja mengkompilasikan antara kondisi asli, gambar desain dan foto realisasi agar anda memahami alur masalahnya dengan jelas.
Silakan bandingkan dengan apa yang saya khawatirkan dulu. Bandingkan juga berapa banyak bangunan yang dapat dan telah dibangun sesuai desain.Â
Layakkah pekerjaan itu dihargai ± Rp. 1.500.000.000?
Jauh panggang dari api. Kondisi lapangan tak seindah animasi komputer. Pemberdayaan masyarakat hanya di atas kertas, excavator-lah yang beraksi mengoyak punggung bukit itu. Warga sekadar menjadi penonton di saat dana "eMeM-an" Â dikucurkan hanya untuk menghancurkan alam kami yang dibiarkan begitu saja pun tetap mempesona.
Dana 1,5 Miliar itu menghancurkan tempat yang telah melambungkan nama Kolbano sejak satu abad yang lalu itu. Di titik inilah pemimpin perjuangan rakyat Kolbano, Boi Boimau alias Boi Kapitan bersama para meo (laskar) membuat "benteng" dan bersiaga untuk menghadang serangan balik pasukan Belanda. Serangan balik itu dilakukan sebagai respon atas terbunuhnya 16 prajurit mereka dalam Perang Kolbano, 26 Oktober 1907.
Uang negara itu terbuang sia-sia tatkala di sudut lain desa ini warga dusun Kbaf masih mengandalkan sebuah jalan kurang terurus dan berisiko peninggalan romusha Jepang. Warga dusun kerap harus berinisiatif untuk bergotong-royong menutup lubang-lubang yang terbentuk akibat limpasan air hujan, karena masih berpengerasan sirtu sejak dekade silam.
Di sisi lain...
Saat ini pesisir Kolbano pun sedang digerogoti oleh penambangan batu warna atas izin pemerintah kabupaten dan provinsi yang efeknya memprihatinkan. Bukan hanya terhadap keindahan tapi juga keamanan pemukiman dan infrastruktur. Abrasi hingga tahun ini sudah sampai pada taraf mengkhawatirkan.