Mohon tunggu...
Pither Yurhans Lakapu
Pither Yurhans Lakapu Mohon Tunggu... Penulis - Pemitra (pejuang mielitis transversa)

Penulis buku "TEGAR!; Catatan Perjuangan Melawan Mielitis Transversa". Twitter: @pitherpung, blog: https://pitherpung.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kéa dan Lubang Tambang Raksasa di Pantai Kolbano, Timor

2 Agustus 2017   06:17 Diperbarui: 25 Oktober 2019   07:36 4676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mana mungkin waktu itu legal dan sedang di puncak eksploitasi tapi disebut cuma 5 fuso? Masuk hitungankah kalau hanya 5 kendaraan setara fuso yang mengangkut batu warna dari lahan tambang yang membentang lebih dari 30 Km dengan > 10 pengusaha dan ribuan masyarakat pengrajin?

Pantai Kolbano | Dok. Pribadi
Pantai Kolbano | Dok. Pribadi
Itu data resmi dari Distamben dan tentu hanya itu yang ditarik retribusinya. Yang tercatat cuma sekitar 1/3-nya, sedangkan 2/3-nya bocor.[Sekedar pembanding, ketika Bupati TTS sudah menutup sementara aktifitas tambang beberapa waktu lalu saja, terjaring 6 truk ilegal hanya dalam sehari. Baca: Illegal, Puluhan Ton Batu Berwarna Asal Pantai di TTS Disita Satpol PP].

Sudah remah-remah batu warna yang ditinggal, eh... retribusi yang didapat pun cuma remah-remah.

Lalu apa yang didapat masyarakat?

Tahun 2005, saya mendapati pasir Kolbano dijual Rp 10 ribu/ons untuk hiasan aquarium di sebuah pusat perbelanjaan di Bandung. Sementara saat itu di Pantai Kolbano dihargai Rp 8 ribu/karung. Dengan kata lain, pasir warna seharga Rp 8 ribu (@50 kg) di Kolbano itu dihargai di Bandung dengan harga Rp 5 juta. Pengrajin Kolbano hanya mendapat 0,16 % sedangkan keuntungan pengusaha dalam rantai bisnis pasir warna Kolbano-Bandung ini mencapai Rp 4.992.000 alias 62.400 %. Setelah 12 tahun berlalu, entah berapa harganya di sana sekarang, sementara di Kolbano belum beranjak.

Di Surabaya (2011) salah 1 varian batu warna Kolbano dijual eceran untuk hiasan taman dengan harga Rp 20 ribu/5 kg sementara di Kolbano per karung dihargai Rp 4 ribu. Artinya pengrajin yang sehari-hari berjemur ria mengumpulkan batu warna dari jam 6 pagi-jam 6 sore hanya kebagian 2 % sedangkan pengusaha dalam rantai pendek ini mendapat keuntungan Rp 196 ribu (4.900 %). Koral Kolbano juga ditawarkan secara online dengan kisaran harga Rp 45 ribu/15 kg (margin harga +/- 3.000 % alias di Jawa Rp 3.000/kg sedangkan di Kolbano Rp 100/kg).

Miris!!!

*

Pantai Kolbano | Dok. Pribadi
Pantai Kolbano | Dok. Pribadi
Masihkah kita tutup mata melihat tambang telah merenggut karunia pantai yang amat indah ini? Sampai kapan lubang itu terus kita perbesar? Layakkah kita mengklaim rakyat sudah disejahterakan dengan kehadiran tambang selama ini? Sebandingkah retribusi yang didapat dengan kerusakan alam yang sudah terjadi?

Silahkan anda renungkan sendiri. Saya hanya memberi gambaran tentang keprihatinan saya. Keprihatinan akan Pantai Kolbano dan sekitarnya yang sudah dijarah dan diobrak-abrik isinya.

Sambil mengenang kéa yang walaupun selalu berstigma tak memiliki otak tapi tidak pernah merusak pantai, meninggalkan lubang berantakan bahkan tidak membawa pergi 1 butir pasir pun dari 30-40 km Pantai Selatan TTS.*

*) Foto-foto: dokumentasi pribadi di Pantai Kolbano.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun