Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Keindahan Baginda

19 November 2024   11:22 Diperbarui: 19 November 2024   11:26 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peri-peri angkasa beremuk di Surga.

Berita disampaikan ke kekaisaran Baginda oleh peri Jibril.  

Istri baginda menguping dan menggerutu dalam batinnya. 

Sesekali ia meludah ke tanah yang merah seperti ludah sirih. 

"Kamu akan dikutuk anak-anak manusia!"

"Tapi titah Dewa harus terlaksana," tutur Baginda muram. 

 

Baginda masuk ke dalam bilik mengenakan sutranya yang disulam pola naga. 

Menaiki tangga dengan beban di tumit kakinya. 

Tangga pertama, ia memikul beban karena titah Dewata tidak ada tidak.

Tangga ke dua, ia memikul beban istrinya yang harus tegas ia jawab tidak.

Tangga ke tiga, ia memikul beban anak-anak manusia dan berani untuk tidak. 

Akhirnya dia pun sampai di puncak kerajaan dan menampakan kemuliaannya.  

 

Kerna kemuliaannya tak terbandingkan

Awan hitam lantas menutupi permadani jagat. 

Halilintar mengakar di semesta dengan akar serabutnya yang gagah. 

Batu-batu dimuntahkan dari pabrik bumi, masih baru dan panas.  

Hewan-hewan hutan berlari keluar sarang meneriaki anak-anak manusia di pemukiman. 

Dan anak-anak manusia histeria karena tak mengerti bahasa binatang. 

 

Dalam sekejab, mata mereka tertuju pada Tahkta Sri Baginda di puncak Kerajaan. 

Amat indah dipandang mata!

Amat elok laku-tuturnya.

Menjadikan mereka terpesona dan gentar menapat rupa.  

Adakah orang yang berani menatap keindahan Purba itu.

"Dahulu kala kami mendengar, sekarang kami melihat". 

 

Anak-anak manusia lalu dihembusi kekudusan 

Berlari diam seolah tangguh atas angkara 

Terbirit-birit seolah diburu keabadian

Teriak-teriak seolah anak akan dipisahkan dari ibunya dan istri dari suaminya

Terisak solah ada yang hilang.

Dan yang menanti pasrah pada ajal. 

 

Baginda! Keindahanmu yang purba 

menampakan ketakabadian anak-anak manusia

Mereka kagum memandangmu. 

Takjub oleh kedasyatan keindahan itu. 

Bangga dapat menatapmu. 

Tapi coba kita melihat sungguh ke dalam mata mereka!

 

Kedukaan

Kehilangan

Kesepian

Kehampaan

Kedapatmatian, dan

Kutukan!

 

 

Ende 19 November 2024

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun