Didache, salah satu ringkasan paling awal dari ajaran Kristen, hanya mengutip Lukas 6:30: 'Berikanlah kepada siapa saja yang meminta darimu'. St Pachomius sangat terkesan dengan kemurahan hati orang-orang Kristen lokal kepadanya ketika dia menjadi seorang prajurit wajib militer, sehingga dia dituntun untuk pertobatannya.
Memang sejak abad-abad awal, komunitas-komunitas religius yang terorganisir secara sadar mengadopsi bahasa keluarga Kristen untuk menggambarkan diri mereka sendiri. Misalnya Regula St Augustinus dan St Benediktus menggambarkan biarawan mereka sebagai 'fratres'. Bahasa persaudaraan juga telah digunakan secara metaforis dalam banyak konteks lain.Â
Misal seperti Fratelli tutti mengacu pada kombinasi kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan yang dipopulerkan oleh Revolusi Prancis, di mana gagasan fraternit dipakai untuk membuat klaim radikal terhadap kelas penguasa dalam masyarakat dengan ketidaksetaraan politik, sosial dan ekonomi. Paus berpendapat bahwa tanpa penanaman persaudaraan secara sadar, kebebasan hanya menjadi keinginan diri sendiri (103-104).
Fratelli tutti juga berhutang banyak pada Dokumen "Persaudaraan Manusia" yang penandatangannya adalah Paus Fransiskus dan Imam Besar Ahmad Al-Tayyeb. Dokumen ini mengisi gagasan persaudaraan dengan cara yang konkret: komitmen berdialog, penolakan terhadap segala bentuk kekerasan, tekad untuk merawat yang miskin dan menderita, pengakuan hak perempuan atas pendidikan, dan kebebasan politik.
Namun catatan kehati-hatian diperlukan. Imam Besar tidak berbicara untuk keseluruhan Islam, dan bagaimanapun konsep 'persaudaraan' dalam Islam dan Kristen tidak identik.
Penggunaan metafora utama dari 'persaudaraan' dalam dunia Islam adalah untuk merujuk pada sesama Muslim. Menariknya, kata uuwwa, yang digunakan dalam judul dokumen berbahasa Arab, tidak ditemukan dalam Al-Qur'an. Orang-orang Muslim memiliki beberapa keraguan tentang menyebut Tuhan sebagai 'Bapa', yang berarti bahwa gagasan menjadi saudara dan saudari sebagai anak-anak dari satu Bapa datang lebih mudah bagi mereka daripada orang Kristen.
Komplikasi lebih lanjut adalah bahwa Fratelli tutti menggunakan berbagai ekspresi terkait untuk merujuk pada hubungan manusia yang positif. Judulnya menghubungkan persaudaraan dengan persahabatan sosial. Bab kedua berfokus pada perumpamaan Orang Samaria yang Baik Hati dan pertanyaan, 'siapa sesamaku?'Â
Di tempat lain, Paus menulis tentang amal, amal sosial, amal politik, solidaritas, cinta dan kebaikan (bahasa Italia: gentilezza). Kita mungkin bertanya, apakah masing-masing istilah ini berarti?
Kita dapat mulai menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan bantuan filsuf Prancis Paul Ricoeur, yang diakui dalam catatan kaki di Fratelli tutti. Esainya, 'Le socius et le prochain" (secara kasar diterjemahkan sebagai 'Rekan dan Sesama') mengeksplorasi perbedaan dan hubungan antara cinta sesama dan persahabatan sosial.
Ricoeur mengontraskan kategori-kategori sosial seperti kategori imam dan orang Lewi dalam cerita Orang Samaria yang Baik Hati dengan gagasan tentang sesama. Bagi imam dan orang Lewi, orang Samaria juga harus dikategorikan sebagai orang asing.Â
Orang Samaria, sebaliknya, melihat orang yang terluka hanya sebagai individu, sesama manusia yang membutuhkan pertolongan. Dia tergerak oleh perjumpaan langsung dengannya. Bukannya dia melihatnya sebagai sesamanya; melainkan ia menjadikan dirinya sesama dari orang yang membutuhkan. Yesus membalikkan pertanyaan, 'siapa sesamaku?' dan bertanya: 'Manakah dari ketiganya yang menurutmu telah menjadi sesama dari orang yang jatuh ke tangan perampok?'