Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perjalanan yang Panjang ke Damaskus

15 Februari 2022   12:13 Diperbarui: 15 Februari 2022   12:23 1237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam suratnya kepada Jemaat Galatia, Paulus memberikan versi yang agak berbeda dari pertobatannya dan akibatnya, yang lebih menjelaskan panjang dan pentingnya perjalanannya:

Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku  sejak kandungan  ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya, berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia; juga aku tidak pergi ke Yerusalem mendapatkan mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku, tetapi aku berangkat ke tanah Arab dan dari situ kembali lagi ke Damsyik. Lalu, tiga tahun  kemudian, aku pergi ke Yerusalem  untuk mengunjungi Kefas, dan aku menumpang lima belas hari di rumahnya. 

Tetapi aku tidak melihat seorangpun dari rasul-rasul yang lain, kecuali Yakobus, saudara Tuhan Yesus. Di hadapan Allah  kutegaskan: apa yang kutuliskan kepadamu ini benar, aku tidak berdusta.  Kemudian aku pergi ke daerah-daerah Siria  dan Kilikia. Tetapi rupaku tetap tidak dikenal oleh jemaat-jemaat Kristus  di Yudea. Mereka hanya mendengar, bahwa ia yang dahulu menganiaya mereka, sekarang memberitakan iman,  yang pernah hendak dibinasakannya. Dan mereka memuliakan Allah karena aku. Kemudian setelah lewat empat belas tahun, aku pergi pula ke Yerusalem. (Galatia 1:15-2: 1)

Tampaknya periode setelah Jalan Damaskus berlangsung hingga 17 tahun. Perlu diketahui, "Perjalanan mendekati Damaskus" tidak serta merta mengubahnya menjadi "Rasul bagi Bangsa-bangsa Kafir". Itu hanya memulai proses pertobatan yang mempersiapkan Santo Paulus untuk misinya. 

Pengalaman akan Allah--- Pengalaman Pertobatan

Dalam 1 Kor 9:1, Paulus berkata bahwa ia telah "melihat Yesus, Tuhan kita". Dalam 1 Kor 15:5-7, ia menempatkan apa yang dilihatnya setara dengan semua penampakan Yesus pasca-kebangkitan. Paulus tidak pernah menyebut pengalamannya sebagai "pertobatan". Namun, uraian dalam Galatia (1:13-17) dan Filipi (3:4-7) menunjukkan bahwa apa yang dialami Paulus adalah perubahan komitmen, nilai dan identitas yang tiba-tiba dan tidak terduga. [3]

Paulus tidak mengacu pada istilah-istilah seperti pertobatan atau "berbalik" sehubungan dengan pengalamannya sendiri. Dalam Gal 1:15, bahwa Allah "yang telah memilih aku  sejak kandungan  ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya", menunjukkan bahwa pengalaman itu mungkin bukan pertobatan namun lebih merupakan panggilan--- misi non-Yahudi-Nya. Dari surat ke Roma, kehidupan Paulus dilihat sebagai "dikuduskan untuk Injil Allah, yang telah dijanjikan-Nya sebelumnya dengan perantaraan nabi-nabi-Nya dalam Kitab-kitab Suci ... untuk membawa ketaatan iman di antara semua orang bukan Yahudi" (Rm 1:1-5). Bila diperhatikan, ayat ini mengikuti suatu pola: "panggilan, tanggapan dan misi".[4]

Meskipun mungkin ada isyarat dalam surat-surat Paulus bahwa pengalamannya dalam beberapa hal merupakan "panggilan", peristiwa yang biasa kita rayakan di tanggal 25 Januari adalah pertobatan Santo Paulus. Jadi jika kita memahami pengalamannya dengan cara ini, kita dapat bertanya: dari apa dan kepada apa Paulus bertobat?

Pengalaman Paulus "tentu saja bukan pengalaman orang miskin secara agama. Bukan pula pertobatan seseorang yang tidak memiliki apa-apa dan memperoleh harta yang tidak terduga". Paulus bangga menjadi bagian dari orang Israel, karena ia seorang Ibrani, seorang Farisi (Flp 3:5-6). Pengalaman Paulus juga tidak seperti pengalaman Maria Magdalena, atau air mata pahit Petrus yang menyesal setelah menyangkal Yesus. 

Apa yang dimiliki Paulus "sebelumnya bukanlah sesuatu yang buruk atau tak bernilai. Pertobatan Paulus berbeda: titik awalnya bukanlah lembah penghinaan, "melainkan dataran tinggi kebanggaan dalam pencapaian sejati". [5] Singkatnya, inti dari pertobatan Paulus adalah bahwa "semua dirinya, semua yang telah dia capai, semua yang dia banggakan dan yang dapat dia banggakan, sekarang dianggap sebagai kerugian atau sampah ... Apapun yang terjadi kepada Paulus secara radikal membalikkan skala nilai dan membuat visinya tentang segala sesuatu benar-benar baru". Ini adalah pertobatannya.[6] 

Pertobatan Paulus dalam Kisah Para Rasul

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun