Tentang Gua
Untuk kita semua para petualang.
Salam hangat!
Kita tentu pernah mendengar kisah tentang petualangan tiga penjelahajah Prancis pada Desember 1994 di sepanjang Sungai Ardche. Mereka menemukan ventilasi udara yang mereka pikir mungkin merupakan bukti gua yang belum ditemukan. Mereka menemukan celah kecil dan turun ke dalam jaringan kamar yang tertutup lapisan kalsit yang berkilauan. Tetapi keindahan alam yang menakjubkan hanyalah penemuan pertama. Mereka segera menyadari bahwa mereka bukanlah pengunjung manusia pertama gua itu.
Ribuan tahun yang lalu, sebelum mulut gua runtuh, manusia prasejarah meninggalkan jejaknya dengan menutupi dinding dengan lukisan binatang yang sudah lama punah. Gua Chauvet (dinamai salah satu penjelajah) sekarang dianggap berisi beberapa lukisan prasejarah tertua yang pernah diketahui para arkeolog sekitar 30.000 tahun.
Ketika gua itu ditemukan, para arkeolog sudah memiliki pengalaman tentang efek destruktif pengunjung pada lukisan gua di Lascaux (Prancis) dan di Altamira (Spanyol). Karena alasan ini, gua Chauvet tidak pernah dibuka untuk umum, dan hanya sejumlah kecil ilmuwan dan arkeolog yang diizinkan masuk. Karena tidak semua dapat memiliki akses ke dalamnya, sebuah film dokumenter Cave of Forgotten Dreams dibuat. Tidak seperti film dokumenter arkeologis pada umumnya yang menyoroti aspek sensasional untuk membombardir penonton dengan rekonstruksi dan dramatisasi. Jelas menghibur, tetapi pesan yang mendasarinya,
"Orang-orang prasejarah tidak seperti kita; mereka berbeda dan aneh". Sedang dalam Cave of Forgotten Dreams, gua mendapat sorotan. Pesannya jelas, "Gua adalah bagian yang menakjubkan dari sejarah manusia", dan elemen manusia adalah aspek yang kuat dari film ini.
Orang-orang masa lalu, terutama prasejarah, sering disajikan kepada publik seolah-olah mereka adalah pameran di kebun binatang, dan bahkan di antara para arkeolog akademis, kemanusiaan subjek mereka sering hilang di tengah angka, teori, dan ambisi. Cave of Forgotten Dreams mengingatkan bahwa ketertarikan kita pada manusia prasejarah terletak pada kemanusiaannya dan juga pada misterinya.
Kita dapat mengidentifikasi sidik jari seorang pria lajang karena jari kelingkingnya yang bengkok. Ada sesuatu yang sangat mengharukan tentang sidik jari itu, apakah jejak yang dilukis di dinding gua atau sidik jari di tembikar. Ada sesuatu yang sangat pribadi di dalamnya. Kita dapat melihat seorang individu, tetapi apa yang kita ketahui tentang orang tersebut? Apa ketakutannya? Apa mimpinya?
Cave of Forgotten Dreams bukanlah film dokumenter biasa--- bukan pelajaran atau argumen, tapi pengalaman. Bukan tentang studi prasejarah dan kecanggihannya, tapi dan di atas segalanya, kemanusiaan.
Para sahabat! Kisah tentang Cave of Forgotten Dreams membuat saya teringat pada Gua Sibone di Adagai, Alor Timur Laut. Saya ingat sewaktu kanak-kanak banyak tetangga bahkan ibu suka berkisah tentang kepahlawanan seorang tentara yang membunuh secara membabi buta para "Suanggi" di Alor dan dibuang ke dalam Gua Sibone. Kisah ini bagai legenda yang terus didongengkan--- dan tentang kepahlawanan seorang tentara tentunya. Namun ketika duduk di bangku kuliah sebuah pertanyaan muncul, "Mengapa tentara pada zaman itu mudah sekali mengangkat senjata dan membunuh?"
Saya masih menyimpan pertanyaan itu dan baru memahaminya kala Gua Sibone Alor saya sejajarkan dengan tragedi Lubang Buaya, cikal bakal legitimasi pembunuhan masal Gerakan 30 September atau G30S/PKI: sebuah tragedi kemanusian, salah satu tujuh dosa pokok Soeharto, yang memakan sekitar satu juta korban jiwa.
Kemarin banyak teman-teman di Group whats up yang berbagi tentang G30S/PKI Â (di antaranya saudara seangkatan Jondri Siki) yang kendati terjadi pada 52 tahun silam, namun teriakan korbannya masih dibiarkan ternganga dalam lubang sejarah.
Para sahabat! Keterlibatan kita dengan sejarah kemanusiaan yang dikebiri, entah personal ataupun komunal, bisa menjadi pengalaman yang menghantui, menjadi trauma mendalam yang tergores dalam ingatan. Bahkan pengalaman hidup usai tragedi kematian seolah-olah tidak mengizinkan mereka untuk melakukan perjalanan baru. Ia seolah-olah mengutuk setiap orang yang terlibat untuk melakukan perjalanan di negeri angker mencari makna dan penebusan.
Demikianlah surat ini kutulis dalam kenangan akan Gua Sibone dan Lubang Buaya, yang kendati tidak seperti Gua Chauvet, namun ketiganya adalah tentang manusia di masa lalu, dan tentang kemanusiaan yang ditinggalkan.
Warm Regard
Petrus Pit Duka Karwayu
Yogyakarta 01 Oktober 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H