Untuk sahabat!
Kukirimkan lagi suratku dari Kota Karang. Surat yang kesekian!
Suatu hari Gibran pernah bernarasi tentang cinta.
"Apabila cinta memberi isyarat padamu, ikutilah dia. Walau jalannya sukar dan curam. Dan pabila sayapnya memelukmu, menyeralah kepadanya. Walaupun pedang yang tersembunyi di antara hujung-hujung sayapnya bisa melukaimu. Dan kalau dia berbicara padamu percayalah padanya. Walau suaranya bisa menggetar mimpi-mimpimu bagai angin utara membinasakan taman. Karena sebagaimana cinta memahkotai engkau, demikian pula dia akan menghukummu....."
Tentang cinta, aku juga teringat akan tulisan seorang sahabat: Claret, pecinta yang disandra, yang terasing. Sosok berbadan pendek yang merangkum cinta insani dan ilahi dalam kata dan tindakan.Â
Dia yang mengikuti tuntunan cinta untuk sesama dan di akhir hidupnya mendapati dirinya dihukum oleh cinta yang tanpa batas, "Aku seperti seorang buronan". Rupanya benar, jika 'kamu mungkin menemukan cinta dan lalu kehilangannya'.
Sahabatku! Semalam kami perayakan pesta puncak 150 tahun Bapa Pendiri Putera-putera Hati Tak Bernoda Maria, St. Antonius Maria Claret. Perayaan tersebut serempak dengan persembahan diri keempat pemuda yang menyerah di hadapan cinta yang berdaulat. Yang ketika berhadapan dengannya, manusia tidak lagi dapat meminta, tapi memberi. Pesta tersebut juga menjadi momentum bagi seorang imam Claretian, Sipri Asa, CMF yang merayakan 25 tahun imamat.Â
Dia adalah imam Claretian pertama yang kukenal ketika awal tes masuk ke dalam rumah formasi Claretian. Dan kedua perayaan ini disempurnakan dengan pelantikan Dewan Delegasi yang Baru, yang ketiganya pernah menjadi formator dan pengajar.
24 Oktober 2020 adalah tanggal yang dirayakan dengan banyak motivasi, dan mungkin, juga kecemasan. Karena pandemi belum berakhir. Segala program jangka panjang kandas, dan harus memulai dari yang baru: dengan meraba-raba dan seolah tidak ada yang benar-benar berarti. Kecemasan Global, Kongregasional, Delegasional, Komunal, dan Individual. Dan yang lain lagi adalah kecemasan familial. Â
Sahabatku! Â 24 Oktober juga adalah hari pernikahan dari saudara laki-laki tertua dalam keluargaku, Darmintosius Karwayu. Dia menikah pada tahun 2014 dan saat itu aku bersama saudariku Irti tidak turut hadir.Â
Namun aku dan Irti merayakannya di komunitas Pra Novisiat Claret Kupang, karena bertepatan dengan hari raya Bapa Pendiri, Uskup Claret. Mungkin inilah sebabnya, semalam aku sempat berpikir, bagaimana melihat Minto dalam mata Claret.