Hopkins menulis perikop ini mungkin pada peringatan seratus tahun kesyahidan Campion, 1 Desember 1881, dengan maksud menunjukkan bahwa puisi-puisinya adalah milik Allah.
Dari diskusi yang cukup panjang itu, Akhirnya saya mulai tertarik untuk membaca puisi-puisi Hopkins khususnya 'The Blessed Virgin compared to the Air we Breathe'.Â
Puisi ini ditulisnya dalam bulan Maria, Mei, dan memiliki daya tarik yang kurang langsung, bertele-tele, dan tampaknya hampir dibuat-buat. Saya saat itu bertanya, "Apakah ini puisi atau risalah teologis?"
Memang tidak dapat dipungkiri, Bunda Maria menawarkan sumber inspirasi bagi bakat sastra dan seni. 'May Magnificat' Hopkins  menegaskan tesis tersebut.Â
Namun bukan puisi ini yang saya maksudkan, namun, 'The Blessed Virgin compared to the Air we Breathe'. Dipenuhi dengan pemikiran yang mendalam, sintaksis kreatif, dan perbendaharaan kata yang sangat orisinal, puisi itu mungkin dianggap terlalu panjang dan berbelit-belit.Â
Dengan kuplet tiga kaki yang berirama dan kembar tiga, relatif mudah dibaca dengan keras, tetapi isinya tidak selalu mudah. Namun harus dikatakan bahwa 'The Blessed Virgin compared to the Air we Breathe' sangat relevan, karena belas kasihan adalah tema utamanya.
Sahabatku! Adalah sebuah niscaya, bahwa para dewa zaman dulu ditakuti daripada dicintai. Bahwa orang-orang berusaha menghilangkan amarah, dendam, dan kehancuran dengan mempersembahkan kurban dan doa, dengan mematuhi 'perintah' dan menjalani kehidupan yang 'baik'.Â
Dalam Kitab-kitab Ibrani, konsep-konsep seperti hesed (kebaikan) dan emeth (kesetiaan) menunjuk pada keterbukaan bertahap dalam Yudaisme tentang gagasan Tuhan yang murah hati.Â
Tetapi dengan munculnya agama Kristen maka belas kasihan, kasih Allah, menjadi aspirasi utama agama di dunia Barat, terutama yang paling populer dalam seni Kristen adalah gambar Bunda Berbelaskasih. Dalam baitnya, Hopkins menulis,
She, wild web, wondrous robe,
Mantles the guilty globe'.