Berbeda dengan Eisland yang mempromosikan dalam teologinya Allah yang cacat (bersumber pada pengalaman pribadinya dan bersifat alamiah). Teologi Maum mempromosikan Kristus yang tersalib sebagai bagian integral dari pengalaman 'penyaliban' para wanita penghibur Korea. Kondisi mereka pun tidak bersifat alamiah, melainkan dikondisikan. Maka corak pembebasan menjadi perjuangan yang hakiki: "Yesus dan wanita penghibur sama-sama meneriakan keadilan".
Akhirnya dalam surat ini, aku ingin kamu tahu dalam pelecehan, penganiayaan, dan perendahan tubuh wanita penghibur, salib Kristus dikenangkan: para wanita mengalami kekerasan melawan maum (tubuh) mereka sebagaimana Yesus melawan maum-Nya. Yesus berada di dalam pengalaman para wanita penghibur dan wanita penghibur menyambung drama penyaliban Yesus. Yesus dan wanita penghibur kemudian menjadi cermin bagi setiapnya untuk menunjuk pada penderitaan mereka.
Sahabatku dan wanitaku! Kuakhiri suratku ini dengan kalimat paling mengagumkan dari Hwa-Young Chong: "Tuhan yang menderita sudah mengetahui rasa sakit dan penderitaan dari kehancuran dalam tubuh, dan Tuhan ini tahu "jalan" menuju penyembuhan dan pembaruan". Aku hanya ingin, kamu dan aku belajar menghargai para wanita, khususnya yang tak bersuara, yang selalu terlibat dalam dialog bisu panggung sandiwara. Dan seperti Iwan Fals: "Lonteku dekap pada-ku, mari kita lanjutkan cerita hari esok". Mereka adalah kupu-kupu malam, menangis di dalam senyuman dan tersenyum di dalam tangisan, yang oleh Derrida, bisa mengajari kita cara berdoa dengan baik!
Yours Sincerely
Petrus Pit Duka Karwayu
Yogyakarta 22 Juni 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H