Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Allah dalam Tubuh yang Rusak: Cerita Wanita Penghibur Korea

22 Juni 2020   21:31 Diperbarui: 22 Juni 2020   21:37 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbeda dengan Eisland yang mempromosikan dalam teologinya Allah yang cacat (bersumber pada pengalaman pribadinya dan bersifat alamiah). Teologi Maum mempromosikan Kristus yang tersalib sebagai bagian integral dari pengalaman 'penyaliban' para wanita penghibur Korea. Kondisi mereka pun tidak bersifat alamiah, melainkan dikondisikan. Maka corak pembebasan menjadi perjuangan yang hakiki: "Yesus dan wanita penghibur sama-sama meneriakan keadilan".

Akhirnya dalam surat ini, aku ingin kamu tahu dalam pelecehan, penganiayaan, dan perendahan tubuh wanita penghibur, salib Kristus dikenangkan: para wanita mengalami kekerasan melawan maum (tubuh) mereka sebagaimana Yesus melawan maum-Nya. Yesus berada di dalam pengalaman para wanita penghibur dan wanita penghibur menyambung drama penyaliban Yesus. Yesus dan wanita penghibur kemudian menjadi cermin bagi setiapnya untuk menunjuk pada penderitaan mereka.

Sahabatku dan wanitaku! Kuakhiri suratku ini dengan kalimat paling mengagumkan dari Hwa-Young Chong: "Tuhan yang menderita sudah mengetahui rasa sakit dan penderitaan dari kehancuran dalam tubuh, dan Tuhan ini tahu "jalan" menuju penyembuhan dan pembaruan". Aku hanya ingin, kamu dan aku belajar menghargai para wanita, khususnya yang tak bersuara, yang selalu terlibat dalam dialog bisu panggung sandiwara. Dan seperti Iwan Fals: "Lonteku dekap pada-ku, mari kita lanjutkan cerita hari esok". Mereka adalah kupu-kupu malam, menangis di dalam senyuman dan tersenyum di dalam tangisan, yang oleh Derrida, bisa mengajari kita cara berdoa dengan baik!

Yours Sincerely

Petrus Pit Duka Karwayu

Yogyakarta 22 Juni 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun