Metz melanjutkan, duka tidak mengenal kedaulatan, penderitaan lebih tepatnya ingin diperjuangkan. Itulah mengapa bagi Metz gagasan kemahakuasaan Allah harus dikritik, karena klaim tentang Allah dan Kristus harus memberikan janji masa depan. Pertanyaannya apa artinya mengenang Metz di tengah Pandemi.
Amanah Metz bagi Kita
Pandemi Covid 19 saat ini bukan lagi nama sebuah penyakit, melainkan guncangan dan penolakan paling dalam dari kepenuhan teologi. Metz melalui pengalamannya akan Auschwitz selalu memperingati kita untuk merumuskan teologi yang mengarahkan pandangannya ke bumi. Karena setelah wabah ini, teologi tidak lagi dapat rampung seperti sebelumnya. Teologi terkadang harus diam. Ada kelemahan teologi yang mengetahui jawaban atas semua pertanyaan teodise. Tidak hanya itu, menurut Metz di tengah penderitaan manusia, kita tidak boleh hanya bertanya di mana Tuhan, melainkan pula di mana kemanusiaan?
 Oleh karena itu, teologi yang berangkat dari pengalaman korban juga harus memberikan tanggungjawab etis untuk dikerjakan bersama, Theologie nach Corona (teologi setelah Cornona) adalah juga Kirche nach Corona (Gereja setelah Corona), karena jika ada begitu banyak orang yang mati, namun kita hidup, maka kehidupan bukanlah sebuah anugerah melainkan tugas!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H