Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Peran Perempuan dalam Gereja

3 Januari 2020   21:05 Diperbarui: 3 Januari 2020   21:12 1750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebih dari itu keikutsertaan mereka dalam bekerjasama membangun tubuh mistik Kristus dengan berusaha "untuk mengusahakan agar warta ilahi keselamatan dikenal dan diterima oleh semua orang di seluruh dunia" (KHK. Kanon. 225).

Peran dalam keluarga

Salah satu peran perempuan yang sangat tampak dalam kehidupan menggereja adalah menjadi ibu rumah tangga. Layaknya seperti Maria yang melahirkan Yesus, merawat dan mendidik bahkan menemani sampai kematian Yesus, para ibu rumah tanggapun rasanya telah berhasil menjelmakan itu dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai "orang tua yang telah memberi hidup kepada anak-anak mereka; maka dari itu pertama-tama tugas orang tua Kristiani untuk mengusahakan pendidikan kristiani anak-anak menurut ajaran yang diwariskan Gereja" (Kanon. 226# 2). Dengan menjalankan tugas tersebut dengan penuh ketulusan mereka telah berpartisipasi dalam membangun gereja dalam lingkup domestik.

Paus Yohanes Paulus ke II kala menyambut tahun Maria 1987-1988 menulis Surat Apostolik Mulieris Dignitatem. Surat ini membahas secara amat khas martabat kaum perempuan dengan mengkomparasikan simbol perempuan dalam gereja 'Hawa dan Maria'. Ia menuturkan bahwa panggilan seorang perempuan pertama-tama adalah sebagai ibu dan perawan.

Tantangan gereja masa kini adalah bagimana laki-laki dan perempuan yang membentuk satu keluarga dapat mempresentasikan kasih Allah dalam hidup keluarga mereka.

Salah satu kalimat dalam Amoris Laetitia berhasil menterjemahkan fenomena ini, God's love in family's life. Kehadiran hidup keluarga sama halnya kehadiran Allah sendiri dan kehadiran Allah itu sama halnya kehadiran cinta. Thomas Aquinas menandaskan, "cintalah yang menyatukan kita dengan Allah sebagai tujuan akhir hidup manusia, dan kesempurnaan hidup umat kristiani terutama dipengaruhi oleh cinta".

Dengan memiliki cinta, relasi kita dengan diri kita, sesama dan Allah membawa kita pada suatu kesempurnaan hidup yang abadi.

"Our God in his deepest mystery is not solitude, but a family, for he has within himself fatherhood, sonship and the essence of the family, which is love. That love, in the divine family, is the Holy Spirit. The family is thus not unrelated to God's very being".

Sampai pada titik inilah, kita lalu menyadari bahwa peran dalam keluarga entah diemban oleh seorang pria sebagai suami atau perempuan sebagai istri merupakan penyataan diri Allah sendiri, dan perlu diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari. 

"Cinta kasih itu memberi hidup; cinta kasih suami istri tidak hanya berakhir pada pasangan    sendiri, sebab menjadikan mereka mampu menyambut kurnia yang seagung mungkin; anugerah yang menjadikan mereka rekan-rekan kerja Allah, untuk menyalurkan kehidupan kepada manusia yang baru. Pasangan saling menyerahkan diri bukan hanya memberikan diri sendiri, melainkan juga kepada anak-anak. Persatuan suami istri tak terceraikan, keberadaan mereka sebagai ayah dan ibu" (Amoris Laetitia, 165).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun