"Kalian Adalah Sahabat..."
Jika engkau bahagia, percayalah di belahan bumi yang lain, ada orang yang jauh lebih bahagia darimu.... Sampai saat ini hatiku belum tenang. Perasaan menyiksaku. Rasio menertawakanku atas prinsip kepercayaan yang justru menghancurkan yang lain.
Beberapa hari yang lalu---ku harap bukanlah yang terakhir---Hendrik memintaku untuk berbicara seusai kelas. Tidak sebiasanya ia memintaku dengan rawut cemas seperti itu. Aku mulai gelisah. Tak sebiasanya ia memintaku untuk berbicara secara pribadi. Mungkin persoalan seputar Sekretariat Organ Mahasiswa. Diakan sekretaris dalam badan kepengurusan.
 "Yah mungkin persoalan SENAT," yakinku mewaspadai.
Seperti biasa,aku tetap menyibukan diri dengan membaca buku sambil menaruh perhatian penuh pada dosen. Mencoba mengusir kegundahan. Rupanya kami bukan berbicara tentang Organisasi, namun persahabatan dan persodaraannya. Dan kalau tidak berlebihan, akupun telah mengambil sedikit dari mereka.
"Bagaimana mpendapatmu tentang Ose?" tanya dia. Â
"Dia baik?" kataku singkat.
Sebetulnya aku enggan menjawab. Pertanyaannya adalah pertanyaan konyol. Lagian aku paling males berbicara tentang persoalan sederhana seperti itu yang masih kabur arahnya.
"Maksudku dalam hal perkuliahan?"
"Fuuuckkk what kind of question? Kita kan sekelas. Kau dan dia serumah, seasal. Mengapa harus bertanya pada saya?" timpalku.
"Saya dan dia telah bersahabat sejak kelas satu SMP," jawabnya datar putus asa.