Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Konfusianisme sebagai Agama

29 Desember 2019   23:18 Diperbarui: 29 Desember 2019   23:19 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.britannica.com/topic/Confucianism

1. Ninian Smart dan Agama

Dalam bukunya The Religious Experience of Human Kind (1969), Roderick Ninian Smart, Profesor Studi Perbandingan Agama-agama Universitas California, St. Barbara, Amerika Serikat, menyebut enam dimensi agama; ritual, mythological, doctrinal, ethical, social, dan experiential. Keenam dimensi ini disebutnya sebagai general account of religion.

Kendati pemikiran Ninian Smart memberi kontribusi pada pemikiran kontemporer yang mayoritasnya melihat agama sebagai pemberi tatanan moral dalam hidup bersama, namun konsep invisible world, dunia ilahi atau kudus tetap menjadi pokok dalam analisis Ninian Smart. Duapuluh tahun berselang, pada tahun 1989 bukunya The World's Religions diterbitkan.

Ninian Smart memperkenalkan tujuh "material" dimensi dengan mengembangkan judul keenam dimensi yang sudah dimasukkan sebelumnya; the practical-ritual, the experiential-emotional, narrative/mythic, doctrinal-philoshopical, ethical-legal, the social-institutional, dan material dimension. Yang menarik, Ia kemudian menyempitkan konsep tentang the Invisible World sebagai unsur dalam dimensi experiential-emotional. Berikut dalam pengertian setiap dimensi akan diserapkan dalam setiap sub yang  dipakai untuk membaca dimensi-dimensi yang terkandung dalam agama Konghucu.

2. Ninian Smart dan Agama Konghucu

Menantang bila mengenakan ketujuh dimensi agama Ninian Smart guna menganalisis agama Konghucu yang sering diakui sebagai the way of wisdom. Alasannya, penekanan Ninian Smart akan Dunia Ilahi (invisible world), rupa-rupanya tidak kentara dalam penghayatan Konfusianisme. Namun perlu diingat bahwa Ninian Smart sendiri berhasil menyempitkan atau memfokuskan unsur yang transenden itu terarah pada dimensi pengalaman dan emosional. Maka ada kemungkinan meninjau aliran Konghucu ini dari ketujuh dimensi agama Smart.

2.1 Konsep tentang Yang Ilahi, Manusia dan Semesta

Gagasan mengenai semesta bagi Konfusianisme masih sangat dipengaruhi oleh pola peradaban masyarakat Tionghoa yang adalah para petani. Data-data arkeologis menunjukkan bahwa sejak zaman Neolitik akhir (5000SM-3000SM), yaitu pada masa budaya-budaya Yangshao dan Long Sahn, nenek moyang orang Tionghoa sudah hidup dari bertani dan mengembangkan diri dalam budaya tani.

Unsur-unsur budaya tani kemudian menjadi benih-benih peradaban Tionghoa yang semakin kaya tersusun pada masa tiga dinasti awal, yaitu Xia, Shang dan Zhou. Singkatnya, budaya tani menjadi sumber inspirasi bagi cara berpikir, tata cara dan pengolahan hidup sosial, ekonomis dan politis orang Tionghoa.

Maka sebetulnya pengalaman dasar yang menempa masyarakat Tionghoa dalam interaksinya dengan alam adalah gerak perubahan alam. Dapat dibayangkan, sebelum Konfusius lahir, pengalaman perubahan alam sudah dikumpulkan dalam buku Yi Jing (Kanon Perubahan) yang digambar dalam simbol-simbol "gua", yaitu susunan enam simbol garis "-- (Yin)" dan"__ (Yang)".

Dalam Yi Jing terdapat kalimat yang mengungkap gagasan nenek moyang bangsa Tionghoa akan alam: "fnfu qi dao (geraknya menjauh dan kembali menurut jalannya), qi ri lai fu (hari ketujuh awal gerak kembali), tian xing ye (itulah cara langit bergerak) li yu you wng (semua arah gerak membawa manfaat). Gang zhngye (kekuatan tumbuh dan berkembang). Fu qi jian tiandi zhi xin hu (dalam gerak kembali bukankah kita lihat kembali hati jagad)."

Menurut kepercayaan orang Tionghoa, gerak alam menciptakan empat musim; han wang ze shu lai (musim dingin pergi, musim panas datang), shu wang ze han lai (musim panas pergi, musim dingin datang). Selain itu ada unsur lain yang menjadi hukum batin orang Tionghoa, yakni pengalaman bahwa tian (langit) tidak bicara namun semua  bergerak teratur: tian heyanzai (bicaralah langit)? si shi xing yan (segala sesuatu sedang tercipta), tian heyanzai (bicaralah langit)?", walaupun tanpa bahasa dan tanpa suara, tian (langit) sedang mengatur dan mencipta segala.

Lee Dian Rainey dalam bukunya Confusius and Confucionism, menyebut bahwa bahkan masyarakat Tionghoa pada masa itu mulai berbicara tentang surga. Dalam teks-teks kuno Dinasti Zhou, ditemukan dua konsep tentang surga, yakni surga sebagai yang Transenden (dalam wujud pribadi) sekaligus surga sebagai semesta.

Kendati terdapat dua konsep tentang surga, namun yang menarik adalah surga itu dekat dengan manusia: "surga mendengar dan melihat, sebagaimana manusia mendengar dan melihat; surga menunjukkan tindakan dan larangan-larangannya, sebagaimana manusia menunjukkan tindakan dan menggenggam sumpahnya, ini adalah hubungan antara dunia atas dan dunia bawah."

Maka sebetunya tesis gerak alam lebih dapat dipakai sebagai gagasan yang merujuk pada konsep mengenai daya supranatural dan semesta dalam pandangan Konfusius, karena dalam masanya ia kemudian memakai falsafah tani ini untuk mengajari para muridnya belajar dari gerak alam.

 2.2 Kisah Naratif Suci

Terdapat sedikit persoalan kala kita berusaha memahami kehidupan Konfusius yang hidup pada beratus abad lalu. Kendati kita memiliki beberapa rujukkan teks yang cukup terpercaya, namun pertanyaannya adalah siapa yang menulis? Alasan apa dia menulis termasuk ketepatan data yang terpaut di dalamnya?

Setelah kematian Konfusius pada 479 SM, murid-muridnya dan murid setelah mereka, meregenerasi sebuah teks (termasuk mengelaborasi) yang diklaim sebagai buah-buah pemikiran Konfusius. Salah satunya adalah Analects (Lun Yu), sebuah kumpulan pernyataan-pernyataan Konfusius. Buku ini pun dikatakan sebagai tulisannya bersama murid-muridnya. Selama beribu tahun, buku ini dikatakan sebagai sumber utama karena mengarah pada pemikiran langsung Konfusius.

Persoalannya adalah buku tersebut tidak memuat secara lengkap riwayat hidup dari Konfusius. Selain Analects, terdapat pula tulisan-tulisan lain yang memberi informasi tentang Konfusius, kendati kurang bertautan. Misalnya Kongzi Jia Yu, sebuah rekaman percakapan Konfusius dan murid-muridnya, three character Classic buku utama bagi para laki-laki, serta Classic for girls. Ada pula teks-teks lain dari Dinasti Han (206 SM-220M), yang memberikan informasi tentang hidup dan ajaran Konfusius.

2.3 Etika

Ajaran Konfusius yang pertama, mengajarkan tentang apa fondasi pribadi yang baik. Penekanan pada aspek kebaikan pribadi dimaksudkan untuk menunjukkan what we as individuals have to do, then how we must change society. Maka pada tahap yang pertama menyangkut disposisi pribadi (inner dispotition): berbakti (filial piety), ketaatan (dutifulness), kejujuran (honesty), ketulusan (sicerity), kebenaran (rightness), kebijaksanaan (wisdom), dan keberanian (courage).

Pada bagian ini, saya akan menjelaskan mengenai ajaran Konfusius mengenai filial piety (sikap bakti). Menjelaskan tentang filial piety Dian Rainway mengilustrasikan sebagai berikut:

When grandfather discovered that his ten-year-old grandson was lazy in his  studies, he had the boy flogged. The boy's parents were worried that these ploggings would one day kill the child. The boy's father tried to intervene with hisfather and beg for the leniency. The grandfather insisted that the grandson must study,and so flogged him harder.

One day, the grandfather discovered his grandson playing in the snow when he should  have been studyng. The grandfather had the boy stripped naked and left him kneeling in the snow while he considered the punishment. The boy's father did not dare say anything, but just stripped himself naked and kneeled down in the snow beside his son. The father said to his son, "Your son is about to be punished, for his foults, but what are you doing kneeling in the snow beside him." The boy's father replied: "you are freezing my son, so iam freezing yours!"

Istilah filial piety sudah jarang dipakai dalam bahasa-bahasa modern, namun menjadi pusat dari pengajaran Konfusius. Filial piety adalah sebuah bentuk pengahargaan dan penghormatan kepada satu keluarga. Dalam konteks Konfusius, pembicaraan tentang filial piety dianggap penting karena Konfusius menyaksikan bagaimana situasi saat itu, anak memberontak terhadap orang tuanya termasuk relasi keluarganya bahkan berujung pada kematian.

Dan Konfusius melihat bahwa kebaktian (filial piety) adalah penangkal persoalan saat itu. Konfusius menyebut bahwa "do not disobey?". Yang menarik, "sewaktu diminta untuk menjelaskan, Konfusius menjelaskan bahwa: keluarga yang masih hidup harus dilayani dengan ritual, ketika meninggal dikuburkan dengan ritual, termasuk penderitaan mereka harus dipahami dalam ritual." pertanyaannya ritual macam apakah yang menyamakan antara ritual bagi mereka yang masih hidup dan telah mati?    

2.4 Ritus dan Simbol

Confucius says, "a filial son serves his parents in the following ways: he offers them  the utmost respect when at home; he serves them so as to give them the  greatest joy; if they are ill, he feels the greatest anxiety, he is completely devastated at their funerals; when he sacrifices to them (as ancestor), he is completely reverent if he can do this five things we could say that he could able serve his parents."

Biasanya ritual yang dibuat adalah, ketika ayam jantan dan burung gagak berkotek di pagi hari, seorang anak harus membasuh kedua tangannya, menyikat gigi dan menyisir rambut termasuk mengenakan pakaian. Seorang istri harus melayani keluarga menantu mereka sebagaimana mereka melayani keluarga mereka sendiri. Saat suara pertama dari burung gagak, mereka juga harus melakukan hal sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.

Setelah mereka mengenakan pakaian, seorang istri dan anaknya pergi melayani keluarga mertuanya. Sewaktu mereka tiba, mereka harus bertanya dengan suara yang pelan dan lembut: "apakah pakaian yang dikenakan oleh mertua mereka hangat atau tidak, kendati orangtua tersebut tidak sakit apa-apa. Demikianpun anak muda saat menyambut orangtuanya di rumah. Singkat kata, prilaku keseharian inilah yang kemudian menjadi ritus yang dipertahankan untuk mengembangkan sikap filial piety. pertanyaan berikutnya adaah apakah sebatas itu? Bagaimana Konfusius berbicara dalam atau tentang seuah sistem institusi.

2.5 Institusi

Konfusius berada pada zaman di mana terjadi peperangan yang sering tercetus dan rakyat jelata hidup sengsara. Struktur masyarakat mengalami perubahan drastis dari sistem hamba abdi berubah menjadi sistem feodal. Pengalaman ini berpengaruh pada pemikiran politik Konfusius. Pemikirannya dikenali sebagai paham politik yang berdasarkan pada etika moral. Penekanan ini dikarenakan fokus dari paham politiknya adalah perikemanusiaan (ren).

Perlu diketahui, ren  merupakan dasar politik yang unggul dalam pemikiran politik Konfusius sekaligus moral  tertinggi dalam ajaran Konfusius. Itulah sebabnya keistimewaan pemikiran politik Konfusius ialah juga mengutamakan penyempurnaan perilaku seseorang yang akan menjadi pimpinan pemerintahan. Konfusius menawarkan tiga konsep pimpinan pemerintahan yang ideal, yakni:

Zhengming (pembenaran nama-nama)

Konfusius mendiskusikan pandangan zhengming dengan muridnya yang bernama Zilu dalam perjalanan kembali dari negara Wei. Zilu bertanya "jika raja Wei memberi guru peluang sebagai penasehat politik, apa langkah pertama yang akan diambil oleh guru?" Konfusius menjawab,

"Akan kubenarkan terlebih dahulu nama-nama. Bila nama-nama tidak benar, maka pembicaraan tidak sesuai dengan hal yang sesungguhnya, maka segala urusan tidak dapat dilakukan dengan baik-baik. Bila pekerjaan tidak dapat dilakukan baik-baik, kesusilaan dan musik tidak dapat berkembang. Bila kesusilaan dan musik tidak berkembang, hukumpun tidak dapat dilakukan dengan tepat. Bila hukum tidak dapat dilakukan dengan tepat, maka rakyat akan kehilangan tempat untuk meletakan kaki dan tangannya (Kitab Lunyu [13]:3)."

Jawaban Konfusius bertujuan untuk mendisiplinkan situasi politik di negara Wei yang tengah dalam situasi pemberontakan. Itulah sebabnya, Konfusius menekankan bahwa, golongan pemerintah haruslah melaksanakan tanggung jawab sebagai pemerintah, golongan menteri haruslah melaksanakan tugasnya sebagai seorang menteri, begitu juga dengan tanggung jawab ayah dan anak dalam keluarga" (Lunyu [12]:11).

Zhengji  (penyempurnaan diri sendiri)

"Pemerintahan maksudnya adalah melakukan jalan yang benar. Jikalau seorang pemimpin memerintah negara itu dengan baik dan benar, maka siapakah yang berani membantah? (Kitab Lunyu [12]:17)"

Menurut Konfusius, jika seorang pemimpin tidak memiliki kelakuan yang baik, maka akan muncul penyimpangan dalam pemerintahan. Oleh karena itu Konfusius menekankan kesempurnaan perilaku seseorang yang memerintah. Seorang pemimpin harus dapat dijadikan teladan bagi rakyatnya.

"Jika golongan atasan menegaskan kesusilaan, maka rakyat tidak berani untuk tidak hormat, kalau seorang atasan menyukai kebenaran, maka rakyat tidak berani ada yang tidak patuh, kalau seorang atasan menyukai sikap dapat dipercaya maka rakyat tidak ada yang berani untuk tidak berperasaan. Bila dapat berbuat demikian, dari keempat penjuru rakyat akan datang kepadanya (Kitab Lunyu [13]:4)." 

Konfusius memberikan penekanan terhadap keteladanan seorang pemimpin. Dia menitikberatkan seorang pemimpin seharusnya menyempurnakan diri pertama sebelum memerintah rakyat. Penyempurnaan perilaku sendiri adalah tahap paling penting bagi seseorang yang hendak memimpin sebuah negara dan menjadikan perilaku sebagai garis panduan dalam kehidupan.

Zhongyong (Pemikiran Tengah Sederhana)

Zhong berarti tengah, tepat, sederhana yang menuju sempurna. Konfusius mendefinisikan zhongyong sebagai perilaku yang harus diamalkan seluruh lapisan masyarakat dengan maksud pembatasan terhadap sesuatu yang ekstrem. Penekanannya padakeseimbangan dan ketenangan.

Jika diterapkan dalam bidang politik maka seperti yang tertuang di dalam Kitab Lunyu [8]:14 yaitu:"Kalau tiada hal yang berhubungan dengan kedudukanmu, janganlah ikut campur tangan." Tujuannya menasehati orang agar mengikuti prinsip tengah dan kesederhanaan zhongyong,di mana seorang pemimpin tidak boleh melampaui tugas dan kedudukannya.

Ketiga konsep ini berdasar pada optimisme bahwa manusia sejatinya adalah baik. Alasanmengapa selalu ada perbuatan buruk dalam diri manusia karena keterlibatan mereka dengan prinsip Yin dan Yang. Manusia lalai dan lengah sehingga benih-benih kebajikan sifat asli manusia menjadi tidak harmonis.

2.6 Pengalaman

Telah disebutkan di bagian awal bahwasannya dalam teks-teks kuno dalam dinasti Zhou, terdapat gagasan mengenai surga, sebuah peralihan dari dunia. Namun surga yang dimaksud adalah surga yang adalah semesta. Keyakinan tersebut berawal dari pengalaman empiris mereka yang menunjukkan bahwa perubahan di dunia ini amat teratur dan memengaruhi pola pikir manusia. Dari pengalaman inilah muncul praktek pemujaan terhadap leluhur yang meninggal. Bagi mereka, leluhur yang meninggal memiliki kekuasaan untuk menjaga mereka dari berbagai bahaya, termasuk dalam menentukan hasil panen yang didapat.

2.7 Seni dan Benda-benda material

Benda material dalam aliran konghucu salah satunya ancestral tablets( shen wei). Meja sesajian untuk para leeluhur. Meja sesajian ini sangat berguna dalam proses memberi sesajian di depan kuburan seorang leluhur. Pada bagian ini, saya tidak akan menjelaskan lebih lama karena pemahamannya rupanya telah menjadi kebiasaan umum.

3. Mencius dan Pemikirannya

Mencius memiliki nama Ke, ia dilahirkan di daerah Zou (372 SM) pada pertengahan zaman Negara Berperang. Tanggung jawab pemerintahan pada masa itu adalah memperkuat sistem feodal sehingga meningkatkan sistem militer dan ekonomi.

Pada zaman Negara Berperang, ilmu pengetahuan, teknologi dan bidang akademik berkembang pesat. Para ilmuan dan cendekiawan mendapatkan tempat yang menjanjikan dibanding zaman Chunqiu masanya Konfusius. Bagi para pemimpin negara-negara feodal, urusan yang paling penting ialah peperangan, penakhlukan antar negara. Dengan keadaan seperti ini justru Mencius memperkenalkan pemikiran politiknya tentang mencintai sesama manusia atau pemerintahan berdasarkan renzhi, pemerintahan perikemanusiaan. Renzhi merujuk pada bentuk pemerintahan yang amat bergantung kepada sifat pribadi dari pemerintah.

Ren menurut Mencius diartikan sebagai:

a). "Belajar tidak merasa lelah dan mengajar tidak merasa capai" (Kitab Mencius [2A]:2)

b). "Sifat kesatria terhormat yang dianugerahkan Tuhan.... Orang yang kehilangan kebijaksanaan dan ketulusan cuma layak menjadi hamba orang lain" (Kitab Mencius [2A]:7).

c). "Ren adalah kemanusiaan. Satunya kata dengan perbuatan, itulah jalan suci" (Kitab Mencius [7B]:16).

d). "Mengasihi keluarga terlebih dahulu kemudian meluaskan kasih sayang kepada orang lain" (Mencius [7A]:45).

e). "Mengangkat orang yang berkemampuan dan berakhlak mulia sebagai pemimpin negara" (Mencius [3A]:4).

Mencius menyimpulkan bahwa ren merupakan penyempurnaan diri sendiri sebagai moral pemerintahan. Jadi pemerintahan renzheng bermaksud menggunakan ren sebagai alat untuk melakukan pemerintahan.

Perlu diketahui bahwa ren yang dilakukan oleh pemerintah dalam sudut pandang Mencius adalah ren negara, yaitu ren yang dilakukan oleh setiap lapisan masyarakat. Ren ini dikategorikan sebagai ren makro atau daren. Sedangkan ren yang dilakukan oleh setiap individu disebut ren mikro atau xiaoren. Dengan demikian sistem pemerintahan yang ditawarkan Mencius menyerap mulai dari lapisan moral sampai politik.

Pemikiran politik Mencius bercorak idealis dan optimis. Ia percaya bahwa seorang raja harus mendahulukan moral daripada kekuatan. Mencius juga mengatakan bahwa komponen terpenting dari negara adalah rakyat bukannya penguasa. Adalah kewajiban penguasa untuk membangun kesejahteraan rakyat.

 Mencius cenderung mengatakan bahwa sifat asli manusia adalah baik. Dalam Kitab Mencius [6A]:2 tertulis:

"...air memang tidak dapat membedakan antara timur dan barat. Tetapi dapat membedakan atas dan bawah. Sifat asli manusia cenderung baik, laksana air yang mengalir ke bawah. Sifat Manusia tidak ada yang tidak cenderung kepada baik seperti air tidak ada yang tidak mengalir ke bawah".

Menurut Mencius ada beberapa hal yang menjadi sifat baik manusia yaitu, perasaan simpati, permulaan rasa kemanusiaan, perasaan malu dan segan, perasaan rendah hati, dan kebersamaan. Setiap manusia memiliki sifat dasar ini.

Pandangan Mencius dan Konfusius boleh dikatakan memiliki korelasi yang utuh karena Mencius sendiri murid Konfusius. Tak heran jika pandangan tentang manusia umumnya sama.

4. Confusianism, agama atau filosofi?

Adalah hal yang menarik untuk membaca karya besar dari dua penelti besar aliran Konfusianism, Lee Dian Rainey (Confusius and Confucionism) dan Rodney Taylor tentang ilustrasi ensiklopedia confusianism. Keduanya sepakat jikalau konfusianism adalah sebuah aliran etika yang memberi kontribusi praktis atas perjuangan perwujudan kesejahteraan sosial, it is a social humanistic. Bahkan Rainey bertanya dengan sangat tajam, jika konfusianism adalah sebuah agama, harapan macam apa yang dapat muncul tentang agama yang lebih berlandasan pada sesuatu yang bersifat praktis?

Di lain sisi orang-orang Konfusius pun mengatakan bahwa mereka juga merenungkan akan aspek yang transenden dalam keyakinan religius mereka. Namun, bila kita menilik pada sejarahnya, Konfusius sebagai sebuah agama justru beredar di antara perkembangan. Pertanyaanya adalah apakah agama hanya dalam arti memiliki kontinuitas dan diskontinuitas?

 Saya hampir yakin bahwa pemikiran ini datang dari kebiasaan pola pikir kita yang memikirkan transenden adalah sosok Allah, surga, dan lain sebagainya. Sedangkan dimensi-dimensi Ninian Smart hampir mencapai sebuah kesimpulan bahwa konfisianisme adalah sebuah agama.

Daftar Pustaka
C. Lee, Calvin.,
2007Confucian Humanism as a Foundation of Human Right and Economic Ethic, (Melbourne: Master of Public Policy). Kristan.,
2015 Pemikiran Politik Konfusius, Mencius & Xunzi, (Siduarjo: SPOC).
Rainey,Lee Dian.,
2010Confusius and Confucionism, (Malaysia: Willey-Blackwell).
Smart,Ninian.,
1969The ReligiousExperience of Human Kind, (New York: Charles Scribner's Sons. Out of Print).
Taylor,Rodney L.,
The Ilustrated Enciclopedia of confucianism, Vol. N-Z, (New York: The Rosen Publishing Group).
J. A. Hendra Sutedja, "Spiritualitas Sekolah-Ru membangun Persahabatan dengan Alam", dipresentasikan dalam seminar Jagad Semesta sebagai Sacred Spaces: Belajar dari Agama-agama Kosmis, Gedung Pascasarjana Fakultas Teologi USD Yogyakarta, 28 November 2017.
Ibid.
Bryan S. Rennie, "The View of the Invisible World: Ninian Smart's Analysis of the Dimensions of Religion and of Religious Experience", Buletin CSSR, Vol. 28 Number 3, September 1999.
https://www.pdfdrive.com/ninian-smarts-analysis-of-the-dimensions-of-religion-e49292481.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun