Menurutnya kekuasaan itu menyebar tanpa bisa dilokalisasi. Kekuasaan "ada dimana-mana" dan kekuasaan datang dari "mana-mana". Kekuasaan menembus semua hubungan sosial, misalnya remaja/dewasa; Anak orang tua; pemuka agama/umat; pemerintah/rakyat. Kekuasaan bekerja dan bukan milik siapa pun, tetapi kekuasaan bekerja dalam hubungan antara pengetahuan dan institusi. Esensi kekuasaan bukanlah represif tetapi produktif.
Â
Relasi kekuasaan-pengetahuan
Ada hubungan antara kekuasaan dan pengetahuan. Kekuasaan diartikulasikan dalam pengetahuan, dan sebaliknya, pengetahuan diartikulasikan dalam kekuasaan. Kekuasaan menghasilkan pengetahuan. Kekuasaan dan pengetahuan saling berhubungan. Penggunaan kekuasaan harus menciptakan pengetahuan. Kekuatan dan pengetahuan berfokus pada kebenaran pernyataan ilmiah.
Â
Kekuasaan dan kebenaran
Kebenaran tidak konstan - tetapi dalam sejarah yang selalu berubah. Kebenaran datang dari banyak hubungan, paksaan dan konflik. Penelitian Foucault di klinik dan penjara menunjukkan adanya sistem kebenaran dalam sains.
Â
Arkeologi Pengetahuan
Arkeologi pengetahuan adalah model pendekatan analisis sejarah. Foucault menggambarkan pendekatan ini dalam bukunya The Archaeology of Knowledge. Pendekatan sejarah ilmu arkeologi menitikberatkan pada aspek diskontinuitas dari peristiwa sejarah yang dipelajari. Pendekatan Arkeologi Pengetahuan digunakan untuk melihat suatu sistem pemikiran, atau dalam istilah Foucault, suatu bentukan diskursif (lebih dikenal dengan istilah "wacana"). Positifitas merupakan langkah analitis yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya komunikasi/sinkronisasi pemikiran antara pemimpin negara/daerah dengan pemimpin di daerah lain. Historis apriori adalah analisis tahapan sejarah lahirnya suatu gagasan. Arsip adalah sistem untuk pembentukan dan transformasi pernyataan.
Foucault juga mengidentifikasi empat perbedaan antara arkeologi pengetahuan dan sejarah pemikiran, yaitu:
- Sejarah pemikiran lebih menitikberatkan pada penemuan ide-ide baru, termasuk pengaruh ide-ide awal pada ide-ide selanjutnya.
- Sejarah pemikiran lebih berorientasi pada esensi atau substansi pemikiran daripada permukaannya. Pada saat yang sama, arkeologi pengetahuan mengungkapkan semua kontradiksi yang melekat dalam wacana pemikiran apa pun, tanpa membedakan antara substansi dan permukaan.
- Sejarah pemikiran menganggap dua hal sebagai variabel sebab akibat, sedangkan ilmu arkeologi membandingkan, bukan pengaruh.
- Jika esensi dari dua ide dianggap sama, mereka dapat dibenarkan sebagai sama menurut sejarah ide. Oleh karena itu, perbedaan yang masih ada dalam kenyataan ini seringkali ditutupi. Hal ini berbeda dengan ilmu arkeologi yang menghadirkan perbedaan secara keseluruhan.