Selain itu, pelanggaran privasi ini juga memberikan dampak psikologis yang mendalam. Individu yang datanya bocor sering kali merasa malu dan kehilangan martabat, terutama jika informasi medis yang sangat pribadi, seperti diagnosis penyakit tertentu, menjadi konsumsi publik. Ketidakpastian mengenai siapa yang memiliki akses terhadap data mereka dan bagaimana data tersebut akan digunakan menimbulkan kecemasan berkepanjangan. Kondisi ini diperparah dengan hilangnya kepercayaan terhadap institusi layanan kesehatan, yang dapat membuat individu enggan memberikan informasi penting kepada tenaga medis. Akibatnya, proses diagnosis dan perawatan dapat terganggu, memperburuk kondisi kesehatan mereka. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk memastikan perlindungan data kesehatan demi melindungi keamanan dan kesejahteraan pasien.
     Secara langsung maupun tidak langsung kasus kebocoran data pasien tersebut juga akan berdampak pada aparat pemerintah. Salah satunya lemahnya keamanan data menyebabkan kerugian reputasi. Hal ini akan cenderung dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam melindungi informasi pribadi dan kesehatan mereka. Masyarakat akan merasa bahwa data sensitif mereka tidak aman di tangan pemerintah, yang bisa mengurangi kemauan untuk mengikuti program kesehatan publik (seperti vaksinasi atau tes COVID-19). Kerusakan ini bisa berlangsung lama, bahkan setelah tindakan pemulihan diambil, karena kepercayaan publik seringkali sulit dipulihkan. Hal itu akan berdampak kepada aturan maupun kebijakan pemerintah yang baru akan sulit ditaati kedepannya.Â
     Yang kedua akan mengakibatkan potensi tuntutan hukum dari Masyarakat, banyak Masyarakat yang berbondong-bondong kepada pemerintah untuk minta keadilan karena masyarakat memiliki hak atas perlindungan data pribadi mereka, termasuk informasi kesehatan yang sensitif. Kebocoran data pasien COVID-19, seperti nama, alamat, dan hasil tes, merupakan pelanggaran terhadap hak privasi yang dijamin oleh Pasal 28 G Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya sehingga jika data ini bocor dan diakses oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, masyarakat berhak untuk mengajukan gugatan hukum.
     Selanjutnya ada Kerugian ekonomi akibat upaya pemulihan dan pencegahan. Dimana Kebocoran data COVID-19 di Indonesia tidak hanya menimbulkan dampak sosial dan psikologis, tetapi juga memiliki implikasi ekonomi yang signifikan hal tersebut disebabkan kebocoran data yang melibatkan informasi sensitif dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan swasta yang terlibat, terutama di sektor kesehatan dan teknologi informasi. Jika pelanggan kehilangan kepercayaan, perusahaan dapat mengalami penurunan pendapatan akibat hilangnya kepercayaan, pelanggan tersebut juga berlaku bagi masyarakat yang ingin mencari kerja dimana dikhawatirkan data yang bocor akan disalahgunakan sehingga para pencari kerja akan sulit. Ketika tingkat pengangguran meningkat maka akan mengakibatkan masalah baru bagi pemerintah.
     Selain berdampak bagi individu dan pemerintah, kasus kebocoran data ini juga memiliki dampak yang signifikan terhadap masyarakat. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan digital. Pada saat data pribadi seperti informasi medis dan identitas seorang pasien bocor maka hal ini akan menimbulkan kerugian ekonomi dan sosial bagi individu yang berdampak. Masyarakat tentu saja menjadi ragu untuk menggunakan layanan kesehatan digital, yang seharusnya memberikan kemudahan bagi mereka. Hal ini dikarenakan mereka takut data yang mereka berikan akan disalahgunakan atau dipublikasikan tanpa izin.
     Selanjutnya, kebocoran data juga meningkatkan kerentanan terhadap serangan siber. Semakin banyaknya data yang tersedia secara online, maka semakin banyak hacker yang dengan mudah mengakses informasi sensitif dan melakukan penipuan atau pencurian identitas. Kasus kebocoran data besar-besaran yang melibatkan BPJS Kesehatan dan aplikasi eHAC menunjukkan bahwa infrastruktur keamanan digital yang lemah membuat data kesehatan lebih mudah diakses oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
       Dalam jangka panjang, kasus kebocoran data kesehatan ini akan merusak reputasi lembaga kesehatan dan pemerintah. Apabila hal ini tidak segera ditangani maka kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan menurun. Penurunan kepercayaan masyarakat ini nantinya akan menghambat upaya pemerintah dalam menciptakan sistem jaminan kesehatan yang efektif. Oleh karena itu, sangat penting bagi lembaga kesehatan untuk meningkatkan protokol keamanan serta tranparasi dalam pengelolaan data pasien.
ReferensiÂ
APJII. (2020). Survei. Diambil kembali dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia: https://apjii.or.id/survei2019x
Fauzi, M. R., Saimi, S., & Fathoni, F. (2024). Tantangan dan Solusi Administrasi Kesehatan di Era Digital (Tinjauan Literature Review atas Implementasi Teknologi). AL-MIKRAJ Jurnal Studi Islam Dan Humaniora (E-ISSN 2745-4584), 5(01), 1093-1103.
Handayani, S. (2020). Buku Ajar Aspek Sosial Kedokteran: Edisi 2. Airlangga University Press.