1. Infrastruktur yang belum merata
  Infrastruktur yang tidak merata menjadi salah satu hambatan utama dalam implementasi teknologi kesehatan digital. Di daerah-daerah terpencil atau pedesaan, akses terhadap jaringan internet yang stabil masih menjadi tantangan. Hal ini mengakibatkan keterbatasan dalam penggunaan aplikasi kesehatan digital, telemedicine, dan layanan lainnya yang membutuhkan konektivitas internet. Menurut laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII, 2020), penetrasi internet di Indonesia pada tahun 2019-2020 baru mencapai 73,7% dari total populasi. (Rehman et al., 2024) yang mana dapat diketahui bahwa masih terdapat kesenjangan digital antara kota dan pedesaan di indonesia yang menjadi tantangan dalam penerapan AI dipelayanan kesehatan.
2. Kurangnya Regulasi Spesifik
  Menurut Permoni et al. (2021) "Ketiadaan regulasi yang spesifik mengenai penggunaan AI dalam pelayanan kesehatan di Indonesia dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan etika dalam implementasinya." Kurangnya regulasi yang spesifik mengenai teknologi kesehatan digital dapat menghambat penerapan AI. Regulasi yang ada saat ini mungkin tidak dapat mencakup aspek-aspek penting seperti privasi data pasien, keamanan siber, dan standar operasional untuk aplikasi kesehatan digital.Â
3. Literasi Digital yang Rendah
    Literasi kesehatan digital sangat penting untuk membedakan informasi yang valid dan yang menyesatkan. Banyak masyarakat, terutama di kalangan usia lanjut dan di daerah terpencil, yang masih belum terbiasa atau tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang penggunaan teknologi digital.
4. Keterbatasan Anggaran
    Keterbatasan anggaran menjadi tantangan dalam mengimplementasikan teknologi kesehatan digital secara luas. Investasi awal yang besar diperlukan untuk pengembangan dan pemeliharaan infrastruktur teknologi, pelatihan tenaga kesehatan, serta pengadaan perangkat teknologi. Menurut pengamatan Fauzi et al. (2024) keterbatasan anggaran kesehatan memperlambat proses adopsi penerapan ai dalam pelayanan kesehatan secara luas di indonesia.
5. Resistensi terhadap Perubahan
     Peralihan dari sistem konvensional menjadi sistem digital mungkin akan membuat enggan pengguna pelayanan dan tenaga kesehatan. Karena dengan adanya perubahan sistem tersebut dapat menimbulkan kekhawatiran terhadap perubahan prosedur kerja, kurangnya kepercayaan terhadap teknologi baru, atau ketakutan akan kehilangan pekerjaan. Tentu dengan adanya keraguan tersebut dapat memperlambat proses adopsi AI dalam layanan kesehatan Indonesia (Handayani, 2020)
     Pelanggaran privasi akibat kebocoran data kesehatan dapat membawa dampak serius bagi individu yang menjadi korban dan keluarganya. Data kesehatan sering kali mencakup informasi pribadi yang sangat sensitif, seperti nama, alamat, nomor identitas, hingga riwayat medis. Ketika informasi ini jatuh ke tangan pihak yang tidak bertanggung jawab, risiko penyalahgunaan untuk tindakan kriminal menjadi sangat nyata. Pelaku dapat memanfaatkan data tersebut untuk pencurian identitas, membuat klaim asuransi palsu, atau bahkan melakukan pemerasan dengan mengancam menyebarkan informasi medis yang bersifat rahasia. Akibatnya, korban tidak hanya dirugikan secara finansial, tetapi juga harus menghadapi dampak reputasional yang sulit dipulihkan.