Badang ini belum sepenuhnya jadi (badang balang). Badang dianyam dari bahan rotan (uwi dalam Bahasa lokal di Simpang Dua) yang sudah diraut menjadi helaian bahan anyaman (lapat/bila laet).
Bagi masyarakat Dayak Simpang (Simpang Dua dan Simpang Hulu), Ketapang, Kalimantan Barat, Badang sangat diperlukan saat musim panen tiba.
Badang sangat berguna ketika musim panen tiba. Kata mamak (ibu), badang menjadi tempat penampung (penumpuk/tempat sementara). Badang juga menjadi tempat untuk membawa padi (mengangkut padi) dengan cara mengambinnya.
Badang ukuran kecil seperti ini, biasanya digunakan untuk ngobik/ambin/angkut padi di ladang. Kata ibu, Badang jaman dulu besar-besar. Mungkin karena sudah semakin sulit mencari bahan anyaman dari bahan rotan, kata ibu.
Zaman sekarang pun, anak muda atau pun generasi kelahiran tahun 1980 hingga 2000-an tidak banyak yang bisa menganyam badang, penangkin, ragak, tayak/taroket dan anyaman lainnya.
Ibu saya pun lalu mengungkapkan khawatirannnya, tentang suatu saat di generasi mendatang mungkin sudah tidak ada lagi yang bisa menganyam beranekaragam anyaman dari bahan rotan.
Rotan tidak hanya dianyam menjadi badang, tetapi juga rotan bisa dianyam menjadi tanyak/taroket (penangkin) untuk memanen padi (ngotum).
Badang dianyam ibuku itu disiapkan untuk persiapan panen padi yang diperkirakan bulan Januari akhir atau awal Februari 2025.
Sedikit cerita tentang anyaman dari bahan rotan, sepengetahuan saya, bagi masyarakat Simpang dan masyarakat Dayak lainnya, rotan bisa dianyam untuk banyak macam anyaman; anyaman penangkin, badang, tayak/taroket, karampan (untuk penjemur padi) lampit, copan (penampi beras/padi) jare (sejenis penangkin yang bilah-bilah rotannya dianyam jarang-jarang). Dulu, jare dipakai oleh masyarakat untuk pergi ke ladang atau ketika berburu.
Sebelum dianyam, rotan-rotan tersebut diperoleh dari hutan. Rotan-rotan pun tidak langsung dianyam, bilh-bilah yang sudah dibelah agar tidak tajam (rata sisi-sisi bilahnya) selanjutnya dijemur. Setelah kering, rotan-rotan tersebut bisa langsung dianyam, sesuai keinginan, ingin dianyam apa pun sesuai dengan keinginan si penganyam/perajin anyaman.
Saat ini, tidak banyak lagi tersedia rotan di kampungku, salah satunya karena untuk mendapat rotan harus berjalan kaki cukup jauh menuju hutan. Selain itu, ketersediaan rotan-rotan di hutan pun sudah tidak banyak lagi tersedia.
Seperti ibuku, biasanya beliau menganyam taroket, penangkin, badang, ragak dan lain-lain memerlukan waktu yang cukup lama, jika mengayam badang dan penangkin bisa memerlukan waktu satu minggu, menganyam tangguk atau ragak bisa dianyam dalam waktu satu malam.
Lebih lanjut, Ibu berharap, ada generasi muda yang mau belajar menganyam. Jika tidak, bisa saja, kata ibu generasi penerus tidak bisa lagi menganyam anyaman (tidak ada yang menjadi penerus menganyam).
Sama dengan ibuku, saya pun berharap, kelak ada generasi muda yang mau dan belajar menganyam anyaman seperti ini. Dengan demikian, anyaman-anyaman seperti taroket, bajot, copan, karampan, jare dan lain-lain masih bisa dijumpai masa akan datang. Mari kita rawat tradisi, Salam lestari...!!! Salam budaya.... !!! dan semoga anyaman seperti ini bisa lestari hingga nanti.
Petrus Kanisius-Yayasan Palung
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H