Saat sekarang, rumah bersama kini tidak lagi rumah, namun tak ubah gubuk derita yang semakin sepi penghuni.
Segala isi dari rumah bersama itu kini, sepertinya semakin sulit ditinggal karena memang sudah membuat tak betah untuk menetap. Panas terik berbanding lurus dengan robohnya segala tajuk-tajuk pepohonan yang semakin sering tumbang karena kalah bersaing untuk terus dibuka dan diganti dengan tanaman pengganti atau kami digali, namun sudah pasti tak sama.
Riuh rendah kalang kabut tentang bencana pun tak jarang bergema sembari bercerita tentang rumah bersama. Rimba raya yang tak lain juga adalah hutan sebagai rumah bersama kini cenderung dirundung malang.
Cerita riang gembira penghuni rimba raya (hutan) belantara sebagai rumah bersama pun berubah jauh. Bukan ia (hutan) yang tak bersahabat, tetapi sejatinya kita semualah yang membuat rimba raya sebagai rumah bersama dan memiliki segalanya bagi keberlajutan semua makhluk pula semestinya. Fakta bercerita dalam bahasanya memberi tanda akan bagaimana sesungguhnya kita bersikap dengan semua ini.
Semua berharap rumah yang ramah itu selalu ada dan tidak berganti gubuk derita berupa padang ilalang yang membuat semua napas semakin terluka dan menderita, yang sulit bertumbuh dan berkembang karena acap kali rebah tak berdaya hingga terkikis menjelang habis.
Mampukah kita setidaknya menumbuhkan rasa atau berbela rasa dengan tidakan kasih yang kita semua miliki agar boleh kiranya kita menanam, memilihara, menjaga dan menuai tanpa harus merusak.
Hutan, alam ini menjadi tanggung jawab bersama semua kita, sudah semestinya menjadi perhatian agar kita semua bisa selalu harmoni hingga selamanya.
Sebagai pengingat, bukankah kita semua sesungguhnya diciptakan untuk saling harmoni satu dengan yang lain. Hutan perlu penyemai seperti beragam satwa seperti orangutan dan burung enggang.
Agar mereka selalu ada, bolehlah kiranya kita semua untuk bersama-sama menjaga sembari berharap kita semua bisa terus hidup berdampingan hingga selamanya. Berharap pula ada asa dan rasa bagi kita semua agar semua bisa harmoni dan lestari hingga nanti.
Hutan terjaga, masyarakat sejahtera hingga anak cucu beroleh secercah harap untuk terus berlanjut bahagia bukan derita.
Penulis: Petrus Kanisius-Yayasan Palung