Hutan dan aku semestinya satu itu yang aku tahu
Kini andai boleh lagi menyatu
Peduli itu kata yang ku tahu, tapi aku hanya benalu
Aku benalu, benalu yang selalu menjadi parasit dari waktu ke waktu
Lihatlah, hutan yang tak lagi mampu kuat menopang
Kering kerontang yang tak jarang menjadi bomerang
Gaduh mengaduh tak ubah seperti perang
Lihatlah hutan diserang, diterjang dan semakin sulit diperjuang
Hutan dan aku semestinya satu, bukan rebah tak berdaya tetapi kokoh berdiri
Kita sebagai bagian dari satu kesatuan hutan selalu punya mimpi
Menjadi hutan berarti menjadi payung dan penopang yang harus lestari
Hingga kini yang ku tahu dari dulu adalah kata untuk selalu harmoni
Hutan, kita dan satwa, itu yang katanya harus  satu kesatuan sepanjang waktu
Mengapa hingga kini tak sedikit yang megeluh dan mengadu ?
Mengadu tentang riuh hutan dan satwa  yang menangis sendu
Ruang rindu hutan yang kokoh tersisa tak lagi mampu Â
Hutan dan aku sama-sama terjepit dalam sunyi sepi tanpa banyak yang peduli
Congkak mulut dan tangan-tangan tak terlihat berteriak, bersorak selalu mengintai
Nada-nada bijaksana berganti fatamorgana yang mengintai
Menanti pongah serapah atau hijau kembali, hutan dan kita sama tidak sedang baik-baik saja kini
Ketapang, Kalbar, 11 April 2022
Petrus Kanisius-Yayasan Palung
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H