Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Ba Uri Ntama", Tradisi Leluhur yang Masih Lestari

25 Juni 2018   14:37 Diperbarui: 25 Juni 2018   18:38 2180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlihat beberapa sesajian perlengkapan Ba Uri Ntama seperti air putih yang dimasukan kedalam wadah botol dan beberapa perlengkapan Ba Uri Ntama terlebih dahulu sanampo/nyampo (diasapkan sementara) dengan kemenyan dan diiringi oleh berapa bacaan mantra sang dukun.

Ketika Dukun Jais memberikan sejajian kepada Duata saat prosesi Ba Uri Ntama. Foto dok. Petrus Kanisius
Ketika Dukun Jais memberikan sejajian kepada Duata saat prosesi Ba Uri Ntama. Foto dok. Petrus Kanisius
Prosesi setelah nyampo perlengkapan Ba Uri Ntama, selanjutnya sang dukun memeriksa tubuh si pasien yang sakit, jika ada sakit penyakit berdasarkan analisa sebelumnya maka penyakit tersebut dicabut oleh si dukun dengan tangan. Sebelum mencabut sakit penyakit, biasanya seperti yang Jais lakukan adalah membacakan mantra-mantra, bersiul-siul sembil mengelilingi pasien yang sakit.

Seperti yang saya jumpai, ketika saya berkesempatan diberitahu dan diundang oleh tetangga yang juga kerabat dekat rumah untuk menghadiri prosesi Ba Uri Ntama di situ saya melihat si dukun mencabut penyakit si pasien. 

Terlihat, dukun mendapat/mencabut sakit penyakit si pasien yang kebetulan usianya masih balita dan selalu menangis tidak henti-henti sebelumnya, menurut dukun penyakit si pasien tersebut adalah muno (sakit yang disebabkan oleh gangguan tertentu) dan dukun berhasil mencabut penyakit di dalam tubuh pasien tepat di dekat telingannya yaitu gulungan rambut sebesar jagung kira-kira ukuran besarnya. Selang beberapa hari pasien tersebut bisa sembuh dan tidak lagi menangis setiap saat.

Sang Dukun Jais memeriksa dan mencabut sakit penyakit, terlihat ada gulungan rambut yang berhasil didapat di tubuh pasien. Foto dok. Petrus Kanisius
Sang Dukun Jais memeriksa dan mencabut sakit penyakit, terlihat ada gulungan rambut yang berhasil didapat di tubuh pasien. Foto dok. Petrus Kanisius
Setelah dilakukan pengobatan secara kampung/Ba Uri Ntama, jika pasien yang sakit masih kecil maka ia tidak diberikan pantangan dan jika pasiennya sudah dewasa maka ia diberi pantang penti pantangan (larangan memakan sesuatu atau dilarang pergi ke hutan, berdasarkan keterangan dukun, dalam bahasa simpang disebut juga jaga pupoh alias jaga semangat yang terdiri dari roh dan jiwa) atau setidaknya ia (pasien) harus istirahat di rumah hingga pantangan selesai, biasanya pantangan berlaku selama 3 hari bagi pasien.

Apabila prosesi Ba Uri Ntama selesai dilakukan dalam hal ini mencabut segala sakit penyakit yang ada di tubuh pasien, biasanya para tamu undangan terdekat yang menyaksikan prosesi tersebut oleh tuan rumah yang menyelenggarakan diajak untuk makan bersama. 

Setelah makan bersama, prosesi penyerahan saseh hadiah (ucapan terima kasih kepada dukun dan saksi yang menyaksikan pengobatan kampung), biasanya tuan rumah memberikan 5 piring kaca, ayam sisa prosesi ba uri ntama dan beras, benang putih, serta uang se pemberian (pingan 5 real dan 5 suku, boras komang, bonang puteh, uang sepemberian). Tetapi biasanya, sang dukun jarang sekali mau menerima semua pemberian dari pihak pasien.

Menurut cerita, tradisi leluhur seperti Ba Uri Ntama ini sudah ada sejak dulu, entah tahun berapa prosesi ini hadir mereka tidak mengetahuinya. Namun yang pasti tradisi seperti ini merupakan warisan yang harus selalu ada sebagai sarana pengobatan alternatif yang boleh-boleh saja dilakukan dan ini merupakan adat, tradisi atau pun budaya yang sayang jika hilang. Semoga tradisi Ba Uri Ntama bisa lestari hingga nanti. Amin...

Petrus Kanisius-Yayasan Palung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun