Aku adalah aku yang tidak lain adalah semesta, tempat berdiam ragam nafas. Kosmos yang kini dalam ruang dan waktu yang tak menentu.
Tetapi, apakah aku mampu tanpa dia atau mereka
 Aku, karena aku bukan siapa-siapa, aku dicipta di hari pertama dalam kisah penciptaan. Â
Aku tak lain tak bukan sebagai tempatku hidup yang menjadi alfa dan omega.
Tetapi,
Aku tercipta bukan hanya untuk aku semata melainkan untukmu, untuk kita, kita semua juga bersama.
Aku terlahir untuk nafas segala bernyawa hingga waktu entah kapan berakhir.
Tanyaku dalam diam,
Sakit, jika terus (ter/di)sakiti mungkin kah masih ada rasa?.
Adakah saling peduli?.
Aku tercipta untuk pemenuhan, pemenuhan akan keberlanjutan.
Cakrawala terkadang meredup ketika bias tingkah polah nafas yang tak kenal ampun.
Ragam yang dikata sebagai bencana kerap menghampiri seolah enggan berlalu.
Embun pagi tak lagi menyejukan jiwa karena menjelma menjadi butiran debu panas menyengat keringat.
Dia, mereka, kita semua akankah ingat akan aku?. Tentang aku terlahir apa tujuan sesungguhnya.
Menyana, tertera, terlukis, tergambar hingga tersiar, tentang aku semakin rebah terkulai layu.
Apakah engkau bahagia, menegokku dengan situasi begini?. Prihatin?. Peduli?. Atau diam membisu?.
Entahlah hanya Dia, mereka yang tahu.
Harapku, senenap nafas segala bernyawa masih boleh bernyanyi jua bersukacita.
@Ketapang, Kalbar 10 Oktober 2016
Petrus Kanisius-Yayasan Palung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H