Riak gelombang itu lalu bertalu-talu menerpa, (meng/di)injak-injak, menghampiri setiap batu karang, pasir hingga akar rumput yang ia lalui hingga tanpa terasa terinjak-injak.
Tak ubah seperti ketika tak sadar menginjak tahi ayam yang hangat terasa ditelapak kaki
Bau tahi dari tahi ayam itu cukup menyengat meneruskan menusuk aroma bersama hembusan angin menuju rongga hidung,
Hembusan angin itu menyebar aroma demi aroma disetiap penjuru mata angin.
Seperti rayuan goyangan pohon kelapa menggoda saat kerongkongan di Siang bolong.
Saat puasa selalu digoda seperti pancing dengan umpan cacing siap disambar, kebetulan menanti dalam balut menanti diumpan.
Tikus-tikus itu menginjak-injak hingga terinjak-injak sama diinjak-injak, Kepala menginjak perut, perut dinjak dengkul. Dengkul sulit melangkah mungkin sedikit capek karena sering meninginjak-injak hingga dosa mendera akibat beban lunglai melahap lembaran-lembaran jatah untuk memupuk akar rumput yang telah terlanjur layu menanti diasupi pupuk dan disirami, mirip sekali kasih tak sampai. Itu keluh para petani.
Seperti ekor kucing terinjak mengerang kesakitan, memeong-meong, meronta-ronta lari terbirit-birit mencari tempat bersembunyi dibawah lemari.
Kucing itupun takut dengan tikus-tikus curut yang berdiam dalam got berlindung takut tertinjak atau diinjak,
Namun,  kucing dan tikus-tikus itu sering pula terinjak, terjebak  dalam karung-karung baru ataupun karung usang saat petani menghampiri lumbung padi yang hampir habis dimusim kering kerontang menanti asa di musim penghujan,
Akar-akar rumput itupun sering kali dipotong, daun-daun rumput diambil untuk mengumpan sapi-sapi gemuk untuk dipotong atau diperah, diserah kepada penampung yang selalu ingin untung hingga buntung.
Sewaktu-waktu para petani padi bertutur mengabari tentang keseharian mereka, tentang tikus-tikus yang terperangkap dalam lumbung padi, dalam karung atau dalam perangkap jeruji.
Menginjak-injak, terinjak-injak, diinjak-injak sama pula dengan kaki-kaki para tikus kualat menjerit-jerit berkelit di celah, lobang, lorong kecil lumbung yang ingin kenyang sesaat dilumbung-lumbung padi jatah hak para petani.
Oleh para petani telusur, menelusur, ditelusur ternyata rejeki saban waktu yang dinanti para tikus dilumbung-lumbung padi itu perangai yang telah  lama dimulai namun kini telah mulai linglung sulit mengambil celah karena lumbung, jurung tempat padi kian rapat tak bercelah. Kasihan benar nasib tikus-tikus itu kata para petani berujar.Â
Tetapi jika tidak, sisa-sisa padi dilumbung kian habis dan petani bisa melarat dan bisa mati dilumbung padi. Kabar baiknya para petani sudah berani berburu tikus-tikus, sebab tidak hanya menghabiskan sisa-sisa dilumbung padi tetapi juga hama yang membuat petani gagal panen. Setelah panen, akar rumput mulai tumbuh kembali bersama petani sebagai umpan ternak.Â
Ketapang, Kalbar, 28 Juli 2016
By : Petrus Kanisius-Yayasan Palung
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H