Sewaktu-waktu para petani padi bertutur mengabari tentang keseharian mereka, tentang tikus-tikus yang terperangkap dalam lumbung padi, dalam karung atau dalam perangkap jeruji.
Menginjak-injak, terinjak-injak, diinjak-injak sama pula dengan kaki-kaki para tikus kualat menjerit-jerit berkelit di celah, lobang, lorong kecil lumbung yang ingin kenyang sesaat dilumbung-lumbung padi jatah hak para petani.
Oleh para petani telusur, menelusur, ditelusur ternyata rejeki saban waktu yang dinanti para tikus dilumbung-lumbung padi itu perangai yang telah  lama dimulai namun kini telah mulai linglung sulit mengambil celah karena lumbung, jurung tempat padi kian rapat tak bercelah. Kasihan benar nasib tikus-tikus itu kata para petani berujar.Â
Tetapi jika tidak, sisa-sisa padi dilumbung kian habis dan petani bisa melarat dan bisa mati dilumbung padi. Kabar baiknya para petani sudah berani berburu tikus-tikus, sebab tidak hanya menghabiskan sisa-sisa dilumbung padi tetapi juga hama yang membuat petani gagal panen. Setelah panen, akar rumput mulai tumbuh kembali bersama petani sebagai umpan ternak.Â
Ketapang, Kalbar, 28 Juli 2016
By : Petrus Kanisius-Yayasan Palung
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H