Tak ubah seperti ayam menetas anak dari setiap butiran telur, sebagai pengais, pengikat perekat genenasi berdiam datang dan pergi di lumbung padi. Mengais rejeki di tempat tanah tuan negeri sendiri. Namun itu mengenai tikus busuk berdasi yang selalu siap meretas lumbung padi.
Seperti tumbuh, tumbuhan menjalar berakar menyebar berakar.
Pengikat pengikut, mengakar menjalar.
Belajar, berkelakar.
Berkoar,
Melebar,
Menyebar,
Menjadi darah, duri dalam daging. Sakit sekarat bernanah berbau.
Bekas, menjadi bias peretas seolah tak jemu. Tikus-tikus tak kunjung hilang di lumbung padi, walau terjerat satu, datang lagi.
Apa itu menjadi cap negeri ini, acap kali terlontar juga terdengar.
Meretas, membongkar hak-hak akar rumput.
Mengatasnamakan para Nabi,
Tersiar,
Lumbung padi berganti. Tanah, tanam tumbuh terhenti sejenak atau selamanya.
Entahlah,
Tengoklah... busung lapar meraung tak ubah mesin-mesin buldozer yang sama-sama meronta.
Lihatlah... Tanah kering berlubang di awang-awang pembesar menancapkan pisau bertinta emas, membuat sekarat melarat mengatasnamakan rakyat.
Suap menyuap, hukum (di/ter) beli para pembesar yang enggan tersadar.
Lumbung padi bertukar ingin eksis hingga narsis, namun harusnya tertunduk malu pada akar rumput yang tertunduk lesu menanti mati di lumbung padi.
Tumpas menumpas tiada henti berjalan, mengekang, dikekang, (di/ter) jerat berharap terjaring jeruji.
Ketapang, Kalbar, 21 Juli 2016
By : Petrus Kanisius-Yayasan Palung
  Â
 Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI