Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Rimbunku Dulu, Kini Luluh Layu Berharap Rimbun Seperti Sedia Kala

1 Maret 2016   09:56 Diperbarui: 1 Maret 2016   10:09 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sisa-sisa pembersihan lahan (land clearing) dan selanjutnya (di/ter) bakar . Foto dok. Yayasan Palung"]

[/caption]Sudah berabad-abad hingga kini rimbunku seakan tak kunjung tumbuh, jika tumbuh menjelang dewasa dari dulu hingga kini semakin luluh layu, berharap rimbunku kembali ada seperti sedia kala. Tetapi apa itu bisa dan mampu?

Mengapa rimbunnya dulu hingga aku luluh layu tetapi sulit untuk rimbun kembali.

Rimbun kenapa harus rimbun?

Mengapa luluh layu?

Rebah tak berdaya, patah tak tumbuh hilang tak berganti

Menanam, menyiram itu harusnya

Menuai, sejatinya menbur pula

Tubuh dipotong, dicincang

Ranting dibuang disemak-semak tak bertuan hingga dibakar menjadi abu.

Itu dan itu terus berulang dari abad berganti abad

Rimbunku banyak menghendaki, namun bilaku rimbun menjelang dewasa tak sedikit menginginiku ibarat bunga desa yang indah parasnya demikian tubuh dan rimbunnya aku,

Aku pelindung namun tak dilindung,

Aku penjaga namun tak dijaga,

Aku penghalau deru deras jika rintik itu tiba,

Rimbunku kini semakin botak, rontok dan terus rontok,

Rumahmu, rumahku rumah kita semua itu harusnya.

Tetapi,

Kini, hari ini dan nanti terus dinanti juga diminati

Berlari aku tidak mungkin, berdiam, menahan tanpa melawan jika didera

Aku tidak melawan tetapi aku dituduh biang penyebab bila terjadi bencana.

Aku menjerit menangis dalam diam, dalam rupa sahabat menangis dalam rinai rintik tak kunjung berhenti, aku berlinang  menghampiri memberi kabar

Aku tidak sehat lagi,

Aku tak kuat lagi, tak sanggup lagi menopang, melindungi, menjaga.

Aku bertanya, hingga kapan aku terus begini, didera dan inginkan sehingga aku selalu rebah tak berdaya hingga rapuh dimakan rayap.

Usiaku sudah semakin renta menjelang lumpuh layu berharap menanti belas kasihan bila itu ada  untuk aku terus menyambung nafas hingga rimbun seperti sedia kala.

By : Petrus Kanisius-Yayasan Palung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun