Pada tensipertama dilengan tangan bagian kanan, tekanan darah terbilang tinggi. Dari hasil tensi, tekanan darah 187 per 115, oleh petugas tensi dianjurkan istirahat dulu 5 menit, agar tekanan darah menurun.
Pasca rehat 5 menit kembali dilakukan tensi kedua masih lengan bagian kanan, tekanan darah masih tergolong tinggi yakni, 186.
Petugas kesehatan Polda Sulsel kembali menyarankan untuk ganti lengan kiri. Setelah dicoba, tensi darah ke ketiga ternyata tekanannya turun menjadi 168 per 117 dan itu belum meloloskan saya untuk melanjutkan ke pemeriksaan lanjutan.
Bagian kesehatan Polda Sulsel lagi-lagi menyarankan untuk istirahat sejenak, sebelum melakukan tensi darah lanjutan. Usai percobaan tensi ke empat, alhamdulillah, tekanan darah mendadak turun drastis 171 per 107. Dalam hati bertanya-tanya, alatnya yang error atau saya yang kurang istirahat kok perubahannya begitu drastis, padahal alat tensi darahnya sudah digital. Pastinya akurasi pengukuran tekanan lebih canggih ketimbang konvensional.
Ah, sudahlah yang penting lolos dari tensi tekanan darah, proses berikutnya menuju meja dokter sekaligus "diinterogasi" beberapa pertanyaan dari dokter, sebelum vaksin diberikan.
Dokter juga menyarankan saya untuk sering-sering tensi tekanan darah ke Puskesmas maupun Rumah Sakit dan minum obat tekanan darah, dengan fasilitas BPJS, mendengar itu saya hanya menjawab singkat, "baik dok,".
Setelah itu saya ditanya mengenai kondisi kesehatan mulai dari maag, jantung, alergi obat, riwayat penyakit Covid-19, minum obat apa, tanya dokter. "Saat ini masih minum obat anti epilepsi dan kejangnya terkontrol dok," saya menjawab pertanyaan dokter.
Ketika saya menjawab tentang obat epilepsi, tenaga kesehatan yang memeriksa saya menanyakan kondisi saya saat ini, "sudah makan pak," saya menjawab sudah dok.
Usai itu saya dinyatakan bisa melanjutkan proses vaksinasi. Langkah selanjutnya menuju meja bagian registrasi pendataan sebelum divaksin.
Tidak lama menunggu antrian, giliran nama saya dipanggil, melalui proses yang cukup membuat deg-degan, begitu masuk meja terakhir untuk "eksekusi" saya langsung disuntikkan vaksin covid-19 jenis Sinovac, rasanya plong bisa mendapat vaksin. Ternyata vaksin mirip imunisasi waktu bayi hanya namanya yang berbeda. Sakitnya persis kayak digigit semut merah.