Dan itu tidak salah, sebab di era industri 4.0 sekarang SDM dituntut lebih profesional dan tidak gagap teknologi. SDMnya harus lebih menonjolkan kualitas ketimbang isi dalam tas.
Yang jelas saat itu, tahun 1995 saya pergi merantau ke Ujung Pandang sekarang berganti nama makassar belum bisa naik pesawat terbang, lantaran belum mampu menjangkau harga tiket pesawat.
Selain pesawat terbang, Kapal Laut menjadi alternatif terbaik menyeberangi pulau Sulawesi. Terombang-ambing di laut lepas, membelah ganasnya terjangan ombak Masalembo yang konon memakan korban, penumpang kapal laut Tampomas II, pada saat itu bertolak dari Tanjung Priok menuju Ujung Pandang.
Atas tragedi "berdarah" tersebut, tak menyurutkan niatku buat merantau. Merantau jaman dulu benar-benar putus hubungan keluarga karena itu ada istilah Merantau tanpa kembali. Jadi komunikasi betul-betul terputus kalaupun mau berkirim kabar satu-satunya cara melalui menulis surat. Cara lain berkomunikasi memakai jasa warung telekomunikasi atau wartel, jaman dulu telepon genggam masih tergolong barang tersier.
Berbeda jauh dengan perantau jaman sekarang, telepon genggam berbasis android sudah tergolong kebutuhan primer. Persaingan merek dagang ponsel atau telepon genggam memudahkan seseorang memiliki lebih dari satu unit telepon pintar.
Belum lagi, zaman sekarang sudah ada layanan yang namanya video call, Skype dan google Duo sehingga segala bentuk rasa kangen, rindu dengan orang-orang tersayang, tercinta, terobati dengan mudah.
Jika dulu butuh berhari-hari untuk sampai di rantau, sekarang keberadaan pesawat memperpendek jarak tempuh.
Selain mudah dan cepat harga tiket saat ini terbilang masih terjangkau kalangan menengah ke bawah. Misalnya dari Makassar menuju Surabaya menggunakan pesawat terbang hanya menempuh waktu 1 jam 30 menit.
Apabila memilih moda transportasi laut untuk sampai ke Surabaya kita harus bermalam di tengah laut lebih kurang 12. Bayangkan betapa beruntungnya perantau jaman sekarang semua fasilitas serba mudah, tidak perlu mengeluh, tidak usah bergaduh yang jauh terasa dekat.
Belum lagi untuk mereka yang banyak uang atau perjalanan dinas menikmati fasilitas negara pulang ke kampung halaman sangatlah mudah, ibarat pergi buang air besar saja.
Merantau itu tidak mudah, banyak onak duri dilalui di tanah rantau, hidup tanpa keluarga, jauh sanak saudara, semua dilakukan sendiri atau mandiri.