Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jangan Sepelekan Manfaat Kentut bagi Kesehatan

22 September 2018   09:09 Diperbarui: 23 September 2018   13:32 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangan sepelekan kentut, padahal gas buang satu ini sangat bermaat bagi kesehatan manusia. Bukan hanya manusia loh yang kentut, hewan pun juga kentut, hanya caranya berbeda.

Betapa sakitnya orang yang tidak bisa mengeluarkan gas buang atau kentut. Pengalaman menyakitkan ini bukan rekayasa, bim salabim abrakadaba begitu saja. Bukan juga cerita bohong belaka. Peristiwa menahan kentut hingga jatuh sakit ini menimpa anak laki-laki saya.

Rupanya kekerasan terhadap anak-anak tidak hanya berbentuk siksaan fisik saja. Bagi anak-anak menahan kentut sama artinya menyiksa kebebasan mereka mengeluarkan gas buangnya. Kejadian mengerikan ini terjadi pada Kamis 20 September 2018 dini hari atau Jum'at 21/9/2019.

Bangun tidur pagi mendadak sakit, sehingga membuat kami panik setengah mati. Tak ayal ibunya jantungnya dibuat dag-dig-dug-der mengurusi sakit perutnya si kecil pagi itu.

Setelah mendapat perawatan sedemikian rupa, maka sembuhlah dari sakit perutnya. Tanpa dinyana si kecil ini bertutur kepada mamanya (panggilan ibu di rumah mama), bahwa penyebab sakitnya mulai tadi malam karena menahan kentut sejak sore hari, "takut dimarahi kakaknya" menjadi dalih anak saya, memang kakaknya terkenal temberang terhadap adik-adiknya, terutama hal-hal jorok dan berbau kentut.

Melihat kondisi ini, adiknya memilih menahan rasa kentut di kamar menjelang tidur malam. Begitu adiknya mengacak-ngacak tempat tidur, langsung dimarahinya, maklumlah kakaknya seorang perempuan tomboy dan suka main futsal, namun di rumah terkenal pembersih, sementara adiknya-adiknya laki-laki dan perempuan lebih manja, wajarlah tingkahnya lebih kekanak-kanakan, apalagi masih berusia 11 dan 10 tahun.

Guna menghindari "semprotan" kakaknya, adiknya menahan rasa kentut hingga tidur malam, bahkan sebelum benar-benar mengatupkan matanya, kira-kira pukul 21.30 wita malam anak saya sempat berlari ke kamar mandi untuk buang air besar, perutnya serasa kembuang tetapi BAB-nya tidak keluar, hal ini disebabkan terlanjur lama menahan kentutnya di dalam perut.

Akhirnya secara terpaksa si kecil tidur kembali sembari menahan kentut hingga keesokan harinya.

Nah, begitu bangun tidur pagi wajahnya begitu pucat pasi dibarengi badannya menggigil bak orang demam. "Perutku sakit ma," keluhnya. Dia memanggil ibunya dengan sebutan 'mama'. Naluri seorang ibu tentulah cekatan mengurus si buah hati. Setelah diberi sarapan bubur dan minum teh hangat manis, lantas diberi obat sakit perut, sempat tertidur pulas.

Alhamdulillah, sebangunnya dari tidur yang tertunda kondisinya perlahan namun pasti kian membaik. Padahal tepat diwaktu tersebut, Jum'at di sekolahnya dilangsungkan ulangan harian, dengan kondisi lemah seperti itu terpaksa absen ulangan hingga ibunya pergi ke sekolah untuk memberi kabar kepada pihak sekolah.

Sepulang dari tempat bekerja, saya cukup kaget sebab anak saya yang ketiga ini sudah banyak makan dan bahkan bermain bulutangkis dilorong sempit depan rumah bersama adik perempuannya, seolah-olah tidak pernah merasakan sakit perut, gara-gara menahan kentut seharian.

Ulasan ini sangat jauh dari ujaran kebencian atau unsur pornografi, tidak dibuat-buat atau hoaks, tidak terkait masalah penistaan bentuk apapun. Ternyata menahan rasa kentut seharian membuat anak saya celaka.

Betul, mayoritas masyarakat menganggap seseorang yang kentut sembarangan itu jorok dan tidak sopan, bagi yang merasa ingin kentut tentu malu membuang gasnya ditempat umum. Terlebih ketika sedang rapat atau didepan pimpinan, atau bersama pacar tentu sebuah penyiksaan teramat sakit menahan rasa kentut.

Padahal membuang gas berupa kentut itu menyehatkan. Sebagai manusia selama masih bernafas, pasti memiliki rasa kentut, rasa kencing serta buang air besar, makanya sesama manusia saling menjaga privasi serta perasaan orang lain.

Selagi kita sehat pasti memiliki rasa kentut, hanya carannya yang berbeda-beda. Coba bayangkan apabila kita sakit pasti tidak bisa kentut. Kentut ini bukan masalah berarti, terkadang seseorang membesar-besarkan seni kentut, dituding sebagai "troublemaker" tidak sopan dan tidak menutup kemungkinan "dikucilkan" dari pergaulan. Padahal itu sebuah tindakan konyol, memangnya anda sudah tidak bisa kentut?

Ketahuilah bahwa kentut itu sehat. Jika disimak lebih jauh, maka bersyukurlah bagi orang-orang yang masih mengeluarkan kentut, karena kentut itu sangat mahal sekali harganya meski bau.

Bagi orang yang sudah tidak bisa kentut dijamin dia akan sakit, tak ayal mendekati ajal.

Sekian, terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun