Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Katak 'Raksasa' Terancam Punah!, Lantas Temuan ini Kok Tidak Dilindungi?

11 Mei 2017   10:03 Diperbarui: 16 Mei 2017   14:39 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam keseharian warga setempat katak ini dikenal todan. Todan hidup pinggiran sungai hutan primer atau sekitar kebun salak milik warga yang berdekatan dengan sumber air jernih. Terbilang sebagai hewan nokturnal karena beraktivitas [ada malam hari. Nama latin “Todan” adalah Limnonectes grunniens. Bisa ditemukan sekitar sungai dibawah Kaki Gunung Latimojong namun sulit ditemui. Katak tersebut hanya muncul pada malam hari.  

Gambaran umum rantai makanan

Semua makhluk hidup membutuhkan makanan untuk diolah menjadi energi untuk kehidupannya. Setiap masing-masing makhluk hidup lainnya untuk memperoleh sumber makanan melalui pola-pola interkasi tertentu. Salah satunya adalah interaksi proses makan dan dimakan, yang secara teori biologi tersusun secara berurutan yang disebut dengan Rantai Makanan.

Rantai makanan merupakan suatu peristiwa makan dan dimakan antara makhluk hidup dengan urutan tertentu. Didalam rantai makanan selalu terdapat makhluk hidup yang berperan sebagai produsen, konsumen, dan dekomposer. Urutannya yaitu, “rumput dimakan belalang, belalang dimakan katak, katak dimakan ular, ular dimangsa burung elang jika burung elang mati akan diuraikan oleh jamur yang berperan sebagai dekomposer menjadi zat hara yang akan dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang”.

Meski todan raksasa berukuran raksasa ini cukup menyeramkan bagi sebagian orang, namun demikian sebagian warga menyakini khasiat obat, memburunya untuk dikonsumsi, tidak menutup kemungkinan suatu saat punah akibat komersialilasi investor asing memberi iming-iming harga tinggi.

Sebagaimana diketahui keberadaan dan populasi katak sehat disuatu wilayah mengindikasikan lingkungan disitu masih baik. Todan atau katak di Sungai Danteuwwa salah satu fauna cukup riskan akan perubahan lingkungan. Mirisnya, ditambah kerusakan habitat asli lereng gunung Latimojong, dampak dari pembukaan lahan (hutan) ke fungsi lain (kebun salak, kebun bawang merah, pembangunan rumah, gedung) untuk menambah penghasilan kehidupan manusia, sehingga todan ukuran raksasa makin sulit ditemukan. Akankah kita membiarkannya punah dengan sendirinya akibat ulah kita?

Makassar, 11 Mei 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun