Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Katak 'Raksasa' Terancam Punah!, Lantas Temuan ini Kok Tidak Dilindungi?

11 Mei 2017   10:03 Diperbarui: 16 Mei 2017   14:39 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                                              Foto bareng Calli dan Darussalam (dokpri)

Akibat keisengan Darussalam memposting Todan raksasa dari Desa Banca, Kecamatan Baraka, kabupaten Enrekang ke akun sosial media membuatnya viral di dunia maya. Awalnya biasa-biasa saja menjadikannya luar biasa merupakan langkah jitu mempopulerkan sesuatu termasuk populasi habitat ‘todan’. Bagi kami apa yang dilakukan Darusalam adalah sesuatu anugerah tersendiri. Pasalnya dari ‘kehebohan’ dunia internet tadi memaksa kami harus membuktikan langsung dengan mata kepala sendiri akan kebenaran Todan atau katak raksasa tersebut.

Untuk membuktikannya, atas perintah pimpinan sebanyak lima orang diberi kesempatan melakukan perjalanan dinas selama 3 hari tempat ditemukannya todan raksasa. Berangkat dari Kantor pada hari Selasa 9 Mei hingga 11 Mei 2017. Dari Makassar ke Enrekang  di tempuh selama 4-6 jam, panjang jarak tempuh 265,12 kilometer melintasi beberapa kabupaten, diantaranya Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Pare-pare dan Kabupaten Sidrap. Kami lebih memilih melintas Kabupaten Pinrang karena memotong waktu 1 jam menjadi 5 jam. Akses jalan ke Enrekang lewat Pinrang, aspalnya agak bergelombang karena kontur tanahnya mudah ambles. Dari Enrekang menuju Kecamatan Baraka berjarak 5 kilometer dengan medan kurang bersahabat.

katak-timbang-5913d3b6c8afbd67570d9478.jpg
katak-timbang-5913d3b6c8afbd67570d9478.jpg
 (dokumen/Darussalam)

katak-tidur-5913d3f50323bdb22b3c84c1.jpg
katak-tidur-5913d3f50323bdb22b3c84c1.jpg
Tiba di Kecamatan Baraka sudah cukup siang, tepatnya di pasar Barakka kami sebelumnya berjanjian dengan Darussalam. Istirahat sejenak di rumah pak Calli teman Darussalam kemudian meluncur ke Desa Buntu Mondong Kecamatan Buntu Batu ditempuh 10 jam perjalanan. Lokasi yang berat dilalui untuk memastikan Todan yang konon beratnya mencapai 1,6 Kg itu masih dapat ditemukan setidaknya masih ada yang melestarikannya, sekaligus langsung bertatap muka dengan narasumber Darussalam. Selasa, 9/5/2017.

Sesampainya di lokasi penangkapan todan ‘raksasa’ rupanya keberuntungan belum memihak, dikarenakan faktor waktu. Berbincang-bincang bersama Calli dan Darussalam ditepian aliran Sungai Danteuwwa merupakan bukti bahwa alam di Lereng Gunung Latimojong masih bersih belum “terlalu” tercemar limbah dan sampah. Mengapa? Todan ini hanya berkembang biak dialiran sungai berarus sedang, dengan air yang cukup jernih.  

 “Todan merupakan sejenis katak raksasa habitat asli di sini, hidup di Sungai Danteuwwa di Lereng Gunung Latimojong sekitar kebun Salak dengan air yang jernih serta lembab. Apabila sungai kotor dan tercemar, Todan dipastikan tidak akan bertahan hidup,” kata Calli.

Imbuhnya,  “andai mau bermalam disini, nanti malam kita sama-sama menangkap todan,” ucap Calli dan Darussalam, sembari dokumentasi, bercanda dengan keduanya menyusuri aliran Sungai Danteuwwa.

Populasinya masih terbilang banyak dan belum dianggap sebagai hewan langka hampir punah dan dilindungi Pemerintah, BKSDAE (Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem). Dampak dari belum adanya reguliasi perlindungan habitat Todan atau Katak berukuran jumbo ini, menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup populasi Todan, bahkan habis. Sebagian masyarakat percaya memakan Todan itu enak dan menyehatkan. Proses penangkapannya disebut ‘matodan’. Bukan hanya itu saja, todan juga biasa dipakai umpan massippi (memancing belut bertelinga) habitat lain Sungai Danteuwwa. Beberapa masyarakat mengatakan daging daging todan enak seperti daging ayam. Manfaat lain menambah nafsu makan bagi anak-anak yang berbadan kurus dan susah makan. Usai diberi makan daging todan tidak butuh waktu lama anak-anak tadi berubah gemuk dan sehat. Juga berkhasiat untuk menyembuhkan asma, jantung, memperpanjang pernafasan manusia, ada juga masyarakat mengatakan terlalu banyak mengkonsumsi todan mendatangkan penyakit asam urat, namun kata-kata itu belum ada penelitian dari pihak-pihak terkait.

Salam nama panggilan Darussalam mengatakan, “sepuluh ekor Todan malam itu ditangkap, sembilan ekor memilki berat tubuh 600-700 kg, sedangkan satu ekor berukuran raksasa dengan berat tubuhnya 1,6 Kg.” Jelasnya kepada kami.

“Pemberitaan tersisa hanya 9 ekor itu tidak benar, sebab populasinya terbilang banyak, untuk menemukan yang berukuran ‘raksasa’ mulai sulit.” Jelas Salam sambil tersenyum ramah. Keberadaan hewan amphibi diyakini akan punah apabila tidak ada perlindungan populasi ‘todan’ raksasa dari predator manusia salah satu contohnya.

Dalam keseharian warga setempat katak ini dikenal todan. Todan hidup pinggiran sungai hutan primer atau sekitar kebun salak milik warga yang berdekatan dengan sumber air jernih. Terbilang sebagai hewan nokturnal karena beraktivitas [ada malam hari. Nama latin “Todan” adalah Limnonectes grunniens. Bisa ditemukan sekitar sungai dibawah Kaki Gunung Latimojong namun sulit ditemui. Katak tersebut hanya muncul pada malam hari.  

Gambaran umum rantai makanan

Semua makhluk hidup membutuhkan makanan untuk diolah menjadi energi untuk kehidupannya. Setiap masing-masing makhluk hidup lainnya untuk memperoleh sumber makanan melalui pola-pola interkasi tertentu. Salah satunya adalah interaksi proses makan dan dimakan, yang secara teori biologi tersusun secara berurutan yang disebut dengan Rantai Makanan.

Rantai makanan merupakan suatu peristiwa makan dan dimakan antara makhluk hidup dengan urutan tertentu. Didalam rantai makanan selalu terdapat makhluk hidup yang berperan sebagai produsen, konsumen, dan dekomposer. Urutannya yaitu, “rumput dimakan belalang, belalang dimakan katak, katak dimakan ular, ular dimangsa burung elang jika burung elang mati akan diuraikan oleh jamur yang berperan sebagai dekomposer menjadi zat hara yang akan dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang”.

Meski todan raksasa berukuran raksasa ini cukup menyeramkan bagi sebagian orang, namun demikian sebagian warga menyakini khasiat obat, memburunya untuk dikonsumsi, tidak menutup kemungkinan suatu saat punah akibat komersialilasi investor asing memberi iming-iming harga tinggi.

Sebagaimana diketahui keberadaan dan populasi katak sehat disuatu wilayah mengindikasikan lingkungan disitu masih baik. Todan atau katak di Sungai Danteuwwa salah satu fauna cukup riskan akan perubahan lingkungan. Mirisnya, ditambah kerusakan habitat asli lereng gunung Latimojong, dampak dari pembukaan lahan (hutan) ke fungsi lain (kebun salak, kebun bawang merah, pembangunan rumah, gedung) untuk menambah penghasilan kehidupan manusia, sehingga todan ukuran raksasa makin sulit ditemukan. Akankah kita membiarkannya punah dengan sendirinya akibat ulah kita?

Makassar, 11 Mei 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun