Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Negeri di Genggaman Dimas Kanjeng Taat Pribadi

16 Oktober 2016   09:55 Diperbarui: 19 Oktober 2016   11:07 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 (sumber gambar: http://poskotanews.com/)

Tepat sekali apa yang dikatakan teman saya melalui share di jejaring sosial sekaligus menarik sebagai konsumsi publik. Saya sendiri sebenarnya ragu-ragu memposting tulisan ini, apakah layak untuk dibaca karena masih banyak opini-opini berkualitas lebih dari artikel Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Menjadi menarik dan berkualitas karena keberhasilan Dimas Kanjeng merekrut kaliber Prof. Dr. Marwah Daut Ibrahim sebagai Ketua Padepokan Dimas Kanjeng. Tidak perlu diperjelas pasti sudah familiar dengan sosok Marwah.

Bahwa kejahatan sekarang ini berkiblat kepada sosok kharismatik seorang anak laki-laki dimana pada usia sekolahnya tidak terlalu pintar menjelma sebagai begawan nan fenomena, sehingga banyak cara membutakan akal sehat manusia mampu menghipnotis penganutnya ribuan jumlahnya, bahkan sang professor lulusan luar negeri pun bersedia didapuk sebagai Ktua Padepokan Kanjeng Dimas Taat Pribadi, takluk oleh kecerdikan sang Kanjeng memperlihatkan “karomah” atau kesaktian menggandakan uang, emas batangan. Padahal kemampuan tersebut hanya mu’jizat miliki Nabi, sahabat dan Waliulloh.

marwah-daud-ibrahim-58046139ac92730a1d2e1f0a.jpg
marwah-daud-ibrahim-58046139ac92730a1d2e1f0a.jpg
 (sumber: http://www.tribunnews.com/)

Sebelum kebusukan manusia setengah dewa terbongkar ke media, Dimas tega menghabisi kedua penganut tersebut. Namun, pada akhirnya terungkap juga kelicikannya, sepandai-pandainya menyimpan bangkai akhirnya tercium juga pepatah tepat untuk Taat. Gagasan-gagasan segar Dimas Kanjeng Taat Pribadi itu bukan hanya seorang diri. Jujur saja, sebagian besar kita pernah bermimpi menjadi Dimas Kanjeng. Kerja sedikit, ongkang-ongkang kaki, tapi duitnya segudang. Pengikut Dimas Kanjeng tersebar hingga pelosok desa.

Sebagai contoh; ada PNS/ASN Kehakiman, gajinya cuma Rp 8 juta perbulan, akan tetapi mempunyai Rumah Sakit, Hotel, Rumah megah bertingkat, mobil mewah empat jumlahnya. Secara rasional darimana perolehan duit itu kalau bukan mengikuti jejak Dimas Kanjeng? Dimas Kanjeng menggandakan duit dengan sulap, sedangkan dia dengan menjual perkara di pengadilan.

Ada perawat, kerja di Rumah Sakit Swasta. Suaminya bekas perawat juga tapi sudah tidak aktif lagi. Dari akun profil media sosial dia mampu membeli mobil mewah dan rumah yang tak kalah mewah. Dia meniru Dimas Kanjeng menggandakan uang. Pasangan itu memperkaya diri dengan cara berbeda dengan jalan membuat vaksin palsu.

Ada seorang anggota DPRD DKI. Ketangkap Tangan KPK, dengan jumlah uang yang tidak sedikit. Dia meniru Dimas Kanjeng dengan cara berbeda, kali ini dengan menjual isi perda.

Ada kepala daerah menggelembungkan biaya proyek pengadaan barang/jasa serta penggunaan dana APBD untuk memperkaya diri, bagian dari Dimas Kanjeng dalam bentuk intelek. Modus lain yang biasa dijumpai menggunakan dana bantuan sosial atau hibah yang peruntukannya maupun pertanggungjawaban sangat fleksibel, cara kerja Kanjeng Dimas secara soksial.

Dimas Kanjeng punya ribuan murid dimana-mana, dalam skala kecil, orang-orang yang suka mengutak-atik kuitansi agar dapat untung adalah murid Dimas Kanjeng juga. Mereka yang malas kerja keras, atau tidak menghargai kerja keras orang, tapi mau menikmati hasil secara maksimal, adalah Dimas kanjeng juga.

Pembalakan liar melalui praktek korupsi dan kolusi bisnis eksploitasi kayu di hutan dilakuka secar ileggal/tidak dibenarkan secara hukum oleh perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI) hingga mengalami kerusakan hutan dan lahan dan merugikan negara triliunan rupiah bagian konspirasi dari Dimas Kanjeng.

Penyelewengan jabatan/kekuasaan dengan meloloskan koruptor kakap yang merugikan negara triliunan rupiah merupakan ajaran sesat Dimas Kanjeng, sehingga mengaburkan filosofi hukum bahwa “tajam kebawah, tumpul keatas” sangatlah jelas.

Pada intinya, sebagian kita mungkin pernah menjadi Dimas Kanjeng Priabdi. Kerja seupil, kecurangan segudang, agar cepat kaya. Repotnya, ketika sudah berhasil dengan kecurangannya, kita bangga memamerkan kekayaan. Seolah dia sudah bekerja sangat keras.

Ideologi Dimas Kanjeng tidak mempedulikan proses, ideologi yang mencela proses, berpikiran hasil jauh lebih penting, tetek bengek proses menyebalkan toh pungli tetap jalan. Dia ingin dianggap sebagai Tuhan: “Kun Faya Kun” Jadilah maka terjadilah. Bim Salabim Abakradaba, terjadilah mencuri, menipu nilai harga pada kuitansi, maka duit anak yatim disikat, semua tidak berarti, tujuannya hanyalah menggandakan duit

Cara berfikir Dimas Kanjeng mampu merekrut banyak orang hingga banyak kawan. Mereka yang mau cepat kaya denga cara instant, curang, culas, korupsi-kolusi-nepotisme, pungli, mark-up sebuah proyek, menipu, merampok, akal bulus, mengkadali bawahan, konspirasi, sabotase, sentimen negatif semua adalah pola pikir kanjeng Dimas dalam bentuk yang lain. Negeri ini berpotensi hancur, karena populasi Dimas Kanjeng yang terlalu subur. Waspadalah Dimas Kanjeng ada dimana-mana, boleh jadi suatu saat saya menjelma Pribadi yang lain.

#Dimas Kanjeng Taat Pribadi boleh mendekam di bui, tapi ajarannya akan tetap abadi#

Makassar, 16 Oktober 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun