Perjalanan dinas kali ini terbilang spesial, ini dikarenakan untuk pertama kalinya menghadiri event Jambore Wisata Bank Sampah sekaligus mengunjungi situs sejarah bunker peninggalan tentara Jepang di Pulau Lakkang. Keberadaan Bunker sebagai basis pertahanan dan tempat penyimpanan bahan logistik sekitar tahun 1940, kini kondisinya hanya menyisakan puing-puing sejarah dan “berkalang tanah.”
Secara administrasi Pulau Lakkang termasuk dalam wilayah Kota Makassar, tepatnya di Kecamatan Tallo. Sebuah Delta seluas 165 hektar yang terbendung selama ratusan tahun dari sedimentasi sungai Tallo. Dihuni sekitar 300 KK atau 1000 jiwa. Mata pencaharian utama penduduk sebagai petambak dan nelayan dan sebagain kecil bertani. Dari informasi yang kami gali dari nahkoda perahu, sungai Tallo memiliki kedalaman 8 meter.
Transportasi
Untuk mencapai Pulau Lakkang harus melintasi Sungai Tallo menggunakan sarana transportasi penyeberangan perahu. Bahasa Makassar akrab dikenal Jolloro’ dalam bahasa Bugis dikenal Pincara. Dari dermaga kera-kera ke dermaga Mandiri Pulau Lakkang dengan jarak tempuh 10-15 menit dikenai tarif sangat terjangkau kisaran Rp. 3000,- perorang, jika membawa motor dihargai Rp. 5000,- sangat terjangaku kan, mengingat kondisi perekonomian kita mengalami defisit anggaran.
Akhirnya setelah mendekati Pulau, keheranan saya berbaur menjadi satu, ternyata Kota Metro Politan seperti Makassar masih ada obyek wisata tersembunyi yang kurang di ekspose Pemkot dalam hal ini Dinas Pariwisata. Saya yakin dan percaya kalau pulau ini dikelola secara profesional perekonomian masyarakat akan terdongkrak melalui sektor Pariwisata, selain Bantimurung di Maros dan Benteng Somba Opu di Gowa.
Asset Terbengkalai
Bunker merupakan tempat perlindungan dan mempertahankan diri dari serangan musuh yang dibuat oleh tentara jepang. Pada umumnya bunker rata-rata berbentuk segi empat atau kubus yang dilengkapi ventilasi udara dan lubang pengintai, merupakan situs dibagun sebelum Indonesia merdeka adalah bukti otentik sejarah masa lalu yang masih tersisa sampai saat ini.
Dikatakan terbengkalai dengan mata kepala sendiri keberadaan situs sejarah Bunker peninggalan Jepang sangat memprihatinkan. Di Lakkang konon terdapat 7 Bunker, salah satu tempat pusat konsentrasi penjajahan Jepang. Dari 7 bunker yang tersedia hanya ada 3 yang masih terlihat fisiknya, sisanya sudah tertimbun tanah atau hilang karena tertutup pondasi bangunan rumah warga.
Sayangnya ke tiga Bunker tersisa tidak mendapat perhatian selayaknya situs sejarah lain dari Pemerintah. Konon ketika Hiroshima dan Nagasaki dibom oleh tentara sekutu, mereka mulai meninggalkan Lakkang dan menghancurkan semua bunker.
Kondisi Bunker kedua yang kami telusuri sangat memprihatinkan sekali, dialih fungsikan sebagai tempat pembuangan sampah “raksasa” ketika menumpuk sampah tersebut dimusnahkan dengan cara membakarnya dilakukan oleh warga Lakkang, sungguh suatu pemandangan sangat mengharukan.
Saya baru menyadarinya kalau di tepi kota Makassar ternyata masih menyisakan eksotisme dan kesederhanaan yang begitu memikat. Kini pulau harapan itu masih sangat terbelakang dari segi infrastruktur. Mulai dari masa orde lama, orde baru reformasi sampai saat ini keterlibatan Pemerintah Kota Makassar sangat dibutuhkan. Meskipun pulau telah ditetapkan sebagai lahan konversasi atau penelitian oleh Pemerinta Kota Makassar.
Penutup, “Jangan ki mengotori kalau tidak mau membersihkan,” jangan ki’ lupa bahagia di’!
Makassar, 9 Okteober 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H